Khoiri Fadli
Pengantar:
Tim Penulis Sejarah Kebudayaan Islam
Penerbit PUSTAKA FADLY
JEMBER
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
السلا م عليكم ورحمة الله وبر كا
ته
اللهم صلى على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم
Alhamdulillah
Puji syukur atas kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan
Hidayah-Nya kepada Penulis sehingga buku “ Sejarah Kebudayaan Islam Untuk
Madrasah Tsanawiyah Kelas III Semester I dan II” ini dapat terlaksana dengan baik.
Tidak ada sejarah yang lengkap. Begitulah fakta sejarah
dunia manapun. Kita hanya dapat mengalami suatu kejadian dari sebagian
totalitas kejadian itu. Karena itu, tidak salah apabila ada yang mengatakan, sejarah
berulang dan kita perlu belajar sejarah. Dua sisi inilah yang
menjadi pijakan kuat penulis dalam mengungkap sejarah peradaban islam.
Buku
ini menyajikan berbagai fakta sejarah peradaban islam secara terkendali
dan teruji dari silabi yang sudah disepakati. Buku ini juga menjadi
sangat penting untuk melihat mata rantai satu kejadian dan kejadian lain
sehingga tidak terjadi distorsi dalam menjustifikasi sebuah peristiwa.
Begitu
pula, kajian sejarah menjadi alat ukur bagi kalangan intelektual dari berbagai
disiplin ilmu dalam memilih dan memilah masalah.
Buku
ini terdiri atas 4 BAB yang membahas tentang, Proses Masuknya Islam di
Nusantara, Perkembangan dan Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam di
Nusantara,Ulama-Ulama Penyebar Islam di Nusantara, dan Tradisi Islam Nusantara.
Selesainya
pembuatan buku ini tidak terlepas dari sumbangsih pemikiran dari beberapa orang
yang paling berperan dalam penyempurnaan buku ini diantaranya adalah:
1. Ust. Mashudi M.Ag. selaku guru pembimbing Mata Kuliah
Pengembangan Bahan Ajar, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk kami
berkonsultasi dan meminta pertimbangan terhadap beliau;
2. Ayah dan Ibunda Kami yang telah memberikaan banyak bantuan
berupa Kasih sayang, moral, finansial dan dukungan yang tak kunjung padam
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan buku ini dengan baik;
3. Serta semua pihak yang telah ikut andil
dalam penyelesaian buku ini yang tidak bisa dituliskan satu persatu dalam
lembar pengantar ini.
Buku yang anda baca ini merupakan kombinasi hasil
penelitian, baik secara akademik maupun penelitian mendalam secara individu.
Buku ini juga diharapkan dapat memberi kemudahan bagi para pencinta ilmu tanpa
susah payah untuk mencari bahan lain, terutama tentang kajian sejarah peradaban
Islam di Indonesia. Oleh karena itu buku ini tim penulis anggap layak dibaca
pada kalangan luas karena akurasi data dan deskripsi persoalan secara gamblang
diuraikan secara Komprehensif dan Komparatif serta didasarkan atas
sumber-sumber yang terpercaya.
Namun sebagaimana tim penulis sampaikan diawal, tidak ada
sejarah yang lengkap. Akan tetapi tim penulis tetap berharap semoga buku ini
menjadi penyempurna diantara buku-buku penyempurna dalam kajian yang sama.
Saran dan Solusi yang membangun senantiasa tim penulis
harapkan dalam rangka penyempurnaan buku ini. Saran dan solusi pembaca dapat
kirimkan melalui via e-mail: fadly_pcm@yahoo.com.
Demikian yang dapat tim penulis sajikan untuk para
pembaca setia. Kurang dan lebihnya tim penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبر كا
ته
Jember, 14
Januari 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
Kutipan Pasal
Kata Pengantar
SEMESTER I
Pelajaran I
PROSES MASUKNYA ISLAM DI
NUSANTARA
A. Proses masuknya Islam ke Indonesia …………………………. 15
1.
Catatan sejarah kerajaan
Cina ……………………………… 15
2.
Berita Chou Ku-Fei (1178M)
………………………………. 16
3.
Berita Jepang (784M)
………………………………………. 16
B. Cara-cara masuknya Islam ke Indonesia ………………………. 16
1.
Perdagangan
………………………………………………… 16
2.
Perkawinan
…………………………………………………. 16
3.
Pendidikan
…………………………………………………..
4.
Tasawuf
……………………………………………………...
5.
Kesenian
……………………………………………………..
C. Perkembangan Islam di Indonesia ………………………………
1.
Pulau Sumatera
………………………………………………
2.
Pulau Jawa
…………………………………………………...
3.
Pulau Kalimantan, Maluku,
dan Sulawesi …………………..
Pelajaran
II
Kerajaan Islam di Indonesia
A. Kerajaan Samudera Pasai ………………………………………
1.
Pendahuluan
………………………………………………...
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Samudera Pasai ……………….
3.
Pendiri Kerajaan Samudera
Pasai …………………………..
4.
Kemajuan yang dicapai
……………………………………..
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Samudera Pasai ……...
B. Kerajaan Malaka ……………………………………………….
1.
Pendahuluan
………………………………………………...
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Malaka ………………………...
3.
Pendiri Kerajaan Malaka
……………………………………
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Malaka …………………..
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Malaka ……………….
C. Kerajaan Aceh Darussalam …………………………………….
1.
Pendahuluan
…………………………………………………
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Aceh Darussalam ……………...
3.
Pendiri Kerajaan Aceh
Darussalam …………………………
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Aceh Darussalam ………..
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Aceh Darussalam …….
D. Kerajaan Demak ………………………………………………..
1.
Pendahuluan
…………………………………………………
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Demak …………………………
3.
Pendiri Kerajaan Demak
…………………………………….
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Demak …………………...
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Demak ………………..
E.
Kerajaan Banten
………………………………………………...
1.
Pendahuluan
………………………………………………....
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Banten ……………………........
3.
Pendiri Kerajaan Banten
…………………………………….
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Banten …………………...
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Banten ………………..
F.
Kerajaan Mataram
……………………………………………...
1.
Pendahuluan
…………………………………………………
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Mataram ……………………….
3.
Pendiri Kerajaan Mataram
…………………………………..
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Mataram;
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Mataram.
G. Kerajaan Gowa dan Tallo;
1.
Pendahuluan;
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Gowa dan Tallo;
3.
Pendiri Kerajaan Gowa dan
Tallo;
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Gowa dan Tallo;
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Gowa dan Tallo.
H. Kerajaan Ternate dan Tidore.
1.
Pendahuluan;
2.
Proses Berdirinya Kerajaan
Ternate dan Tidore;
3.
Pendiri Kerajaan Ternate
dan Tidore;
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Ternate dan Tidore;
5.
Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Ternate dan Tidore.
Pelajaran
III
TOKOH-TOKOH ISLAM DI INDONESIA
A. Abdurrauf Singkel
B. Wali Songo
1.
Maulana Malik Ibrahim
2.
Sunan Ampel
3.
Sunan Giri
4.
Sunan Bonang
5.
Sunan Kalijogo
6.
Sunan Gunung Jati
7.
Sunan Drajat
8.
Sunan Kudus
9.
Sunan Muria
C. Muhammad Arsyad Al-Banjari
SEMESTER II
Pelajaran IV
TRADISI
ISLAM NUSANTARA
A. Pengertian Tradisi Islam Nusantara ……………………………
1.
Pembentukan Islam Nusantara
…………………………….
2.
Pemangku Islam Nusantara
………………………………..
3.
Karakter Dasar Islam
Nusantara …………………………..
4.
Makna Keberadaan Islam
Nusantara ……………………...
B. Seni Budaya Lokal Sebagai Bagian dari Tradisi Islam
1.
Wayang ……………………………………………………
a.
Jenis-jenis wayang
b.
Fungsi wayang
2.
Kasidah
……………………………………………………
3.
Hadrah
…………………………………………………….
4.
Sekaten
…………………………………………………….
C. Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
1.
Adat Melayu
……………………………………………….
2.
Adat Minang
……………………………………………….
3.
Adat Bugis
…………………………………………………
4.
Adat Madura
………………………………………………
5.
Adat Sunda ……
BAB I
SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM
KELAS III SEMESTER
I
TUJUAN DAN DESKRIPSI
1. Tujuan
Adapun
tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan bagi
peserta didik tentang sejarah kebudayaan islam, khususnya tentang Sejarah Islam
di Nusantara. dimulai dari kedatangan hingga perkembangannya di Indonesia,
sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik terhadap pegetahuan
sejarah kebudayaan islam yang telah diterima atau dipelajari di jenjang
pendidikan sebelumnya sebagai bekal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang
lebih tinggi dan sekaligus untuk memberikan pengetahuan tentang perjalanan historis
agama islam di nusantara. Sehingga dengan demikian dapat menambah
kecintaan dan kesetiaan kepada agama islam.
Hal diatas sesuai dengan cita-cita bangsa
untuk mewujudkan manusia yang berbudi pekerti luhur dan bertaqwa kepada Tuhan yang
maha Esa, dan juga sebagai sebuah manifestasi kesetiaan terhadap pancasila,
khususnya sila pertama yaitu ketuhanan yag maha Esa.
2. Deskripsi
Adapun hal-hal yang akan dibahas pada
bab ini adalah sejarah masuknya atau datangnya islam ke Nusantara, tahun kedatangannya, daerah yang
pertama kali disinggahi para penyebar agama
islam, penyebarannya ke pulau-pulau lain
di Indonesia, seperti halnya Jawa, Maluku dan
pulau-pulau lain di Nusantara, cara-cara penyebarannya, dan
perkembangan islam di seluruh Nusantara.
KATA KUNCI
BAB I
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I
PROSES
MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA
1.
Standar
kompetensi
Memahami perkembangan islam di
Indonesia
2.
Kompetensi
dasar
Menceritakan
sejarah Masuknya islam di Nusantara melalui Perdagangan, social, dan pengajaran.
3.
Materi Pokok
Perkembangan Islam di Indonesia
4.
Indikator
a. Menceritakan sejarah masuknya islam di Indonesia
b. Menjelaskan
proses masuknya islam di Indonesia
c. Menjelaskan
cara dan perkembangan islam di Indonesia.
--------<<<<<
>>>>>-------
A. Proses Masuknya Islam ke
Indonesia
Masuknya agama islam ke Indonesia hingga kini tidak
diketahui waktunya dengan pasti. Akan tetapi, beberapa ahli mengajukan pendapat
mereka tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa islam pertama kali masuk ke
Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau sekitar abad ke-7 M. pendapat ini di
dukung oleh adanya bukti-bukti berikut:
1.
Catatan
Sejarah Kerajaan Cina
Menurut catatan ini, pada abad
dinasti Tang terdapat rencana
orang-orang Ta-shih untuk menyerang
kerajaan Holing yang diperitah oleh
ratu Sima (674 M). Namun, rencana tersebut kemudian dibatalkan, karena kuatnya
pemerintahan Ratu Sima. Sebutan Ta-Shih dalam
berita itu ditafsirkan sebagai orang-orang Arab. Tarikh Cina pada tahun yang sama menyebutkan bahwa telah
ada orang Arab yang menetap di bagian barat pulau Sumatra.
Berita Cina
pad abad ke-9 Kronik dinasti
Tang menyebutkan bahwa telah terjadi perpindahan orang-orang muslim dari Kanton
ke Kedah dan Palembang. Boleh jadi, pada waktu itu telah ada komunitas muslim
di Palembang dan Kedah. Menurut Syed Naqu’ib al- Attas (sejarawan Malaysia)
orang-orang muslim dari Kanton mendapat sambutan yang menggembirakan dari
penduduk Kedah dan Palembang. Kegembiraan itu timbul karena menyaksikan derajat
keagamaan mereka yang tinggi
2.
Berita
Chou Ku-Fei (1178 M)
Menurut berita ini, di daerah
Indonesia saat itu terdapat dua tempat yang menjadi komunitas orang Ta-Shih, yaitu Fo-lo-an dan Sumatera Selatan. Wilayah ini merupakan wilayah
kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Fo-lo-an sekarang
lebih dikenal sebagai Kuala Brag, Trengganu, Malaysia.
3. Berita Jepang (784 M)
Berita
ini menceritakan perjalanan
pendeta Kanshin ke Indonesia. Dalam berita tersebut dikemukakan bahwa
kapal-kapal po-sse dan Ta-shih kuo mendarat di Indonesia, tepatnya di pelabuhan Kanton. Oleh
para ahli, istilah po-sse dan Ta-shih ditafsirkan sebagai orang-orang
Arab dan Persia. Bisa jadi mereka
dalam misi dakwah sambil berdagang di Indonesia.
pendapat di atas juga memberi gambaran
bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan secara bersamaan untuk
tiap daerah, para ahli sependapat bahwa pengaruh Islam pertama kali muncul di
Sumatera.
B. Cara-cara Masuknya Islam ke
Indonesia
Masuknya Islam ke Indonesia pada
umumnya berjalan damai. Akan tetapi, adakalanya penyebaran Islam harus diwarnai
dengan cara-cara penaklukan. Hal itu terjadi jika situasi politik
kerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan. Secara
umum, Islam masuk ke Indonesiadengan cara-cara berikut ini:
1. Perdagangan
Masuknya Islam ke Indonesia
melalui perdagangan terjadi pada tahap awal, yaitu sejalan dengan ramainya lalu
lintas perdagangan laut pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. pada masa itu,
pedagang muslim yang berdagang ke Indonesia makin banyak hingga akhirnya
membentuk pemukimen yang disebut Pekojan.
Dari tempat ini, mereka berinteraksi dan berasimilasi dengan masyarakat
asli seraya menyebarkan agama Islam.
2.
Perkawinan
Para pedagang yang datang ke
Indonesia banyak yang menikah dengan wanita pribumi. Sebelum perkawinan
berlangsung, wanita-wanita pribumi diminta untuk mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam
sebagai agamanya. Melalui proses seperti ini, kelompok mereka semakin besar dan
lambat laun berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
3. Pendidikan
Penyebaran Islam melalui
pendidikan dilakukan melalui pesantren-pesantren, khususnya oleh para kiyai.
Semakin terkenal kiyai yang mengajar di sebuah pesantren, semakin besar pula
pesantren tersebut ditengah masyarakat. Beberapa pesantren yang terkenal diantaranya
Pesantren Ampel Denta, milik sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Pesantren Sunan
Giri yang kebanyakan muridnya berasal dari Maluku. Disamping mengajar di
pesantren-pesantren, para kiyai juga sering kali menjadi penasehat para raja
atau bangsawan.
4.
Tasawuf
Penyebaran islam yang tidak
kalah pentingnya adalah melalui tasawuf. Tasawuf adalah ajaran atau cara untuk
mendekatkan diri kepada tuhan. Tasawuf lebih memudahkan orang yang telah
mempunyai dasar ketuhanan lain unutk mengerti dan menerima ajaran Islam. Ajaran
tasawuf banyak dijumpai dalam cerita-cerita babad dan hikayat masyarakat
setempat. Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang terkenal adalah Hamzah Fansuri,
Syamsudin, Syaikh Abdus Samad, dan Nurudin Ar-Raniri.
5.
Kesenian
Penyebaran agama Islam di Indonesia
terlihat pula pada kesenian Islam, seperti peninggalan seni bangunan, seni
pahat, seni musik, dan seni sastra. Hasil-hasil seni ini dapat juga dilihat
pada bangunan masjid-masjid kuno di Demak, Cirebon, Banten, dan Aceh.
C. Perkembangan Islam di Indonesia
Masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia tidak terlepas dari peranan para pedagang, khususnya para pedagang
Islam dari Gujarat dan Persia. Mereka datang ke daerah-daerah di Indonesiauntuk
berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam.dari interaksi para pedagang Islam
ini dengan penduduk setempat, agama Islam kemudian berkembang.
Kerajaan Samudera Pasai adalah
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Saat itu, Pasai menjadi pusat perdagangan
yang banyak disinggahi para pedagang dari berbagai Negara. Namun, peranan Pasai
kemudian menurun setelah berkembangnya pelabuhan Malaka di Semenanjung Malaya.
Pada abad ke-14 Malaka telah tumbuh menjadi pusat pertumbuhan terbesar di Asia
Tenggara. Para pedagang dari berbagai negara termasuk para pedagang Islam dari
Gujarat dan Persia menjadikan Malaka sebagai basis untuk juga mengunjungi
daerah-daerah di Indonesia. Dari interaksi dengan para pedagang inilah kemudian
islam berkembang dibeberapa daerah di Indonesia, termasuk Jawa.
Ada beberapa factor yang
menyebabkan agama Islam dapat berkembang dengan cepat di Indonesia, diantaranya
sebagai berikut:
1. Syarat untuk masuk agama Islam sangatlah mudah
2. Agama tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan
kasta
3. Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relatif damai (tanpa melalui kekerasan)
4. Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang
untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain
5. Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana.
Adapun perkembangan Islam di
beberapa wilayah di Indonesia sekitar abad ke-12 hingga abad ke-16 adalah
sebagai berikut:
1.
Pulau
Sumatera
Pada abad ke-7 M daerah Sumatera
bagian utara adalah pusat perdagangan rempah-rempah yang sangat ramai. Letak
pelabuhan yang berada di ujung utara Pulau Sumatera,menyebabkam daerah ini
menjadi tempat yang strategis untuk menunggu datangnya angin musim darai timur
laut yang menuju ke barat. Dalam selang
waktu tersebut, para pedagang Arab kemudian ikut menyebarkan agama Islam.
Sedangkan di bagian selatan, kemunduran Kerajaan Budha Sriwijaya pada abad ke-13 M,
dimanfaatkan oleh karajaan Islam Samudera Pasai untuk muncul sebagai kekuatan
ekonomi baru. Kerajaan
ini terletak dipesisir timur laut aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan islam
diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13 M. Sebagai hasil dari
proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
pedagang-pengadang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya. Bukti
berdirinya kerajaan ini adalah adanya nisan kubur terbuat dari granit asal
Samudera Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu
meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan
tahun 1297 M. Raja pertama adalah Malik al-Shaleh, yang diketahui melalui
tradisi hikayat raja-raja pasai. Hikayat Melayu, dan beberapa sumber penelitian
yang dilakukan para sarjana barat.
2. Pulau Jawa
Penyebaran agama Islam di Pulau
Jawa diperkirakan berasal dari Malaka. Namun, kapan tepatnya tidak diketahui
dengan pasti. Bukti tertua tentang agama Islam di Pulau Jawa berasal dari batu
nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik yang berangka tahun 1082 M. Fatimah
binti Maimun juga dikenal dengan nama Putri Leran atau Putri Dewa Swara. Namun,
hal itu tidak berarti bahwa pada saat
itu Islam sudah masuk ke daerah Jawa Timur. Setelah akhir abad ke-13 M,
bukti-bukti islamisasi sudah banyak ditemukan di Pulau Jawa. Hal ini dapat
dilihat dari penemuan beberapa batu nisan bercorak Islam di Troloyo, Trowulan,
dan Gresik.hal ini membuktkan bahwa komunitas masyarakat muslim mulai
berkembang baik di Jawa Timur, terutama di kota-kota pelabuhan.
UJI KOMPETENSI
I.
Berilah tanda silang (X) pada Jawaban a, b, c dan d yang
paling benar!
1. Ta Shih ditafsirkan sebagai….
a. Orang pribumi c.orang
Cina
b. Orang Belanda d.orang
Arab
2. Fo-Lo-An sekarang
lebih dikenal dengan nama….
a. Kuala Brag c.
Malaya
b. Kuala Lumpur d.
Melayu
3. Dibawah ini merupakan cara-cara masuknya islam di Nusantara,
kecuali….
a. Perdagangan c.
Penaklukan
b. Tasawuf d.
Pendidikan
4. Dibawah ini adalah
nama-nama tokoh tasawuf yang terkenal di Nusantara, kecuali….
a. Syekh Abdus Samad c.
Hamzah Fansuri
b. Syekh Hasan Az-zarqawi d.
Syamsudin
5. Dalam berita Ma-huan tahun….
Terdapat keterangan tentang adanya orang-orang muslaim yang tinggal dikota
Gresik.
a. 1416 b.
1418
b. 1415 d.
1426
6. Factor-faktor penyebab agama islam diterima dengan cepat di
Indonesia antara lain….
a. Tidak ada pembagian kasta c.
Tidak ada persyaratan
b. Tidak ada toleransi d.Tidak
ada pungutan pajak
7. Penyebaran agama islam di
Indonesia terlihat pula dalam keenian antara lain…
a. Reog c.
seni bela diri
b. Tari janger d.
seni pahat
8. Pesantren Ampel Denta diasuh oleh
sunan….
a. Giri c.
Drajat
b. Kali jaga d.
Ampel
9. Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat penyebaran agama islam
setelah Majapahit mengalami kemunduran sekitar abad ke….
a. 14 c.16
b. 15 d.
17
10. Samudra Pasai muncul sebagai kekuatan ekonomi baru setelah
Buddha Wijaya mengalami kemunduran pada
abad….
a. 13 c.
15
b. 14 d.16
II.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar !
1.
Sebutkan factor-faktor yang
menyebabkan islam mudah diterima di Indonesia!
2.
Sebutkan tokoh-tokoh penyebar
agama islam yang melaluijalan tasawuf di Indonesia!
3.
Apakah nama kerajaan islam
pertama di Indonesia?
4.
Dipulau manakah islam pertama
kali disebarkan oleh para pembawa islam ke Nusantara?
5.
Kemukakan pendapatmu tentang
perkembangan islam dipulau Jawa!
Paraf
Orang tua /Wali Murid
|
Nilai
Uji Kompetensi
|
Paraf
Guru /Wali kelas
|
(..............................)
|
|
(..............................)
|
BAB II
SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM
KELAS III SEMESTER
I
TUJUAN DAN DESKRIPSI
1.
Tujuan
Sebagaimana telah menjadi misi para akademisi,
bahwa pendidikan hendaknya di arahkan terhadap manifestasi ilmu pengetahuan
terhadap peserta didik dengan baik dan dapat dipahami secara mudah. oleh
karenanya tujuan dibuatnya buku adalah:
a.
Dalam rangka untuk menambah khazanah ilmu
pengetahuan peserta didik terhadap sejarah
perkembangan islam di Indonesia,
serta dapat menceritakan sejarah beberapa kerajaan islam yang ada di Jawa, Sumatera, dan
Sulawesi.
b.
Buku ini dapat dijadikan sumber
rujukan bagi pendidik, dan buku pegangan bagi peserta didik dalam upaya meningkatkan
c.
Sebagai bahan latihan bagi peserta didik, dan wahana
informasi yang mendukung untuk kesuksesan pembelajaran.
Untuk mencapai kebutuhan tersebut maka
dalam pembahasannya buku ini mengacu terhadap sumber-sumber yang terpercaya dan
relevan.
2. Deskripsi
Buku ini menawarkan
informasi yang kaya akan nilai-nilai sejarah tentang perkembangan beberapa
kerajaan-kerajaan islam di Indonesia baik yang ada di Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
Buku ini juga
memberikan manifestasi pengetahuan tentang kerajaan islam yang ada di Indonesia
secara sistematis sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh peserta didik.
Dalam buku ini akan
dijelaskan tentang proses berdirinya kerajaan-kerajaan islam di Indonesia,
latar belakang berdirinya kerajaan –kerajaan islam di Indonesia, Menyebutkan
Pendiri Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Menguraikan perkembangan kemajuan-kemajuan
yang dicapai kerajaan-kerajaan islam di Indonesia dan bertujuan untuk
Menjelaskan sebab-sebab kemunduran kerajaan-kerajaan islam yang ada di
Indonesia.
KATA KUNCI
BAB II
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
1.
Standar Kompetensi
Memahami
perkembangan Islam di Indonesia.
2.
Kompetensi Dasar
Menceritakan
sejarah beberapa kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
3.
Materi Pokok
Perkembangan
Islam di Indonesia
4.
Indikator Pencapaian
Setelah mempelajari buku ini Anda dapat:
a.
Menjelaskan proses berdirinya
kerajaan-kerajaan islam di Indonesia;
b.
Menguraikan latar belakang
berdirinya kerajaan –kerajaan islam di Indonesia;
c.
Menyebutkan Pendiri
Kerajaan-kerajaan Islam di indonesia;
d.
Menguraikan perkembangan kemajuan-kemajuan
yang dicapai kerajaan-kerajaan islam di Indonesia.
e.
Menjelaskan sebab-sebab
kemunduran kerajaan-kerajaan islam yang ada di Indonesia.
--------<<<<<
>>>>>-------
A.
Kerajaan Samudera Pasai
1.
Pendahuluan
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai.
Kerajaan ini terletak dipesisir timur laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan
Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13 M. Sebagai hasil dari
proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang
muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan ini
adalah adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan
itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan
Ramadhan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. raja
pertama adalah Malik al-Shaleh, yang diketahui melalui tradisi Hikayat
Raja-raja pasai. Hikayat melayu, dan beberapa sumber penelitian yang dilakukan
para sarjana barat [1]).
Pendapat bahwa islam sudah
berkembang disana sejak awal abad ke-13 M didukung oleh berita Cina dan
pendapat Ibn Battutah, seorang pengembara terkenal asal Maroko yang pada
pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M) mengunjungi Samudera Pasai dalam
perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudera Pasai diperintah oleh
sultan Malik Al-Zahir putera sultan Malik Al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina,
pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil Sa-Mu-La (Samudera) mengirim
kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama-nama muslim, yakni Husein
dan Sulaiman. Ibn Battutah menyatakan bahwa islam sudah hampir se- Abad lamanya
disiarkan disana. Dia meriwayatkan kesalehan kerendah hati dan semangat
keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, mengikuti madzhab Syafi’i.
Berdasarkan beritanya pula, kerajaan Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat
studi agama islam dan tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri islam
untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan[2]).
Keterangan ibnu Battutah tersebut dapat ditarik kepada sistem pendidikan
yang berlaku dizaman kerajaan Pase sebagai berikut:
1.
Materi pendidikan
dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqh Mazhab Syafi’i;
2.
Sistem
pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqah;
3.
Tokoh pemerintahan
merangkap sebagai tokoh ulama;
2.
Proses berdirinya
Kerajaan Samudera Pasai
Menurut pendapat Prof. A.
Hasymy, berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh
Al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat
pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9.
Perlak berkembang sebagai
pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang
yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak
mengalami kemunduran.
Dengan kemunduran Perlak,
maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama Marah Silu dari Samudra yang
berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. kedua daerah tersebut
dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai. Untuk lebih
jelasnya Perhatikan peta berikut:
Gambar:
1.1. Lokasi Kerajaan Samudera Pasai
Dengan posisi yang strategis tersebut, Samudra Pasai berkembang
menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat, dan di pihak lain Samudra Pasai
berkembang sebagai Bandar transito yang menghubungkan para pedagang Islam yang
datang dari arah barat dan para pedagang Islam yang datang dari arah timur.
Keadaan ini mengakibatkan Samudra Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat
pada masa itu baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.
3.
Pendiri Kerajaan Samudera Pasai
Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai bermula ketika Al-Malik
Al-Saleh(Merah Silu) menikah dengan putri kerajaan perlak dan mendapatkan 2
orang anak, Malik az-Zahir dan al-Malik al-Mansur. Secara ringkas periode kepemimpinan kerajaan Samudera Pasai
adalah sebagai berikut:
1.
Sultan Malik al-Saleh (1285
– 1297).
2.
Sultan Muhammad (Malik az-Zahir
I) (1297-1326);
3.
Sultan Ahmad (Malik az-Zahir
II) (1326-1348).
4.
Sultan Zaenal Abidin (Malik
az-Zahir III). (1405).
Ketika Sultan Zaenal Abidin
menggantikan ayahandanya Al-Malik az-Zahir II, Sultan Zaenal Abidin memerintah
kerajaan Samudera Pasai dalam usianya yang masih belia[4]).
4. Kemajuan-Kemajuan yang dicapai Kerajaan Samudera Pasai
Menurut hikayat raja-raja pasai, lokasi pertama yang menjadi pusat kerajaan adalah muara sungai
pasangan. Sungai ini cukup lebar dan dalam sehingga dapat dilayari perhu dan
kapal dagang sampai kedaerah pedalaman.
Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai
menggantikan peranan Sriwijaya di
Selat Malaka.
Samudera Pasai merupakan pusat perdagangan penting. Lokasinya sangat
strategis sebgai penghubung pusat-pusat perdagangan lainnya di Nusantara, india, Cina, dan Arab. Setiap pelayaran dari
barat yang melintasi kerajaan ini dikenai pajak. Pajak ini menjadi sumber
pendapatan utama kerajaan. Kemampuan mereka untuk mengawasi serta menguasai
jalur pelayaran dan perdagangan diselat Malaka merupakan tanda bahwa kerajaan
ini cukup disegani.
Dari rekaman sejarah Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas
pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie,
Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal
ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah. Menurut cerita Ibnu Batulah, perdagangan di Samudra Pasai
semakin ramai dan bertambah maju karena didukung oleh armada laut yang kuat,
sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus
dan emas. Dan untuk kepentingan
perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).
ditemukan uang dirham emas yang mereka gunakan. Yang menandakan pada masa
itu alat tukar yang sah sudah menggunakan mata uang. Dimata uang itu tertulis
nama para sultan yang memerintah kerajaan Samudera Pasai. Menurut sejarawan Belanda,
H.K.J. Cowan, yang meneliti mata uang tersebut, nama-nama pada mata uang itu
merupakan bukti historis kerajaan Samudera Pasai.
Kemajuan dalam bidang ekonomi membawa dampak pada kehidupan sosial,
masyarakat Samudra Pasai menjadi
makmur. Dan di samping itu juga kehidupan masyarakatnya diwarnai dengan semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati
sesuai dengan syariat Islam.
Hubungan antara Sultan dengan rakyat terjalin baik. Sultan biasa
melakukan musyawarah dan bertukar
pikiran dengan para ulama, dan Sultan juga sangat hormat pada para tamu yang datang, bahkan tidak jarang
memberikan tanda mata kepada para tamu.
5.
Sebab-sebab kemunduran Kerajaan Samudera
Pasai
Kedatangan bangsa Portugis ke Nusantara membawa
dampak yang cukup merugikan. penyerangan Portugis ke kerajaan Samudera Pasai
mengakibatkan kerajaan Samudera Pasai takluk ke tangan Portugis pada tahun
1521, dan dikuasai selama 3 tahun. Kemudian sejak 1524, kesultanan Aceh yang
berpusat di Bandar Aceh Darussalam menguasai kerajaan ini.[5])
B.
Kesultanan Malaka/Kerajaan
Malaka
1.
Pendahuluan
Kerajaan islam di semenanjung Malaka (kini: Malaysia) ini terletak sangat
strategis, yaitu berada dijalur pelayaran serta perdagangan antara wilayah Asia
Timur dan Asia Barat. Sebelum menjadi sebuah kesultanan, kerajaan Malaka pernah
dikuasai oleh kerajaan Majapahit. Namun setelah lepas dari kerajaan itu, Malaka
menjadi pusat sebuah kerajaan islam (kesultanan Malaka). Sebagai sebuah
kesultanan yang kuat dan kaya, Malaka sangat berjasa dalam menyebarkan islam
keseluruh negeri taklukannya, seperti ke Pahang, Terengganu, Kedah, Pattani,
dan Kelantan. Disamping itu beberapa daerah di Sumatera, seperti Rokan dan Kampar
serta pulau Jawa, juga menerima penyebaran agama islam dari Malaka. Kesultanan Malaka
sebagai pusat politik islam berkhir ketika Portugis menaklukkan Malaka pada
tahun 1511.
2.
Proses Berdirinya
Kerajaan Malaka
Pramesywara adalah pendiri kesultanan Malaka pada abad ke-14. Dia berasal
dari Pelembang (Sriwijaya). Ketika dikerajaan Sriwijaya terjadi perebutan
kekuasaan, Pramesywara menyingkir ke Singapura, lalu menyingkir lagi ke Malaka
karena wilayah itu mendapatkan serangan dari Majapahit. Disana dia membangun
pemukiman besar atas bantuan sejumlah orang melayu dari palembang.
Bahkan, dia juga bekerja sama dengan perompak, dia memaksa kapal-kapal
dagang yang melewati selat Malaka singgah dipelabuhannya guna mendapatkan surat
jalan. Untuk mengamankan kekuasaannya dari penguasa Siam dan Majapahit, Pramesywara
menjalin hubungan dengan Kaisar Ming, penguasa Cina yang mengirimkan
balatentara dibawah pimpinan Cheng Ho (1409 dan 1414). Dengan begitu Pramesywara
berhasil mengembangkan Malaka secara cepat dan dapat mengambil peran Sriwijaya
dimasalalu.
3.
Pendiri Kerajaan Malaka
Kesultanan Malaka diantaranya dipimpin oleh:
1.
Muhammad Iskandar Syah (Pramesywara)
(1400-1414);
2.
Sultan Muhammad
Syah (Sri Maharaja) (1414-1444);
3.
Sri Paramesywara
Dewa Syah (Ibrahim/Abu Sa’id) (1444-1445);
4.
Sultan Muzaffar
Syah (Kasim) (1445-1459);
5.
Sultan Mansur Syah
(Abdullah) (1459-1477);
6.
Sultan Alaudin
Riayat Syah (1477-148);
7.
Sultan Mahmud Syah I
(1488-1511).
Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Kasim yang
bergelar Sultan Muzaffar Syah (1445-1459). Pada masa kepemimpinannya, Kasim berhasil
memperluas wilayah kekuasannya ke Pahang, Terengganu, dan Pattani disemenanjung
Malaka, serta Kampar dan Indragiri di Sumatera.
4.
Kemajuan-Kemajuan
yang Dicapai Kerajaan Malaka
Pada akhir abad ke-15, Malaka berkedudukan sebagai pusat perdagangan
terpenting di Asia pada umumnya, dan Nusantara pada Khusunya. Ketika itu mata
uang sebagai alat tukar-menukar barang dagangan telah digunakan[6]).
Luasnya pergaulan yang dilakukan kerajaan Malaka terhadap kerajaan lainnya,
menyebabkan kerajaan Malaka bertambah makmur. Perniagaan menjadi sangat maju
hingga sampai ke India, Parsi dan Arab, disamping Siam, Tiongkok dan Jawa. Jasa
kerajaan islam Malaka adalah keberhasilannya menyusun adat-istiadat kerajaaan
yang disesuaikan dengan ajaran islam yang tertuang dalam “Undang-Undang
Kerajaan Malaka”. Sampai masa-masa terakhir, adat tata cara ini sebagiannya
masih terpakai pada beberapa kerajaan melayu.
5.
Sebab-Sebab
Kemunduran Kerajaan Malaka
Disebutkan bahwa kemunduran kerajaan Malaka adalah sebuah akibat dari
perangai buruk Sultan Mahmud Syah. Keharuman dan kebesaran Malaka tidak lagi dapat
dipertahankan karena sultan, tetapi karena keahlian bendahara Sri Maharaja
(jabatan tertinggi setelah sultan) yang nama aslinya adalah Tun Mutahir.
Kemasyhuran bendahara menyebabkan iri hati sultan Mahmud Syah dan hal ini
berlangsung sampai terjadi serangan Portugis I dibawah pimpinan kapten Diego
Lopez de Sequeira yang dapat dipukul mundur oleh Malaka dibawah pimpinan
bendahara. Dengan kemenangan ini sultan bertambah iri dan dengan tuduhan
korupsi dan penyalah gunaan wewenang, bendahara dihukum mati bersama panglima
perang yang telah mempertahankan Malaka dari serbuan Portugis.
Ketika Portugis datang kembali dengan laskar yang lebih besar (+
1000 orang) dibawah pimpinan Alfonso d’ Albuquerque (1511), sultan Mahmud tidak
lagi didampingi oleh orang-orang yang cakap, berusaha untuk berdamai; tetapi
karena tuntutan pihak Portugis terlalu berat, perang pun tidak dapat dihindari
lagi. Hanya dalam waktu 10 hari kerajaan Malaka jatuh ketangan Portugis[7]).
C.
Kesultanan Aceh Darussalam
1. Pendahuluan
Adalah kerajaan yang terletak di
ujung pulau Sumatera. kerajaan ini
dikembangkan oleh sultan Ali Mughayat Syah. Menurut hikayat Aceh pendiri
Darussalam sebenarnya adalah sultan Musaffar Syah, setelah menklukkan Inayat
Syah, raja Darulkamal dan menggabungkan kerajaannya, Makuta Alam dengan
kerajaan taklukannya tersebut.
Kesultanan Aceh Darussalam berdiri
menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360 ditaklukkan oleh Majapahit
hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara
pulau Sumatera
dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan
pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H
atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya
yang panjang itu (1496
- 1903),
Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan,
terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan
militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem
pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian
ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan
negara lain.
2. Proses Berdirinya
Kerajaan Aceh Darussalam
Aceh Darussalam adalah kerajaan
islam Aceh yang dikembangkan oleh Sultan Ali Mugayat Syah. Menurut hikayat Aceh,
pendiri Darussalam sebenarnya adalah sultan Musaffar Syah, setelah menaklukkan
Inayat Syah, raja Darulkamal dan menggabungkan kerajaaannya, Makuta Alam,
dengan kerajaan taklukannya tersebut. Musafffar syah kalah perang dengan sultan
Ma’ruf Syah dari Pedir (1497). Penguasa dikerajaan Musaffar Syah (Darussalam)
dipercayakan kepada Syamsu Syah ini adalah Ali Mugayat Syah yang berhasil
melepaskan Darussalam dari Pedir. Sultan Ali Mughayat Syah kemudian menaklukkan
kerajaan-kerajaan kecil disekitar Darussalam, (yang agaknya semula bernama Lamuri),
termasuk Daya, Pedir dan Pasai, dan sekaligus membebaskan Aceh dari intervensi Portugis,
3. Pendiri Kerajaan Aceh
Darussalam
Berikut adalah Sultan Kerajaan Aceh
Darussalam yang pernah mengomandoi Kerajaan Aceh darussalam:
1.
Sultan Ali Mughayat Syah
(1496-1528 M)
2.
Sultan Salahuddin
(1528-1537).
3.
Sultan Ala‘ al-Din
al-Kahhar (1537-1568).
4.
Sultan Husein Ali Riayat
Syah (1568-1575)
5.
Sultan Muda (1575)
6.
Sultan Sri Alam
(1575-1576).
7.
Sultan Zain al-Abidin
(1576-1577).
8.
Sultan Ala‘ al-Din Mansur
Syah (1577-1589)
9.
Sultan Buyong (1589-1596)
10.
Sultan Ala‘ al-Din Riayat
Syah Sayyid al
11.
Mukammil (1596-1604).
12.
Sultan Ali Riayat Syah
(1604-1607)
13.
Sultan Iskandar Muda Johan
Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
14.
Iskandar Thani (1636-1641).
15.
Sri Ratu Safi al-Din Taj
al-Alam (1641-1675).
16.
Sri Ratu Naqi al-Din Nur
al-Alam (1675-1678)
17.
Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat
Syah (1678-1688)
18.
Sri Ratu Kamalat Syah Zinat
al-Din (1688-1699)
19.
Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim
Jamal al-Din (1699-1702)
20.
Sultan Perkasa Alam Syarif
Lamtui (1702-1703)
21.
Sultan Jamal al-Alam Badr
al-Munir (1703-1726)
22.
Sultan Jauhar al-Alam Amin
al-Din (1726)
23.
Sultan Syams al-Alam
(1726-1727)
24.
Sultan Ala‘ al-Din Ahmad
Syah (1727-1735)
25.
Sultan Ala‘ al-Din Johan
Syah (1735-1760)
26.
Sultan Mahmud Syah
(1760-1781)
27.
Sultan Badr al-Din
(1781-1785)
28.
Sultan Sulaiman Syah
(1785-…)
29.
Alauddin Muhammad Daud
Syah.
30.
Sultan Ala‘ al-Din Jauhar
al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
31.
Sultan Syarif Saif al-Alam
(1815-1818)
32.
Sultan Muhammad Syah
(1824-1838)
33.
Sultan Sulaiman Syah
(1838-1857)
34.
Sultan Mansur Syah
(1857-1870)
35.
Sultan Mahmud Syah
(1870-1874)
36.
Sultan Muhammad Daud Syah
(1874-1903)
Dari tangan raja-raja tersebutlah kerjaan dibangun dan dibesarkan, pasang
surut kerajaan Aceh juga berkat jasa-jasa para sultan dan sultanah tersebut
diatas.
4. Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh
terletak didaerah yang sekarang dikenal dengan nama kabupaten Aceh besar. di
kota itulah juga terletak ibukotanya. Anas Machmud berpendapat kerajaan Aceh berdiri
pada abad ke-15 M diatas puing-puing kerajaan Lamuri., oleh Muzaffar Syah
(1465-1497 M) dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. Menurutnya pada masa
pemerintahannya Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang
perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka
memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis (1511 M).
Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis itu, jalan dagang yang
sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui selat Karimata terus ke Malaka,
pindah melalui selat Sunda dan menyusur pantai barat Sumatra, terus ke Aceh
dengan demikian Aceh menjadi tempat yang ramai
dikunjungi saudagar dari penjuru negeri [8]).
Puncak kejayaan
yang dicapai oleh kerajaan Aceh Darussalam adalah ketika Aceh dibawah pimpinan
Sultan Iskandar Muda yang memerintah antara tahun1607-1636. Pada masa
pemerintahannya dan juga penggantinya (Iskandar Sani, asli Pahan dan menantu Iskandar
Muda) yang bergelar sultan Ala’uddin Mugayat Syah (1636-1641) Aceh mencapai
puncak kejayaannya, perluasan wilayah, perdagangan dan hubungan internasional
maju pesat. Islam semakin berkembang, terutama dengan munculnya tokoh-tokoh
ulama, seperti Syamsuddin Pasai (Sumatrani) dari ulama-ulama tsawuf, Abdurrauf
dari singkel dan Nuruddin Ar-Raniri dari Ulama fikih.
5. Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Aceh Darussalam
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula
sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda
di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam
pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan
kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.
D. Kerajaan Demak
1. Pendahuluan
Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang
didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini
sebelumnya merupakan keadipatian (Kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit,
dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa
dan Indonesia
pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami
kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan.
Pada
tahun 1568,
kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir.
Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan
didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu
masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa),
saat ini telah menjadi kota
Demak
di Jawa Tengah.
Periode ketika beribukota di sana
kadang-kadang dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4
ibukota dipindahkan ke Prawata
(dibaca "Prawoto")[9]).
2. Proses Berdirinya Kerajaan
Demak
Kerajaan Demak adalah kerajaan islam
pertama di Jawa setelah jatuhnya kerajaan hindu Majapahit, kerajaaan islam diJawa
tengah ini; semula bernama Gelagah Wangi, sebuah desa disebelah selatan Jepara,
hadiah dari prabu Brawijaya V (kertabumi, raja Majapahit) kepada puteranya, Raden
Patah yang juga disebut pangeran Jimbun. Disitulah didirikan pesantren, dan dengan bantuan para wali
didirikan pula mesjid yang sekarang disebut mesjid agung Demak. Oleh prabu Brawijaya,
Raden Patah diangkat menjadi pangeran adipati Bintara. Tahun 147 Majapahit
ditaklukkan prabu Gigindrawardana dari Kediri
yang mengangkat dirinya sebagai prabu Brawijaya VI. Peristiwa ini ditandai
dengan canda sengkala ”sirna
Hilaang krtaning Bhumi” (1478/1400 sangka) pada kesempatan ini para wali
mengangkat Raden Patah sebagai pelanjut keturunan Brawijaya V sebagai sultan di
Bintara Demak (kapan Glagah Wangi beralih nama menjadi Bintara Demak belum
diketahui dengan pasti) dengan gelar sultan Alam Akbar Al Fattah. Menurut
sumber lain, sunan ngampel memberi nama kepada Raden Patah senapati Jimbun
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Gama. Raden Patah memang
lahir dan menjadi besar dipalembang. Menurut sejarahnya ketika Raden Patah
masih dalam kandungan ibunya yang berasal dari Cina, ibu muda ini diceraikan
oleh Brawijaya V dan dihadiahkan kepada Aria Damar, adipati Palembang. Sementara itu, Girindrawardana yang
memerintah Majapahit, pada 1498 dikalahkan oleh prabu Udaya yang kemudian
menamakan dirinya Brawijaya VII.
3. Pendiri Kerajaan Demak
Demak adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama di pulau Jawa. Kerajaan ini
didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden Patah adalah
bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara,
Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari Walisanga, yang terdiri atas
sembilan orang ulama besar,
pendakwah islam paling awal di pulau Jawa.
Secara beruturut-turut, hanya tiga
sultan Demak yang namanya cukup terkenal, Yakni Raden Patah sebagai raja
pertama, Adipati Muhammad Yunus atau Pati Unus sebagai raja kedua, dan Sultan Trenggana,
saudara Pati Unus, sebagai raja ketiga (1524 – 1546).
4. Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan yang
mempunyai armada perang yang cukup kuat, terdiri atas pasukan darat dan laut. Demak
juga merupakan kerajaan yang paling berjasa menyebarkan agama islam di Jawa
timur dan Jawa.
Dalam masa pemerintahan Raden
Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan
pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan
musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa).
Di
Bintara, Raden Patah juga mendirikan pondok pesantren. Penyiaran agama
dilaksanakan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan,
daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan perniagaan. Selain itu, ia juga
membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal
dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh
walisanga.
5. Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Demak
Pada masa pemerintahan sultan Trenggana
yang memerintah antara
1521-1546. Pada masa pemerintahan sultan Trenggana ini, Demak mengalami masa
kejayaannya, tetapi juga merupakan akhir dari perjalanan sejarahnya. Sultan
terenggana bercita-cita untuk mengislamkan seluruh jawa. Untuk Jawa barat, pengislamannya
diserahkan kepada pendatang yang luas pengetahuan islamnya, ahli dalam bidang strategi militer dan cakap pula
mengatur pemerintahan yaitu Fatahillah atau Syarif Hidayatullah yang setelah
wafatnya dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Fatahillah ketika berangkat ke Jawa
barat sudah menjadi ipar sunan Trenggana ini dapat menyelesaikan tugasnya
dengan sukses. Sebaliknya sultan Trenggana sendiri, dalam usaha penaklukannya
kedaerah-daerah di Jawa timur,
pada awal-awal usahanya memang berhasil dengan gemilang akan tetapi ketika
sampai pada usahanya untuk menaklukkan Blambangan diujung tenggara Jawa Timur,
ia gugur dalam pertempuran yang sengit di Penarukan. Akibatnya tidak hanya
usaha penaklukannya atas Blambangan gagal, tetapi Demak lalu menjadi ajang
perebutan kekuasaan antara para kerabat.
Sunan Prawata yang menjadi putra
mahkota, dibunuh oleh suruhan Arya Penangsang adipati Jipang, yang juga
menginginkan tahta Demak. Pangeran Hadiri yang menjadi adipati di Jepara dan suami dari anak perempuan
sultan Trenggana, ratu Kalinyamat, juga dibunuh oleh putra pangeran Sekar Seda
Lepen ini.
Tinggal satu orang lagi, bagi arya
panangsang, yang harus dilenyapkan, yaitu adipati pajang, adiwijaya menantu
sultan Trenggana yang lain . adiwijaya yang ketika kecilnya bernama Mas Krebet atau
Jaka Tingkir, putra pangeran Handayaningrat (Kebo Kenanga) yang dihukum mati
oleh Sunan Kudus karena menjadi penganut ajaran Syekh Siti Jenar, ternyata
menjadi batu sandungan bagi arya panangsang untuk merealisasikan ambisinya.
Meskipun ia dibantu oleh sunan
kudus, ternyata dalam pertempuran, ia terbunuh oleh Adiwijaya. Perangkat
upacara kerajaan, diangkut ke pajang, dan dengan demikian, berakhirlah Demak
sebagai pusat kerajaan islam
di Jawa dan pusat dakwah islamiyah.
E. Kerajaan Banten
1. Pendahuluan
Merupakan kerajaan islam
di ujung barat Jawa barat. Pendirinya adalah sunan Gunung Jati (Fatahillah)
setelah berhasil merebut kota
pelabuhan itu dari tangan bupati sunda yang menjadi penguasa kota itu berkat
bantuan laskar dari Demak. Peristiwa itu terjadi pada 1525. Setelah kerajaan
itu cukup kokoh, lebih-lebih setelah dapat menguasai Sunda Kelapa, pada 1522 Sunan
Gunung Jati pindah ke Cirebon
dan wafat disana. Untuk penguasa dikerajaan itu, diangkatnya putranya, Hasanuddin,
sebagai raja. Ia nikah dengan putri Demak dan mendapat dua orang anak
laki-laki.
Yang sulung, Maulana Yusuf,
dicalonkan untuk menjadi gantinya nanti. Adiknya pangeran Aryo diasuh oleh bibi
dari pihak ibunya, ratu Kalinyamat di Jepara yang tidak berputra (mungkin
karena suaminya, pangeran Hadiri, terlalu cepat terbunuh oleh Arya Penangsang).
Setelah bibinya meninggal, ia menjadi adipati di Jepara dan terkenal dengan
nama Pangeran Jepara.
2. Proses Berdirinya
Kerajaan Banten
Ketika masih dalam penguasaan raja-raja Sunda Pajajaran atau
sebelumnya daerah Banten sudah merupakan kota
yang berarti dan dalam cerita Parahyangan disebut-sebut dengan cerita Wahanten
Girang. Sebuah kota pelabuhan diujung barat pantai utara Jawa pada tahun 1524
atau 1225 Sunan Gunung Jati dari Cirebon mengadakan kunjungan dan meletakkan
dasar-dasar agama dan kerajaan islam serta perdagangan islam di sana.
Untuk menyebarkan islam di Jawa Barat beliau menduduki pelabuhan Sunda
Kuno + 1527 beliau memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat
lainnya yang semula masuk dalam wilayah Pajajaran.
Setelah Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon penguasaan terhadap Banten
diserahkan kepada putranya Hasanuddin dan
pada tahun 1568 M, Hasanuddin memerdekakan Banten dan kemudian Hasanuddin
dinobatkan sebagai Raja Pertama di Banten. Hasanuddin wafat + 1570 M dan
diganti Putranya Yusuf.
3. Pendiri Kerajaan Banten
Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja
yang memerintah di kerajaan tersebut. Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang
raja-raja yang memerintah di Banten, simaklah silsilah raja-raja Banten berikut
ini.
1.
Sultan
Hasannudin (1552 – 1570)
2.
Panembahan
Yusuf (1570 – 1580)
3.
Maulana
Muhammad (1580 – 1596)
4.
Abulmufakir
(1596 – 1640)
5.
Abumaali
Achmad (1640 – 1651)
6.
Sultan
Abdul Fatah/Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 682)
7. Abdulnasar Abdulkahar/Sultan Haji
(1682 – 1687)
Dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha melepaskan diri
dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah keuasaannya di Jawa
Barat yaitu dengan menduduki Pajajaran tahun 1519.
4. Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Banten
Kerajaan Banten merupakan daerah
perekonomian rempah-rempah yang cukup besar, Banten merupakan daerah penghasil
lada, terutama ketika sultan Hasanuddin dapat meluaskan kekuasaannya di Lampung
dan daerah sekitarnya, sehingga Banten merupakan kerajaan penghasil lada yang
besar dan suatu komoditi ekspor yang amat penting waktu itu.
Perdagangan lada ini menjadikan Banten
kota pelabuhan yang ramai, disinggahi kapal-kapal dagang dari Cina, India dan Eropa.
Mungkin nama sura saji diberikan kepada kota
pelabuhan Banten setelah diperbesar pada masa Hasanuddin ini yang dipimpin oleh
seseorang penguasa pelabuhan. Banten lama, Banten girang, letaknya lebih kearah
hulu sungai.
Setelah sultan Hasanuddin wafat
pada tahun yang sama dengan ayahnya, 1570, setelah sempat memisahkan diri dari Demak.
Dalam cerita Banten, ia terkenal dengan nama Anumerta Pangeran Saba Kingking,
sesuai dengan tempat ia dimakamkan, tidak jauh dari Banten. gantinya Maulana Yusuf Panembahan
Pangkalan Gede, memerintah antara tahun 1570-1580. Selama masa pemerintahannya,
ia mendirikan masjid agung Banten, membuat perbentengan yang kuat,
memperluas perkampungan dan persawahan
serta mengusahakan irigasi dan bendungan-bendungan.
Pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa (1651-1680) Banten merupakan ladang Pertanian, perdagangan begitu besar dan berkembang pesat. Begitu
pula perkembangan hubungan diplomasi dengan kerajaan luar negeri seperti Mugal,
Turki dan Syarif Mekah.
5. Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Banten.
Tatkala sultan Maulana Yusuf jatuh
sakit menjelang wafatnya, Pangeran Aryo (Pangeran Jepara) datang ke Banten untuk menggantikan saudaranya
(Maulana Yusuf) dengan diiringkan oleh pengawal bersenjata. Perselisihan
terjadi sehingga timbul pertempuran yang berakhir dengan kembalinya pangeran Aryo
ke jepara. Setelah Maulana Yusuf wafat dalam usia muda, diangkatlah putranya, Maulana
Muhammad yang baru berusia 9 tahun sebagai ganti ayahnya dengan gelar Kanjeng
Ratu Banten. Dan memerintah antara 150-1596 karena masih anak-anak, ia
didampingi oleh mangkubumi yang bertindak sebagai walinya. Mungkin karena
kemudaannya, tidak hanya kena pengaruh walinya, tetapi juga ia terpengaruh oleh
adipati Demak yang mengungsi ke Banten.
Pangeran
Mas karena kekalahannya melawan
Mataram. Ia yang lebih tua sedikit dari maulana Muhammad membujuk
saudaranya itu untuk melakukan ekspedisi ke Palembang. Waktu melakukan pengepungan
terhadap kota
itu, maulana Muhammad yang masih muda itu
(25 tahun) gugur, dan hal itu terjadi pada 1596. Putranya yang baru berusia 5 bulan.
Abulmufakir Mahmud Abdulkadir, diangkat sebagai gantinya dengan Jayanegara yang
bertindak sebagai walinya. Pada 22 juni 1596, Cournelis de Houtman dalam
pelayaran pertamanya melabuhkan 4 buah kapal Belanda di Banten.
Mangkubumi Jayanegara wafat 1602
(tahun berdirinya VOC), digantikan oleh ayah tiri sultan yang ternyata lemah
dan terbunuh 1608. Mangkubumi selanjutnya adalah Ranamenggala yang berusaha
mempertahankan integritas Banten dari rongrongan Belanda. Belanda mengalihkan
perhatian ke Jayakarta yang dipimpin oleh pangeran Wijayakarma. Karena ingin Jayakarta
maju, ia membolehkan Belanda membangun loji, tetapi juga membolehkan inggris
hal yang sama. Timbul perselisihan dan sementara itu, Ranamenggala tidak senang
atas prakarsa Wijayakarma tanpa seizin Banten. Timbul kemelut yang akibatnya
Y.P. Coen yang sudah jadi gubernur jenderal minta bantuan ke Maluku dan
berhasil merebut Jayakarta yang kemudian namanya diganti menjadi Batavia.
Sultan Abulmufakkir digantikan
oleh putranya Abdul Maali Rahmatullah yang keduanya lemah. Banten bangkit
kembali ketika sultan Abul Fatah yang lebih terkenal dengan sebutan Sultan
Ageng Tirtayasa berkuasa (1651-1680). Pertanian dan Perdagangan maju, demikian
pula agama islam. Ulama-ulama besar didatangkan termasuk Syekh Yusuf dari Sulawesi yang kemudian diambil menantu. Surat menyurat dan utus mengutus dilakukan
sampai kekerajaan Mugal, Turki dan Syarif di Mekah. Tahun 1661, putra nya, Pangeran
Ratu, diangkat menjadi raja kedua dengan gelar sultan Abunnasar Abdulkahar dan
terkenal dengan sebutan Sultan Haji. Ketika terjadi perselisihan antara ayah
dengan anak ini. Si anak minta bantuan VOC. Sultan yang sudah tua itu ditawan
di dalam benteng Batavia
dan wafat 1695. Sejak itu kedaulatan Banten dapat dikatakan hilang, tunduk
kepada kemauan Belanda.
F.
Kerajaan
Mataram
1. Pendahuluan
Adalah kerajaan islam di Jawa tengah yang pendiriannya dirintis
oleh ki Gede (ki Ageng) Pemanahan dan semula berlokasi di daerah yang sekaran
gbernama kotagede (dekat Yogyakarta). Konon daerah itu dihadiahkan oleh sultan Hadiwijaya,
raja Pajang, kepada ki Gede Pamanahan yang juga senapati Pajang, karena
keberhasilannya mengalahkan Arya Penangsang yang juga berhak atas tahta Demak
sepeninggal sultan Tenggana.
Setelah ki Gede Pemanahan wafat
1575, ia digantikan oleh putranya. Sutan Wijaya, yang juga putra angkat Sultan
Hadiwijaya dan mewarisi jabatan ayahnya sebagai senapati Pajang. Karena kecerdikannya, para bupati disebelah barat Mataram,
tidak lagi menyampaikan upeti ke Pajang, tetapi ke Mataram.
2. Proses Berdirinya
Kerajaan Mataram
Kerajaan ini berdiri ketika Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir) dari
Pajang meminta bantuan kepada Ki Pemanahan yang berasal dari daerah pedalaman
untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang sebagaimana telah
dibahas pada kerajaan Pajang sebelumnya. Sebagai hadiahnya, Sultan
menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Pemanahan pada tahun 1577 M yang selanjutnya
menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.
Senapati anak dari Ki Pemanahan pada tahun 1584 dikukuhkan oleh Sultan
Pajang sebagai Sultan Mataram pertama. Setelah pangeran Benawa anak sultan
Adiwijaya menawarkan kekuasaan terhadap Pajang kepada Senapati, meskipun
menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan diantaranya adalah Gong Kiai Sekar
Delime, Kendali Kiai Macan Guguh, dan Plana Kiai Jatayu, namun dalam tradisi Jawa
kuno, penyerahan benda-benda pusaka itu sama dengan menyerahkan kekuasaan.
Senapati meninggal dunia 1601M diganti puteranya Seda Ing Karapyak
yang memerintah sampai tahun 1613 M dan diganti oleh putranya Sultan Agung yang
melanjutkan usaha ayahandanya sehingga pada tahun 1619 M, seluruh Jawa Timur
praktis dibawah pemerintahan Sultan Agung Mataram.
3. Pendiri Kerajaan Mataram
Dalam proses berdirinya kerajaan Mataram ditandai
dengan banyak peristiwa penting diantaranya adalah:
1558 - Ki
Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas
jasanya mengalahkan Arya Penangsang.
1577 - Ki
Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584 - Ki
Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng
Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring
Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).
1587 - Pasukan
Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai
letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588
- Mataram menjadi kerajaan
dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin
Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601
- Panembahan Senopati wafat
dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan
kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat
saat berburu (Jawa: krapyak).
1613
- Mas Jolang wafat, kemudian
digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit,
kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang
digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita
Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar
"Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau
menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga
Abdurrahman"
1645 - Sultan
Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
1645 - 1677 - Pertentangan dan
perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.
1677 - Trunajaya
merangsek menuju Ibu Kota Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota
dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang
diserahi tanggung Jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar
Susuhunan Ing Ngalaga.
1680 -
Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibukota ke Kartasura.
1681 -
Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.
1703 - Susuhunan
Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III.
1704 - Dengan
bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal
Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan
pengasingan.
1708 - Susuhunan
Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.
1719 - Susuhunan
Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan
Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723).
1726 - Susuhunan
Amangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan
Paku Buwono II.
1742 - Ibukota
Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam
pengasingan.
1743 - Dengan
bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan
keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan
Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi
Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC.
1745 - Susuhunan
Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.
1746
- Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang
dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi,
meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III yang berlangsung lebih dari 10
tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan
satu kerajaan kecil.
1749
- 11 Desember
Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC.
Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 1830. 12 Desember
Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh
para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai
Susuhunan Paku Buwono III.
1752
- Mangkubumi berhasil
menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa)
mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
1754
- Nicolas Hartingh
menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman
Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia
walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi,
ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua,
yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi
menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun
Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin
Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan
Hamengku Buwono I.
1757 - Perpecahan
kembali melanda Mataram. R.M. Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah
kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan
gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing
Ayudha".
1788
- Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
1792 - Sultan
Hamengku Buwono I wafat.
1795 - KGPAA
Mangku Nagara I meninggal.
1813
- Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat
sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas
dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati
Paku Alam".
1830 - Akhir
perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta
dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap
antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram
ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo,
Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh
Hindia Belanda. (wikipedia)[10]).
4.
Kemajuan yang
dicapai Kerajaan Mataram
Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram berkembang sebagai
kerajaan agraris yang menekankan dan
mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan, karena
Mataram juga menguasai daerah-daerah
pesisir yang mata pencahariannya pelayaran dan perdagangan.
Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan
daerah persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah, yang daerahnya juga subur
dengan hasil utamanya adalah beras, di samping kayu, gula, kapas, kelapa dan
palawija.
Sedangkan dalam bidang perdagangan, beras merupakan komoditi utama,
bahkan menjadi barang ekspor karena
pada abad 17 Mataram menjadi pengekspor beras paling besar pada saat itu.
Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena
didukung oleh hasil bumi Mataram yang
besar.
Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, maka masyarakat Mataram
disusun berdasarkan sistem
feodalisme. Dengan sistem tersebut
maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk melaksanakan pemerintahan, raja dibantu
oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah
garapan.
Tanah lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang
menggarapnya atau mengerjakannya
adalah rakyat atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah.
Dengan adanya sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya
tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat
berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasainya.
Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama
yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni
ukir, lukis, hias dan patung serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam
pembuatan gapura, ukiran-ukiran di
istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan
dibuat pada masa Sultan Agung.
Untuk menambah pemahaman Anda tentang bentuk gapura Candi Bentar
tersebut, silahkan Anda simak gambar berikut ini:
|
5.
Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Mataram
Sultan Agung wafat pada tahun 1646 M dan dimakamkan di Imogiri.
Digantikan oleh putra mahkota Amangkurat I, pada masa pemerintahannya hampir tidak
pernah reda dari konflik dan perpecahan dalam setiap konflik yang terjadi
selalu yang tampil sebagai lawan politik adalah mereka yang didukung oleh
golongan ulama yang bertolak dari keperihatinan Agama.
Tindakan pertamanya adalah dengan menumpas Pangeran Alit dengan
membunuh banyak para Ulama dan santri yang dianggap berbahaya bagi kekuasaannya
hingga pada masanya + 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh (1647 M)
seakan tidak memerlukan titel Sultan, hingga pada tahun 1677 M dan 1678 M
pemberontakan para Ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden Kajoran.
Pemberontakan-pemberontakan seperti inilah yang menyebabkan kehancuran kerajaan
Mataram.
G.
Kerajaan Gowa Tallo
1. Pendahuluan
Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya
Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Untuk mengetahui letak
kerajaan-kerajaan tersebut, silahkan Anda amati gambar Berikut:
Kesultanan
Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah Sulawesi
Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar
yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi.
Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten
Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki
raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin,
yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone
yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu
dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang
Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya
di abad ke-17.
2. Proses Berdirinya
Kerajaan Gowa dan Tallo
Pada awalnya di daerah Gowa
terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang
(Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo,
Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui
berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk
membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung
sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat
orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara
Guru dan saudaranya.
Masing-masing
kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masingmasing. Salah satunya adalah kerajaan
Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu
kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar
sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan
sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
3. Pendiri Kerajaan Gowa dan
Tallo
Kerajaan Gowa didirikan oleh para raja sebagai berikut:
1.
Tumanurunga (+ 1300)
2.
Tumassalangga Baraya
3.
Puang Loe Lembang
4.
I Tuniatabanri
5.
Karampang ri Gowa
6.
Tunatangka Lopi (+ 1400)
7.
Batara Gowa Tuminanga ri
Paralakkenna
8.
Pakere Tau Tunijallo ri
Passukki
9.
Daeng Matanre Karaeng
Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
10.
I Manriwagau Daeng Bonto
Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11.
I Tajibarani Daeng Marompa
Karaeng Data Tunibatte
12.
I Manggorai Daeng Mameta
Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13.
I Tepukaraeng Daeng PArabbung
Tuni Pasulu (1593).
14.
I Mangari Daeng Manrabbia
Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna Berkuasa
mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama
yang memeluk agama Islam.
15.
I Mannuntungi Daeng Mattola
Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai
tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653.
16.
I Mallombassi Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai
tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670.
17.
I Mappasomba Daeng Nguraga
Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir
31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681.
18.
I Mallawakkang Daeng
Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna.
19.
Sultan Mohammad Ali
(Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara Lahir
29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681.
20.
I Mappadulu Daeng Mattimung
Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709).
21.
La Pareppa Tosappe Wali
Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711).
22.
I Mappaurangi Sultan
Sirajuddin Tuminang ri Pasi.
23.
I Manrabbia Sultan
Najamuddin.
24.
I Mappaurangi Sultan
Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735).
25.
I Mallawagau Sultan Abdul
Chair (1735-1742);
26.
I Mappibabasa Sultan Abdul
Kudus (1742-1753);
27.
Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh
Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795);
28.
I MallisuJawa Daeng Riboko
Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769);
29.
I Temmassongeng Karaeng
Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778);
30.
I Manawari Karaeng
Bontolangkasa (1778-1810);
31.
I Mappatunru / I
Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825);
32.
La Oddanriu Karaeng
Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826);
33.
I Kumala Karaeng Lembang
Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30
Januari 1893);
34.
I Malingkaan Daeng Nyonri
Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei
1895);
35.
I Makkulau Daeng Serang
Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada
tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada
tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada
13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada
tanggal 25 Desember 1906;
36.
I Mangimangi Daeng Matutu
Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa
(1936-1946);
37.
Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan
Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir,
meninggal di Jongaya pada tahun 1978 [11]).
4.
Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Gowa dan Tallo
Kemajuan
yang dicapai Kerajaan Gowa dan Tallo; Secara geografis daerah Sulawesi Selatan
memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran
(perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para
pedagang baik yang berasal dari Indonesia Timur maupun yang berasal dari Indonesia Barat
Penyebaran Islam
di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, sehingga pada
abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar
pun memeluk agama Islam.
Raja
Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa)
yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu
oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah.
Sejak
pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim
dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 – 1653).
Selanjutnya
kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta
daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan daerah
Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Dengan
adanya daerah kekuasaan Makasar yang luas tersebut, maka seluruh jalur perdagangan
di Indonesia Timur dapat dikuasainya.
Sultan
Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena
itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa
di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur)
dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar.
Dengan
kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC,
bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah
Maluku.
Dalam
peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin
terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan
julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Seperti
yang telah Anda ketahui bahwa kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan
berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini
ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki pelabuhan
yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511
yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai
pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak
disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan
sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran
dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan Ade’
Aloping Loping Bicaranna Pabbalue, sehingga dengan adanya hukum niaga
tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan
yang pesat.
Selain
perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga
menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Sebagai
negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan
pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak
jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun
masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan
hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat
yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan
adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat
percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di
samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri
dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan
“Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan
masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari
segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya
yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal.
Jenis
kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal
Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
5.
Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Gowa dan Tallo
Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan
melakukan politik adu-domba antara
Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar).
Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta
bantuan kepada VOC untuk melepaskan
diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan
Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota
kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa
kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya
tentu sangat merugikan kerajaan
Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a.
VOC memperoleh hak monopoli
perdagangan di Makasar.
b.
Belanda dapat mendirikan
benteng di Makasar.
c.
Makasar harus melepaskan
daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d.
Aru Palaka diakui sebagai
raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap
Belanda tetap berlangsung. Bahkan
pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan
pasukannya secara besar-besaran.
Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
H. Kerajaan Ternate – Tidore
1. Pendahuluan
Sebuah kesultanan yang
beridiri pada abad ke – 15 dengan pusat di sampalu, pesisir tenggara pulau Ternate
(kini masuk kabupaten maluku utara, propinsi maluku); mempunyai peran yang
besar dalam penyebaran islam dikawasan maluku sampai ke Filipina.
Pada awalnya kesultanan ini meganut faham animisme namun setelah sultan Zainal
Abidinraja Ternate yang ke -19 kbli dari giri geresik dan menyandang gelar
sultan, agama islam menjadi agama kerajaan kesultanan Ternate dan tetangganya Tidore.
2. Proses Berdirinya
Kerajaan Ternate dan Tidore
Sebelum menjadi kesultanan, Ternate
maerupakan sebuah kerajaan yang berdiri
kira-kira pada abad ke-13 dan memeluk semacam agama syamanisme. Ternate bersama
Tidore, Bacan, dan Jailolo adalah empat kerajaan bersaudara yang berasal dari
keturunan yang sama.
Diduga, raja ternate yang pertama memeluk islam adalah Zainal abidin.
Tetapi ada juga dugaan, umpamanya oleh f. Valetijn, bahwa raja pertama yang
memeluk islam itu adalah Gapi Baguna, ayah zainal abidin, melalui dakwah datuk
maulana husain, seorang saudagar dari Jawa. Setelah memeluk agama islam, Raja
Gapi Baguna kemudian dikenal dengan nama Marhum.
Ketika sultan Zainal Abidin(1486-1500) memerintah di ternate, ia mengambil
kesempatan untuk belajar mengenai agama islam di gersik. Di gersik sultan Zainal
Abidinbertemu dengan kepala daerah Hitu dari Ambon yang beragama islam, yaitu
Pate Putih, yang datang untuk tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan
persetujuan yang berakibat bahwa para sultan ternate kemudian mengklaim
sebagian dari pulau Ambon.
Adapun peristiwa-peristiwa penting yang berkenaan dengan Kesultanan Ternate
dapat di uraikan dalam pemaparan berikut ini:
a. (1486-1500) Sultan Zainal
Abidinmemerintah;
b. (1500-1543) Sultan
Sirullah memerintah;
c. 1512 misi dagang Portugis
tiba di kepulauan maluku;
d. 1522 Portugis
mengikat perjanjian dengan sutan ternate;
e. 1529 ternate
bersekutu dengan Portugis menyerang tidore;
f. (1540-1570) Sultan
Khairun memerintah;
g. 1565 penandatanganan
perjanjian antara Portugis dan sultan ternate;
h. 1570 Sultan Khairun
dibunuh di Benteng Portugis;
i. (1570-1583) sultan
Babullah menggantikan ayahnya;
j. 1575 Pasukan ternate
mengusir Portugis;
k. 1660 ternate
ditaklukkan VOC.
3. Pendiri Kerajaan Ternate
dan Tidore
Dalam catatan silsilah :
1. Mashur Maloma,
2. Zaman,
3. Kumalo,
4. Baguhu,
5. Ngora Maloma,
6. Masterdam,
7. Sida Arif Malamo,
8. Paji Malamo,
9. Syah Alam,
10. Tolu Malamo,
|
11. Kiyo Mabiji,
12. Ngolo Maja,
13. Momole,
14. Gapi Malamo,
15. Gapi Baguna,
16. Kumalo II,
17. Gise,
18. Gapi Gaguna II (zaman),
19. Zainal Abidin.
|
4. Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Ternate dan Tidore;
Kerajaan Ternate dan Tidore
dikenal sebagai penghasil rempah-rempah yang luar biasa sehingga menjadi
perhatian bangsa-bangsa Portugis, spanyol dan Belanda., mulai berkembangnya
ilmu-ilmu pendidikan islam,
Kesultanan Ternate merupakan salah satu pusat penyiaran islam di kawasan
indonesia timur. Mubalig dari Ternate berdakwah antara lain ke seluruh
kepulauan maluku, sulawesi, buton , sumbawa dan papua . bahkan pada tahu 1587
muballig Ternate berdakwah sampai ke pulau sulu dan mindanao di filipina
selatan. Diwilayah-wilayah itu para muballigh dari Ternate ini mendirikan
madrasah dan masjid.
Kepulauan Maluku terkenal sebagai
penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-rempah
tersebut menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada abad 15 – 17. Demi
kepentingan penguasaan perdagangan rempahrempah tersebut, maka mendorong terbentuknya persekutuan daerah-daerah di
Maluku Utara yang disebut dengan
Ulilima dan Ulisiwa.
Ulilima berarti persekutuan lima
bersaudara yang dipimpin oleh Ternate yang terdiri dari Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Sedangkan Ulisiwa adalah
persekutuan Sembilan bersaudara yang
terdiri dari Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau yang terletak di kepulauan Halmahera sampai Irian Barat.
Secara geografi kerajaan Ternate dan Tidore berkembang sebagai kerajaan
Maritim. Dan hal ini juga didukung oleh keadaan kepulauan Maluku yang memiliki
arti penting sebagai penghasil utama komoditi perdagangan rempah-rempah yang
sangat terkenal pada masa itu.
Dengan andalan rempah-rempah tersebut maka banyak para pedagang baik dari
dalam maupun luar Nusantara yang datang langsung untuk membeli rempah-rempah
tersebut, kemudian diperdagangkan di tempat lain.
Dengan kondisi tersebut, maka perdagangan di Maluku semakin ramai dan hal
ini tentunya mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Maluku. Tetapi setelah adanya
monopoli perdagangan oleh Portugis maka perdagangan menjadi tidak lancar dan
menimbulkan kesengsaraan rakyat di Maluku.
5. Sebab-Sebab Kemunduran
Kerajaan Ternate dan Tidore.
Bermula
pada tahun 1683 sultan Ternate yaitu Sultan Sibori yang dikenal dengan sebutan
sultan Amsterdam
mengakui kekuasaan VOC. Sejak itu pengangkatan sultan-sultan Ternate turut
ditentukan oleh Belanda, dan para sultan terikat dengan penandatanganan kontrak
serta perjanjian sumpah setia kepada Belanda. Yang pada akhirnya kemesraan
hubungan Belanda dengan sultan tersebut menyulut pemberontakan-pemberontakan
rakyat yang berkobar antara abad ke-17 dan ke- 19.
Pada
tahun 1817, setelah kekuasaan inggris berakhir, Belanda kembali mengokohkan
kekuasaannya di Ternate dengan menempatkan seorang residen disana. Keresidenan Ternate
yang berada dibawah gubernemen maluku meliputi wilayah-wilayah kesultanan Ternate,
Tidore dan Bacan. Meskipun demikian, Belanda tetap mengakui dan menghormati hak
sultan atas daerahnya. Pada abad ke- 19, wilayah kesultanan Ternate meliputi
pulau Ternate dan sekitarnya. Sebagian pulau halmahera, kepulauan sula, serta kepulauan banggai dan tobungku
dipantai timur sulawesi tengah. Ketika berkunjung ke Ternate, gubernur jenderal
Van der Capellen membuat perjanjian dengan sultan Ternate dan Tidore pada
tanggal 27 Mei 1824, yang menetapkan kekuasaan tertinggi di tangan pemerintah Belanda.
Balanda mendapat hak untuk melantik sultan dan menyusun wilayah administrasi di
daerah sultan, serta menempatkan amtenar disana. Sejak saat itulah kesultanan Ternate
dan Tidore tidak mendapatkan perhatian yang lebih.
UJI KOMPETENSI
I. Berilah tanda
silang (X) pada Jawaban a, b, c, dan d yang paling benar!
1.
Kerajaan Samudera Pasai berkembang pada abad?
a.
13 Masehi
|
b.
12 Masehi
|
c.
11 Masehi
|
d.
18 Masehi
|
2.
Kerajaan Samudera Pasai terletak di daerah?
a.
Pesisir Aceh
|
b.
Pulau Sumatera
|
c.
Ujung barat Pulau Sumatera
|
d.
Pesisir Laut timur Aceh.
|
3.
Peranan kerajaan Samudera Pasai dalam bidang perdagangan
adalah sebagai berikut kecuali!
a.
Sebagai bandar Transito
|
b.
Menjamin keamanan pelayaran.
|
c.
Hubungan rakyat dan sultan yang baik.
|
d.
Menarik Pajak dari pendatang yang singgah di Pelabuhan
|
4.
Apakah yang menjadi penyebab kemunduran dari
kerajaan/kesultanan Malaka?
a.
Kepemimpinan didomisili oleh Bendahara kerajaan.
|
b.
Perangai buruk Sultan Mahmud Syah.
|
c.
Kacaunya perekonomian kerajaan Malaka.
|
d.
Diserang pasukan
Portugis.
|
5.
Kerajaan Aceh dikembangkan oleh?
a.
Sultan Ali Mughayat Syah
|
b.
Sultan Inayat Syah
|
c.
Sultan Musaffar Syah
|
d.
Sultan Ma’ruf Syah
|
6.
Peran para wali terhadap berdirinya kerajaan Demak antara
lain adalah kecuali ?
a.
Menyusun Kekuatan Militer
|
b.
Membantu Menyebarkan agama Islam
|
c.
Membantu Sultan dalam urusan kerajaan.
|
d.
Mengadakan musyawarah
|
7.
Dalam hal perekonomian kesultanan Banten merupakan daerah
penghasil rempah-rempah yang melimpah, berupa?
a.
Lada dan hasil pertanian lainnya
|
b.
Padi dan sayuran
|
c.
Lada dan jinten
|
d.
Kayu Manis dan merica
|
8.
Kerajaan yang dirintis oleh ki Gede (ki Ageng) Pemanahan adalah kerajaan?
a.
Kerajaan Pajajaran
|
b.
Kerajaan Mataram
|
c.
Kerajaan Banten
|
d.
Kerajaan Gowa
|
9.
Pada awalnya di daerah Gowa
terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang, yang artinya?
a.
Sembilan pedagang
|
b.
Sembilan raja
|
c.
Sembilan bendera
|
d.
Sembilan kerajaan
|
10.
Siapakah Sultan Ternate yang mendapatkan julukan
Sultan Amsterdam?
a.
Sultan Zainal Abidin
|
b.
Masterdam
|
c.
Sultan Hasanuddin
|
d.
Sultan Sibori
|
II.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar!
1.
Siapakah Sultan yang mendapatkan julukan “ayam
jantan dari timur” oleh Belanda?
2.
Siapasajakah
pendiri kerajaan Malaka? Sebutkan!
3.
Perjanjian Bongaya yang terjadi pada tahun 1667 sangat
merugikan kerajaan Makasar. Sebutkan isi perjanjian tersebut!
4.
Sebutkan sebab-sebab kemunduran kerajaan Mataram!
5.
Apa penyebab dijulukinya sultan Hasanuddin dengan julukan
Ayam Jantan dari timur oleh VOC?
Paraf
Orang tua /Wali Murid
|
Nilai
Uji Kompetensi
|
Paraf
Guru /Wali kelas
|
(..............................)
|
|
(..............................)
|
BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM
KELAS III SEMESTER
I
TUJUAN DAN DESKRIPSI
1. Tujuan
Adapun
tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan bagi
peserta didik tentang sejarah kebudayaan islam, khususnya tentang tokoh-tokoh
penyebar islam di Nusantara. Baik ajaran dan perkembangan-perkembagannya sekaligus
untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik terhadap pegetahuan sejarah
kebudayaan islam yang telah diterima atau dipelajari di jenjang pendidikan
sebelumnya
Hal diatas
sesuai dengan cita-cita bangsa untuk mewujudkan manusia yang berbudi pekerti
luhur dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, dan juga sebagai sebuah
manifestasi kesetiaan terhadap pancasila, khususnya sila pertama yaitu
ketuhanan yag maha Esa.
Dengan
melalui pembahasan dalam bab ini diharapkan peserta didik dapat menarik
kesimpulan dan ibrah dalam kehidupan sehari-harinya.
2. Deskripsi
Adapun
hal-hal yang akan dibahas pada bab ini adalah sejarah Tokoh-tokoh islam yang
paling berengaruh di Nusantara, menyangkut tentang biografi, ajaran, manifestasi
keilmuan dan budaya beserta perkembangan ajarannya.
Adapun
tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan lebih jauh tentang konsep
ajaran-ajaran tokoh islam di Indonesia sehinga dapat diterima dengan mudah
sebagai agama yang mayioritas sehingga menggantikan hegemoni pengaruh Hindu dan
Budha di Indonesia.
KATA KUNCI
BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I
ULAMA-ULAMA PENYEBAR ISLAM DI NUSANTARA
1.
Standar
kompetensi
Tokoh-Tokoh Islam di Indonesia
2.
Kompetensi
dasar
Mengetahui Tokoh-Tokoh Islam di Indonesia Secara Jelas.
3.
Materi Pokok
Tokoh-Tokoh Islam
di Indonesia
4.
Indikator
a) Siswa dapat mengetahui tokoh-tokoh islam di
indonesia secara jelas;
b) Siswa dapat
mengetahui pengaruh tokoh-tokoh Islam di Indonesia.
--------<<<<<
>>>>>-------
A. Tokoh-Tokoh Islam
di Indonesia
1.
Abdurrauf Singkel
Nama lengkapnya adalah Syekh Abdurrauf Ali Al Fansury Al Singkily Al
Jawi. Beliau adalah penyair, budayawan, ulama besar, pengarang tafsir, ahli
hukum, cendikiawan muslim dan seorang Sufi yang sangat terkenal di Nusantara
yang lahir pada tahun 1615 atau 1620 di Singkel, sebuah kabupaten di Aceh
Selatan. Dia berasal dari kalangan keluarga muslim yang taat beribadah. Ayahnya
berasal dari Arab bernama Syeikh Ali dan ibunya seorang wanita berasal dari
desa Fansur Barus—sebuah pelabuhan (bandar) yang sangat terkenal waktu itu.
Dimasa mudanya mula-mula Abdurrauf belajar pada Dayah Simpang Kanan di
pedalaman Singkel yang dipimpin Syeikh Ali Al-Fansuri ayahnya
sendiri. Kemudian ia melanjutkan belajar ke Barus di Dayah Teungku Chik
yang dipimpin oleh Syeikh Hamzah Fansury. Ia sempat pula belajar di Samudera
Pase di Dayah Tinggi yang dipimpin oleh Syeikh Samsuddin as-Sumatrani. Setelah
Syeikh Samsuddin pindah ke Banda Aceh lalu diangkat oleh Sultan Iskandar Muda
sebagai Qadhi Malikul Adil,
Abdurrauf pun pergi mengembara. Beliau tidak suka menetap di kota kelahirannya. Beliau
lebih suka memilih mengembara meninggalkan kota kelahirannya untuk menuntut ilmu di
berbagai pelosok nusantara dan Timur Tengah.
Abdurrauf selalu merasa haus terhadap ilmu pengetahuan. Beliau pernah
belajar hampir dua puluh tahun di Mekkah, Madinah, Yaman dan Turki. Sehingga
tidak mengherankan kalau Beliau menguasai banyak bahasa, terutama bahasa
Melayu, Aceh. Arab dan Persia.
Disebutkan selama belajar ilmu agama di Timur Tengah, Syeikh Abdurrauf telah
berkenalan dengan 27 ulama besar dan 15 orang sufi termashyur.
Tentang pertemuannya dengan para sufu itu, ia berkata “adapun segala
mashyur wilayatnya yang bertemu dengan dengan fakir ini dalam antara masa
itu…”. Pada tahun 1661 M Syeikh Abdurraur kembali ke Aceh dengan memangku
jabatan selaku Qadly Malikul Adil, sebagai Mufti Besar dan Syeikh Jamiah Baitur
Rahim, untuk menggantikan Syeikh Nuruddin ar-Raniry. Mengenai pendapatnya
tentang faham Syeikh Hamzah Fansuri (Tarekat Wujudiah) nampaknya berbeda dengan
Syeikh Nuruddin ar-Raniry. Beliau tidak begitu keras, Walaupun Syeikh Abdurrauf
termasuk penganut faham tua mengenai ajarannya dalam ilmu tasawuf.
Terhadap Tarekat Wujudiah, ia berpendapat bahwa orang tidak boleh
begitu tergesa-gesa mengecap penganut tarekat ini sebagai kafir. Membuat
tuduhan seperti itu sangatlah berbahaya. Jika benar ia kafir, maka perkataannya
itu akan berbalik kepada dirinya sendiri. Karya tulisnya yang diketahui lebih
kurang dua puluh buah dalam berbagai bidang ilmu—sastra, hukum, filsafat, dan
tafsir, antara lain;
1.
Umdat
al-Muhtajin ila suluki Maslak al-Mufridin; dengan terjemahannya sendiri; Perpegangan Segala Mereka itu yang
Berkehendak Menjalani Jalan Segala Orang yang Menggunakan Dirinya. Dalam
karya ini diterangkannya tentang tasawuf yang dikembangkannya itu. Dzikir
dengan mengucap La Illah pada
masa-masa tertentu merupakan pokok pangkal tarikat ini. Kitab tersebut terdiri
atas tujuh faedah dan
bab. Sesudah faedah yang ketujuh diberinya khatimah yang berisi silsilah. Di
samping memberi penjelasan tentang ajaran Abdur-Rauf, silsilah ini juga
memberikan gambaran di mana dengan cara apa ulama-ulama dan pengarang-pengarang
besar Melayu lainnya mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam kitab ini pula ia
menyebut telah berada selama sembilan belas tahun di negeri Arab.
2.
Mir’at al-Tullab fi Tashil Ma’rifat al-Ahkam al-Syar’iyah
li’l-Malik al-Wahab. Dalam kitab ini disebutnya ia mengarang atas
titah Sultanah Tajul-Alam Safiatuddin Syah. Isinya ialah ilmu fikah menurut
mazhab Syafi’i. Ilmu mu’amalat yang tidak dibicarakan dalam Sirat al-Mustaqim karangan
Nuruddin ar-Raniri, dimasukkan disini.
3.
Kifayat al-Muhtajin ila Suluk Maslak Kamal al-Talibin. Dalam
karya ini disebutnya ia dititahkan oleh Sultanah Tajul-Alam untuk mengarang.
Isi kitab ini ialah tentang ilmu tasawuf yang dikembangkan oleh Abdur-Rauf.
4.
Mau’izat al-Badi’ atau al-Mawa’ith al-Badi’ah. Karya ini terdiri atas lima puluh pengajaran dan
ditulis berdasarkan Qur’an, hadith, ucapan-ucapan sahabat Nabi Muhammad saw
serta ulama-ulama besar.
5.
Tafsif al-Jalalain. Abdur-Rauf juga telah menterjemah
sebagian teks dari Tafsir
al-Jalalain, surah 1 sampai dengan surah 10.
6.
Tarjuman al-Mustafiq. Merupakan saduran dalam bahasa
Melayu dari karya bahasa Arab ini. Dalam sebuah naskah Jakarta disebut ada tambahan dari murid
Abdur-Rauf, Abu Daud al-Jawi ibn Ismail ibn Agha Ali Mustafa ibn Agha al-Rumi
(Van Ronkel, Catalogus der
Maleische Handschriften 1909 dalam ibid).
7.
Syair Ma’rifat. Syair ini terdapat dalam naskah Oph
78, perpustakaan Leiden,
yang disalin pada 28 Januari 1859 di Bukit Tinggi.
2.
Wali Songo
“Walisongo” berarti sembilan orang wali Mereka
adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan
Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.
Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain
mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan
guru-murid
Maulana Malik
Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah
keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan
Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan
sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan
Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain,
kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di
pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah
penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di
Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang
menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk
peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan
kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel
Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari
Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri
dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan.
Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang
pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah
pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo
adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di
Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun
peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga
pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam
penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri
sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para
kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya
kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa yakni
nuansa Hindu dan Budha.
a.
Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik
Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand,
Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma
menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap
As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi
Maulana Malik
Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah
menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di
Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak
adalah anak dari seorang ulama Persia,
bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini
sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik
Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun
sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra.
Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha
alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun
1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi
menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya
pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah
kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan
Manyar, 9 kilometer utara kota
Gresik.
Aktivitas pertama
yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung.
Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara
khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara
gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja
yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat
istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia
merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah
misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika
itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan
menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik
Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
b.
Sunan Ampel
Beliau putera tertua Maulana Malik Ibrahim.
Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di
masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401
Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama
bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian
dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan
bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali
Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga
tahun di Palembang,
kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui
bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah
seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel
menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai
beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan
Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak
didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa
itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V
raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta
yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun
mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya.
Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang
sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para
santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para
santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa
dan Madura.
Sunan Ampel
menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan
pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah
yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh
madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman
keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan
dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
c.
Sunan Giri
Beliau memiliki nama kecil Raden Paku,
alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi)
pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan
dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri
raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut
anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah
Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil
meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena
itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil
menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah
juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup
ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik.
Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak
hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga
sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir
Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk
mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu
pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan
Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton
tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden
Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai
penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam
Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui
juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton
bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari,
dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada
Abad 18.
Para santri
pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai
pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate,
hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan
dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu
fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta
karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir
dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending
Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
d.
Sunan Bonang
Beliau anak Sunan Ampel, yang berarti juga
cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir
diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri
seorang adipati di Tuban
Sunan Kudus banyak
berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di
Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun
meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara
penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan
mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk
teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus
mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan
Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang
dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud
kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia
memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu,
ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman
masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi
setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah
yang berarti “sapi
betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak
untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga
menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri,
sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan
yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah.
Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus.
Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak.
Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan
Adipati Jipang, Arya Penangsang.
e.
Sunan Kalijaga
Beliaulah “wali” yang namanya paling banyak
disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah
Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe.
Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan
Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti
Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam
versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon
berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan
Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon
dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan
kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”.
Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang
menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan
Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia
mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak,
Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546
serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia
ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak.
Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid
adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia
punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang.
Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” bukan sufi panteistik
(pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah.
Ia sangat toleran
pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil
mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan
sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan
Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir,
wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta
Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang
Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota
berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai
karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran,
Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan
Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
f.
Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak
masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia
pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu
Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad
Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya
mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan
Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M.
Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa.
Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan
Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif
Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir.
Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro
Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal
sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian,
Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan.
Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk
menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon
ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah,
ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati
rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan
antar wilayah.
Bersama putranya,
Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten.
Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten
tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk
hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean.
Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon
(dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15
kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
g.
Sunan Drajat
Nama kecilnya
Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan
Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada
tahun 1470 M
Sunan Drajat
mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik,
melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun
Jelog –pesisir
Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat
berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur,
yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran
tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak
banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya
mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.
Maka ia menggubah
sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si
buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong.
Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir
miskin.
h.
Sunan Kudus
Nama kecilnya
Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan
Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah
seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan
Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang
Sunan Kudus banyak
berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di
Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun
meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara
penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari
pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus
mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan
Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang
dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud
kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia
memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu,
ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman
masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi
setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”.
Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk
menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga
menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri,
sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan
yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah.
Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus.
Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak.
Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur
melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.
i.
Sunan Muria
Beliau putra Dewi Saroh adik kandung Sunan
Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya
adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di
lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara
ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka
tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan
rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam,
berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik
internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu
memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya
pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria
berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu
hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
3. Muhammad Arsyad
Al-banjari
Beliau dilahirkan di desa Lok Gabang
pada hari kamis dinihari 15 Shofar 1122 H, bertepatan 19 Maret 1710 M. Anak
pertama dari keluarga muslim yang taat beragama , yaitu Abdullah dan Siti
Aminah. Sejak masa kecilnya Allah SWT telah
menampakkan kelebihan pada dirinya yang membedakannya dengan kawan sebayanya.
Dimana dia sangat patuh dan ta’zim kepada kedua orang tuanya, serta jujur dan
santun dalam pergaulan bersama teman-temannya. Allah SWT juga menganugrahkan
kepadanya kecerdasan berpikir serta bakat seni, khususnya di bidang lukis dan
khat (kaligrafi).
Silsilah keturunan: Galur nasabnya adalah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari
bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu
Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh
bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar
As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad
Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin
bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula
Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam
Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam
Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin
bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa
Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.
Riwayat: Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 – 1734 M)
memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok
Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik
menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, dicerita-kan pula
bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian
itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya ting-gal
di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.
Setelah dewasa beliau dikawinkan dengan seorang perempuan
yang solehah bernama tuan “BAJUT”, seorang perempuan yang ta’at lagi berbakti
pada suami sehingga terjalinlah hubungan saling pengertian dan hidup bahagia,
seiring sejalan, seia sekata, bersama-sama meraih ridho Allah semata. Ketika
istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muh. Arsyad suatu
keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah
hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka
yang masih muda, akhirnya Siti Aminah mengamini niat suci sang suami dan
mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan
berangkatlah Muh. Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya.Deraian air mata
dan untaian do’a mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muh. Arsyad mengaji kepada masyaikh
terkemuka pada masa itu. Diantara guru beliau adalah Syekh ‘Athoillah bin Ahmad
al Mishry, al Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al Kurdi dan al ‘Arif Billah
Syekh Muhammad bin Abd. Karim al Samman al Hasani al Madani.
Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muh. Arsyad di
bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muh. Arsyad melakukan suluk dan
khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
Menurut riwayat, Khalifah al Sayyid Muhammad al Samman di Indonesia pada
masa itu, hanya empat orang, yaitu Syekh Muh. Arsyad al Banjari, Syekh Abd. Shomad
al Palembani (Palembang),
Syekh Abd. Wahab Bugis dan Syekh Abd. Rahman Mesri (Betawi). Mereka berempat
dikenal dengan “Empat Serangkai dari Tanah Jawi” yang sama-sama menuntut ilmu
di al Haramain al Syarifain.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah
kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi
yang diarak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung
pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan
kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan
penentiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M,
sampailah Muh. Arsyad di kampung halamannya Martapura pusat Kerajaan Banjar
pada masa itu.
Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak
membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin
Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika
itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap
perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.
Sultan Tamjidillah menyambut kedatangan beliau dengan
upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang
ulama “Matahari Agama” yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan
Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk
menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga,
kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultanpun termasuk salah
seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’.
Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang
paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin
lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan
bebas adalah “Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami
urusan-urusan agama”. Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan
pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya
ialah:
1.
Kitab
Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,
2.
Kitab
Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan
yang sesat,
3.
Kitab
Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
4.
Kitabul
Fara-idl, semacam hukum-perdata.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa
pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian
dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat,
sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana
biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga
menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
Setelah ± 40 tahun mengembangkan dan
menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6
Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muh. Arsyad ke hadirat-Nya.
Usia beliau 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga
dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.
UJI KOMPETENSI
I.
Beri tanda silang
(X) pada jawaban a, b, c, dan d yang paling benar !
1. Siapakah
nama tokoh yang di kenal sebagai penyair,Budayawan?
a. Syekh
Abdurrauf Ali Al Fansury Al Singkily Al Jawi.
b. Imam
Bonjol
c. Kiai
As’ad Syamsul Arifin
d. King
Abdul Aziz
2. Dimanakah
Syekh Abdurrauf Ali Al Fansury Al Singkily Al Jawi dilahirkan?
a. Bali
b. Semarang
c. Aceh Selatan
d. Mekah
3. Ada
berapakah wali yang terkenal ditanah jawa?
a. Sembilan
Wali
b. Empat
c. Dua
Puluh Satu Wali
d. Satu
Saja
4. Dibawah
ini adalah sebagian nama-nama wali songo
kecuali?
a. Syeh
Maulana Malik Ibrohim
b. Sunan
Kudus
c. Sunan
Derajat
d. Syeh
Abdul Qodir Jailani
5. Selain
Syekh Muhammad
Arsyad,beliau juga di sebut dengan nama?
a. Datuk
Kalampayan
b.
Datuk Maringgi
c. Kalampayan
d. Kyai Kalampayan
II.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar !
1. Tulislah nama lengkap tokoh yang
dilahirkan di kota Aceh Selatan?
2. Ada berapa walikah yang tersebar di tanah
jawa?
3. Siapa nama Sunan Derajat semasa kecilnya?
4. Di desa apakah Syekh Muhammad Arsyad di lahirkan?
5. Jatuh pada hari apa Syekh Muhammad Arsyad dilahirka?
Paraf
Orang tua /Wali Murid
|
Nilai
Uji Kompetensi
|
Paraf
Guru /Wali kelas
|
(..............................)
|
|
(..............................)
|
BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM
KELAS III SEMESTER
II
TUJUAN DAN DESKRIPSI
1. Tujuan
Adapun
tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan bagi
peserta didik tentang sejarah kebudayaan islam, khususnya tentang tradisi Islam
di Nusantara. Baik ajarannya, kebudayaan dan kesenian sebagai metode dakwah
dalam penyebaran agama Islam di Nusantara sekaligus untuk mengembangkan
pengetahuan peserta didik terhadap pegetahuan sejarah kebudayaan islam yang
telah diterima atau dipelajari di jenjang pendidikan sebelumnya.
Dan sebagai
bekal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan sekaligus
untuk memberikan pengetahuan tentang kesenian yang bernafaskan Islam di
nusantara. Sehingga dengan demikian dapat menambah kecintaan dan
kesetiaan kepada agama Islam.
2. Deskripsi
Nusantara terdiri atas
beribu-ribu pulau dengan berbagai tradisi dan budaya. Sebelum Islam datang,
masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan. Hal itu yang membuat
proses dakwah Islam pada saat itu tidak terlepas dengan adat yang sudah
berlaku. Kepercayaan masyarakat yang sudah mendarah daging tidak mungkin
dihilangkan secara langsung. Akan tetapi, memerlukan proses yang cukup lama.
Tradisi Islam di Nusantara memerlukan akulturasi antara ajaran Islam dan adat
yang ada di Nusantara. Masuknya Islam di Nusantara sedikit banyak juga
mempengaruhi perkembangan tradisi dan budaya tersebut. Hal itu disebabkan
ketika Islam masuk di Nusantara sudah ada tradisi dan budaya yang dijalankan.
Tradisi Islam di
Nusantara merupakan metode dakwah yang dilakukan para ulama masa itu. Para
ulama tidak mengapus secara total adat yang sudah berlangsung di masyarakat.
Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam adat-adat tersebut. Dengan harapan,
masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat diterima. Dengan
demikian, tradisi Islam yang ada di Nusantara bukan merupakan ajararan Islam
yang harus diamalkan, tetapi sebagai metode dakwah pada saat itu.
KATA KUNCI
BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER II
TRADISI ISLAM NUSANTARA
1.
Standar
kompetensi
Memahami sejarah tradisi Islam
Nusantara.
2.
Kompetensi
dasar
·
Menceritakan seni budaya
lokal sebagai sebagian dari tradisi Islam.
·
Memberikan apresiasi
terhadap tradisi dan upacara adat kesukuaan Nusantara.
3.
Materi Pokok
Sejarah tradisi Islam di Nusantara
4.
Indikator
a.
Siswa mampu menjelaskan
pengertian tradisi Islam Nusantara
b.
Siswa mampu menyebutkan
macam-macam seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi Islam Nusantara.
c.
Siswa mampu menyebutkan
tradisi Islam Nusantara.
d.
Siswa mampu menjelaskan
upacara adat kesukuan Nusantara yang bernafaskan Islam.
--------<<<<<
>>>>>-------
A.
Pengertian Tradisi
Islam Nusantara
Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang
masih dijalankan di masyarakat. Umumnya tradisi ini memiliki kekhusuan atau
keunikan. Keunikan tersebut biasanya menjadi daya tarik tersendiri. Seseorang
ingin melihat atau mengamati tradisi suatu daerah, karena di daerah tersebut
ada yang unik, sehingga penasaran untuk melihatnya, bahkan mempelajarinya.
Sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai
kepercayaan. Hal itu yang membuat proses dakwah Islam pada saat itu tidak
terlepas dengan adat yang sudah berlaku. Kepercayaan masyarakat yang sudah
mendarah daging tidak mungkin dihilangkan secara langsung. Akan tetapi,
memerlukan proses yang cukup lama. Tradisi Islam di Nusantara memerlukan
akulturasi antara ajaran Islam dan adat yang ada di Nusantara.
Tradisi Islam di Nusantara merupakan metode dakwah yang dilakukan para
ulama masa itu. Para ulama tidak mengapus secara total adat yang sudah
berlangsung di masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam
adat-adat tersebut. Dengan harapan, masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan
ajaran Islam dapat diterima. Dengan demikian, tradisi Islam yang ada di
Nusantara bukan merupakan ajararan Islam yang harus diamalkan, tetapi sebagai
metode dakwah pada saat itu.
1.
Pembentukan Islam
Nusantara
Sebagaimana sering disinggung dalam buku sejarah bahwa Islam datang ke
Nusantara disiarkan oleh para Saudagar dari Gujarat dan Kurdistan, bahkan dari
Champa dan Cina, bukan langsung dari Arab. Kenyataan ini sering disalahartikan,
dianggap Islam yang datang ke Nusantara tidak murni bahkan dekaden, karena
tercemar oleh berbagai tradisi yang dilalui.
Para alumni Mekah itu kemudian kembali membuat
jaringan Islam Nusantara mereka saling mengarang Kitab dan saling mengajarkan
di Pesantren masing-masing. Misalnya kitab karangan Syekh Burhanuddin Ar-Raniri
dikembangkan oleh Syekh Arsyad Al-Banjari kemudian kitab itu dicetak secara
luas oleh Syekh Salim Al-Fathani di Mekah dan diajarkan pada muridnya di
Patani, Brunei, Malaysia dan Filipina
2.
Pemangku Islam
Nusantara
Tradisi keagamaan dan keilmuan Nusantara itu
dikembangkan di pesantren yang ada di Nusantara. Melalui jaringan keulamaan dan
kepesantrenan itulah tradisi Islam Nusantara dikembangkan. Langkah ini membuat
seluruh masyarakat Nusantara menjadi pendukung tradisi Islam Ahlus Sunnah Wal
Jamaah yang bermahzab empat. Kalangan ini tidak ekslusif dan pasif. Terbukti
ketika Portugis, Belanda dan Inggris datang menjajah kawasan ini dengan
memaksakan sistem pendidikan Eropa dengan merongrong pendidikan lokal, maka
kalangan ulama pesantren dengan tegas mempertahankan sistem pendidikan mereka
sendiri. Pesantren bersikap non kooperatif, menolak segala bentuk kerja sama
dengan kolonial untuk melegitimasi penjajahannya. Dari pendidikan pesantren
itulah jaringan keilmuan Nusantara berkembang semakin intensif, sehingga bisa
mengatasi segala tekanan kolonial, bahkan akhirnya bisa menjadi basis
perlawanan terhadap penjajahan.
3.
Karakter Dasar Islam
Nusantara
Islam Nusantara disebut sebagai sesuatu yang unik
karena memiliki karakteristik yang khas yang membedakan islam di daerah lain,
karena perbedaan sejarah dan perbedaan latar belakang geografis dan latar
belakang budaya yang dipijaknya. Selain itu, Islam yang datang kesini juga
memiliki strategi dan kesiapan tersendiri. Pertama, Islam datang dengan
mempertimbangkan tradisi, tidak dilawan tetapi mencoba diapresiasi kemudian
dijadikan sarana pengembangan Islam. Kedua, Islam datang tidak mengusik agama
atau kepercayaan apa pun, sehingga bisa hidup berdampingan dengan mereka.
Ketiga, Islam datang memilih tradisi yang sudah usang, sehingga Islam diterima
sebagai tradisi dan diterima sebagai agama. Keempat, Islam menjadi agama yang
mentradisi, sehingga prang tidak bisa meninggalkan islam dalam kehidupan
mereka.
4.
Makna Keberadaan
Islam Nusantara
Hadirnya Islam Nusantara ini memiliki pengaruh besar dan mendalam
terhadap kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Ditandai antara lain pertama
dengan kuatnys hubungan agama dengan tradisi dan bumi yang dipijak (tanah air)
maka sejak awal islam ini gigih menolak kehadiran imperialisme atau penjajahan
bangsa asing. Bahkan pesantren dijadikan basis perlawanan terhadap penjajahan
Barat. Kedua, sejak awal Islam Nusantara turut aktif dalam membela kemerdakaan,
mendirikan negara termasuk ikut menyusun konstitusi yang bersifat nasional dan
tetap berpijak pada agama dan tradisi sehingga lahirlah Pancasila sebagai
konsesus bersama menjelang bangsa ini merdeka. Ketiga, dengan kecintaannya pada
tradisi dan tanah air, Islam terbukti dalam sejarah tidak pernah memberontak
terhadap pemerintahan yang sah, karena pemberontakan ini dianggap pengkhianatan
terhadap negara yang telah dibangun bersama.
B.
Seni Budaya Lokal
Sebagai Bagian dari Tradisi Islam
Banyak kesenian atau budaya lokal yang berkembang di Nusantara
bernafaskan Islam. Semua itu dalam rangkaian dakwah Islam yang dilakukan pada
masa itu.
1.
Wayang
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama
Islam
di tanah Jawa
pada abad ke-17.
Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat.Walisongo muncul saat runtuhnya dominasi kerajaan Hindu
Budha di Indonesia. Yang menarik dari kiprah para Walisongo ini adalah
aktivitas mereka menyebarkan agama di bumi pertiwi tidaklah dengan armada
militer dan pedang,tidak juga dengan menginjak-injak dan menindas keyakinan
lama yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang saat itu mulai memudar
pengaruhnya,Hindu dan Budha.Namun mereka melakukan perubahan sosial secara
halus dan bijaksana.Mereka tidak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan lama
masyarakat namun justru menjadikannya sebagai sarana dalam dakwah mereka.Salah
satu sarana yang mereka gunakan sebagai media dakwah mereka adalah wayang.
Pementasan wayang konon katanya telah ada di bumi
Nusantara semenjak 1500 tahun yang lalu. Masyarakat Indonesia dahulu memeluk
kepercayaan animisme
berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang,
yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.Pada mulanya sebelum Walisongo menggunakan
media wayang,bentuk wayang menyerupai relief atau arca yang ada di Candi
Borobudur dan Prambanan.Pementasan wayang merupakan acara yang amat digemari
masyarakat.Masyarakat menonton pementasan wayang berbondong-bondong setiap kali
dipentaskan.
Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media
mereka,sempat terjadi perdebatan diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur
yang bertentangan dengan aqidah,doktrin keesaan tuhan dalam Islam.Selanjutnya
para Wali melakukan berbagai penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran
Islam.Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk menyerupai manusia menjadi
bentuk yang baru.Wajahnya miring,leher dibuat memanjang,lengan memanjang sampai
kaki dan bahannya terbuat dari kulit kerbau.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam
cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima
Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya
Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala
isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya
kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut
ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.
Dalam sejarahnya,para Wali berperan besar dalam
pengembangan pewayangan di Indonesia. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat
berjasa dalam mengembangkan Wayang. Bahkan para wali di Tanah Jawa sudah
mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di Jawa
Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang
Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu “Mana
yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) dan mana yang harus
dicari (Wayang Golek)”.
Kesenian wayang di Nusantara merupakan hasil karya
seorang ulama yang terkenal, yaitu Sunan Kalijaga. Wayang dimanfaatkan Sunan
Kalijaga sebagai sarana dakwah menyebarkan agama islam di Nusantara. Masyarakat
Jawa Tengah, khususnya, menganggap kesenian wayang tidak sembarang kesenian.
Wayang mengandung nilai filosofis, religius, dan pendidikan.
Dengan kesenian
wayang, Sunan Kalijaga berhasil menarik perhatian masyarakat luas. Hal itu
membuat mereka tertarik untuk memeluk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan
sendiri. Sunan Kalijaga terkenal sebagai ulama yang kreatif dan pandai menarik
simpati masyarakat. Beliau banyak menciptakan cerita pewayangan yang
bernafaskan Islam. Misalnya, cerita yang yang berjudul Jamus Kalimasada, Wahyu
Tohjali, Wahyu Purboningrat, dan Babat Alas Wonomarto.
Di samping menciptakan cerita-cerita pewayangan, Sunan
Kalijaga juga berhasil menciptakan peralatan perlengkapan dalam wayang.
Kelengkapan yang menyertai pementasan wayang adalah seperangkat gamelan, dan
gending-gending jawa.
Pada masa itu, setiap akan diadakan pentas atau
pagelaran wayang, terlebih dahulu Sunan Kalijaga memberikan wejangan atau
nasehat keislaman. Kemudian, mereka diajak mengucapkan kalimat syahadat. Dengan
demikian, berarti mereka sudah menyatakan diri masuk islam. Lama-kelamaan
mereka pun mau menjalankan ibadah shalat.
Dengan cara demikian itu, Sunan Kalijaga dapat memikat hati masyarakat
sehingga Islam cepat tersebar di masyarakat Jawa, khusus Jawa Tengah.
a.
Jenis-Jenis Wayang
Wayang terdiri dari banyak jenis. Tidak hanya wayang kulit atau golek
saja yang dikenal populer dalam masyarakat. Jenis-jenis tersebut adalah :
1.
Wayang kulit,
2.
Wayang golek,
3.
Wayang Thengul Bojonegoro,
4.
Wayang Krucil,
5.
Wayang Purwa,
6.
Wayang Beber,
7.
Wayang Orang,
8.
Wayang gedog,
9.
Wayang Sasak,
10.
Wayang calonarang,
|
11.
Wayang wahyu,
12.
Wayang menak,
13.
Wayang klitik,
14.
Wayang suluh,
15.
Wayang papak,
16.
Wayang madya,
17.
Wayang Parwa,
18.
Wayang sadat, dan
19.
Wayang kancil.
|
b.
Fungsi Wayang
1.
Fungsi Religius.
Pada awalnya wayang diciptakan oleh manusia adalah sebagai alat
pemenuhan kebutuhan religiusnya. Manusia zaman dahulu, mementaskan wayang (yang
bentuknya tidak seperti kita kenal sekarang) untuk memuja dan mempertemukan
mereka dengan roh-roh nenek moyang. Kepercayaan yang seperti demikian disebut
Animisme. Lalu untuk zaman sekarang, wayang masih dikaitkan dengan nilai-nilai
religius. Masih sering kali sebelum pementasan wayang ada sesajen tertentu yang
harus dibuat. Contoh yang lebih nyata lagi dengan adanya upacara ruwatan dengan
tujuan membuang sial yang mengharuskan adanya pertunjukan wayang.
2.
Fungsi Pendidikan.
Wayang digunakan juga oleh masyarakat sebagai media pendidikan. Dengan
wayang transformasi nilai-nilai luhur budaya dapat berlangsung secara efektif.
Banyak nilai-nilai kebaikan yang bisa diambil dari cerita atau lakon yang ada
dalam wayang. Transformasi ini bersumber dari dalang yang biasanya adalah orang
penting di masyarakat, kepada masyarakat baik itu kalangan atas atau bawah.
Pada masa Sunan Kalijaga pun wayang dijadikan media pendidikan dan wakwah.
Melaluinya, ajaran-ajaran Islam disisipkan agar lebih mudah dimengerti oleh
masyarakat Jawa waktu itu.
3.
Fungsi Penerangan dan
Kritik Sosial.
Dalam pertunjukan wayang,
masyarakat bisa diinformasikan tentang peristiwa apa yang penting untuk
diketahui oleh para dalang. Misalnya dengan mementaskan lakon-lakon tertentu
yang sesuai dengan keadaan masyarakat pada waktu itu. Lalu juga bisa dijadikan
sarana kritik sosial. Masyarakat bisa mengkiritik kebijakan pemimpin mereka
tanpa resiko kemarahan pemimpin melalui wayang. Dengan lakon-lakon tertentu
pula atau fragmen wayang goro-goro´ dalang bisa bebas mengkritik kebijakan
pemimpin.
4.
Fungsi Hiburan.
Wayang di sini murni merupakan hiburan bagi masyarakat. Tidak
ditujukan untuk maksud-maksud religi tertentu. Tapi hanya untuk menghibur
masyarakat yang gemar akan seni pertunjukan ini. Seperti pada acara khitanan,
resepsi pernikahan, acara besar desa, yang dipentaskan untuk menghibur khalayak
ramai.
2.
Kasidah
Kasidah berasal dari bahasa Arab qasidah.
Artinya, puisi yang lebih darai empat bait. Kasidah merupakan jenis seni suara
yang bernafaskan islam. Lagu-lagu yang dinyanyikan berisikan unsure-unsur
dakwah islamiah dan nasehat-nasehat yang sesuai ajaran Islam. Lagu-lagu kasidah
biasanya dibawakan dengan irama gembira dan diiringi rebana.
Rebana pada awalnya adalah instrumen yang mengiringi
lagu-lagu keagamaan, seperti pujian-pujian terhadap Allah swt., selawat kepada
Nabi Muhammad saw., atau syair-syair Arab. Karena fungsi yang dimainkan itulah,
alat ini disebut rebana. Rebana berasal dari kata rabbana yang berarti
wahai Tuhan kami (semua bentuk pujian kepada Allah swt.).
Kasidah biasanya dibawakan oleh sebuah grup yang
terdiri atas sepuluh hingga dua puluh orang. Mereka membawakan lagu-lagu
tersebut dengan berdiri dan berpakaian
kerudung atau kebaya panjang, Dalam pelaksanaannya, biasanya ditunjuk seseorang
sebagai vokalis. Anggota yang lain berperan juga sebagai penyanyi dalam
syair-syair yang dinyanyikan dengan kor.
Kesenian kasidah mulai tumbuh seiring berkembangnya
kesenian tradisional Islam yang ada ditengah masyarakat Indonesia, seperti
zikir dan selawat. Lagu-lagu yang berasal dari zikir dan selawat itu biasanya
disajikan dalam acara-acara perayaan, seperti Maulid Nabi, Isra, Mikraj, atau
pernikahan. Masuknya lagu-lagu Arab modern ke Indonesia membuat para seniman
Islam Indonesia memadukan antara kesenian tradisional dan lagu-lagu tersebut.
Dari sinilah muncul kesenian kasidah. Kasidah mulai populer sekitar tahun
1970-an, kasidah sudah berkembang secara luas. Bahkan, sudah mulai tampil dalam
acara televisi.
Perkembangan kesenian kasidah didasari adanya
kesepakatan ulama-ulama hukum Islam bahwa seni adalah mubah (boleh). Mereka
berpendapat bahwa pemanfaatan seni suara yang dimaksudkan untuk tujuan kebaikan
dan disajikan secara baik, hukumnya boleh. Dengan catatan, hal tersebut tidak
melanggar aturan-aturan agama serta tidak mendorong orang melalaikan
perintah-perintah agama. Bahkan merupakan anjuran jika kesenian itu bertujuan
untuk dakwah. Sejak itulah bermunculan grup-grup kasidah di Indonesia, seperti
Nasidah Ria, Nida Ria, dan el-Hawa.
3.
Hadrah
Hadrah adalah suatu kesenian dalam bentuk seni
tari dan nyanyian yang bernafaskan
Islam. Lagu-lagu yang digunakan adalah lagu-lagu yang berisi ajaran Islam,
sedangkan musiknya menggunakan rebana dan genjring. Hadrah biasanya dipentaskan
dalam acara syukuran atas kelahiran anak, khitanan, pernikahan, atau hal-hal
yang berkaitan dengan kegiatan keislaman. Selain kesenian, syair-syair yang
dilantunkan dalam hadrah juga berisi nasehat-nasehat atau piwulang-piwulang
luhur.
Dalam beberapa acara, seperti khitanan dan
pernikahan, hadrah biasanya diselenggarakan dalam bentuk arak-arakan. Hadrah
merupakan hiburan untuk menyemarakkan upacara yang sedang berlangsung.
4.
Sekaten
Di Yogyakarta ada sebuah budaya yang hingga saat ini masih terus
dilestarikan yaitu Sekaten yang diselenggarakan untuk memperingati lahirnya
Nabi Muhammad saw. yang lahir
pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Sekaten merupakan
upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad saw.
Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama. Selain
di Keraton Yogyakarta juga diselenggarakan di Keraton Surakarta.
Kata sekaten itu
sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yaitu syahadatain (dua kalimah
syahadat). Syahadatain merupakan wujud pengakuan keislaman seseorang.
Pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari
Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan,
sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati
pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan,
yang memiliki laras swara yang merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Pada tanggal 5
bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu,
dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal
Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya
mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua
perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Yogyakarta, dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai
pengawal prajurit Keraton berseragam lengkap. Sekaten di Demak mulai diperkenalkan oleh Raden Patah pada abad XVI. Pada saat itu ribuan orang Jawa
beralih agama Islam dengan mengucapkan syahadatain. Oleh karena itu,
penggunaan istilah sekaten menjadi populer.
Di Yogyakarta dan Surakarta, sekaten menjadi lambang kekuatan dan kebenaran pendiri Kerajaan Mataram
Islam. Tepat pada hari Maulid Nabi Muhammad saw. (12 Rabiulawal), semua pusaka
kerajaan dibersihkan secara khusus. Setelah itu, diarak mengelilingi
jalan-jalan kota untuk dipertunjukkan kepada masyarakat luas. Perayaan sekaten
itu diadakan setiap satu tahun sekali, yang dikenal dengan sebutan Muludan.
Maksudnya adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Pada saat itu
diadakan ceramah-ceramah keislaman di serambi masjid keraton Surakarta dan
keraton Yogyakarta atau Mataram.
Masyarakat yang akan
melihat perayaan sekaten tidak dipungut biaya sedikit pun. Mereka hanya diminta
supaya mengucapkan dua kalimah syahadat sebelum masuk ke arena sekaten
(alun-alun kerajaan). Bagi yang belum bisa, ada petugas yang membimbing membaca
dua kalimah syahadat. Dengan perayaan sekaten itu, agama Islam cepat tersiar
dan dianut oleh masyarakat Jawa Tengah, terutama di Surakarta, Yogyakarta, dan
sekitarnya.
Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah “grebeg maulid”, yaitu keluarnya
sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama Kraton. Masyarakat
percaya bahwa siapapun yang mendapatkan gunungan tersebut, biarpun sedikit akan
dikaruniai kebahagiaan dan kemakmuran. Kemudian tumpeng tersebut diperebutkan
oleh ribuan warga masyarakat. Mereka meyakini bahwa dengan mendapat bagian dari
tumpeng akan mendatangkan berkah bagi mereka.
Pada umumnya ,
masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa
dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini yang
bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugerahi
awet muda. Sebagai ” Srono ” (syarat) nya, mereka harus mengunyah sirih di
halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten.
Oleh karenanya,
selama diselenggarakan perayaan sekaten itu, banyak orang berjualan sirih
dengan ramuannya, nasi gurih bersama lauk-pauknya di halaman Kemandungan, di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid
Agung Yogyakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan
ini memohon pula agar panennya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat
tekadnya ini, mereka memberi cambuk (pecut) yang dibawanya pulang.
Sedangkan
keramaian penunjang berisi kesenian rakyat tradisional yang menyertai upacara
tradisional seperti penjaja makanan tradisional, mainan tradisional serta
kesenian rakyat tradisional. Kemudian untuk keramaian pendukung berupa pameran
pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah maupun instansi sektoral dan
vertikal, promosi pemasaran barang produksi dalam negeri dan meningkatkan
barang ekspor nonmigas serta keramaian lainnya seperti permainan anak-anak,
rumah makan dan cinderamata.
Selama lebih
kurang satu bulan sebelum upacara Sekaten dimulai, Pemerintah Daerah Kotamadya,
memeriahkan perayaan ini dengan pasar malam, yang diselenggarakan di Alun-alun
Utara Jogjakarta.
Melalui Sekaten sebagai peristiwa budaya yang juga sebagai peristiwa religius
dan merupakan ikon sekaligus identitas Jogjakarta.
Dan hal itu sudah sepantasnya kita pertahankan dan kita kembangkan nilai-nilai
hakikinya sebagai warisan keaneka ragaman budaya bangsa.
C.
Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
Adat merupakan aturan atau
perbuatan yang lazim dilakukan sejak dahulu kala, antara lain:
1.
Ada Melayu
Kehidupan orang Melayu (Riau) selalu diwarnai dengan upacara adat
sebagai warisan tradisi nenek moyang mereka. Masuknya agama Islam, sedikit
banyak mempengaruhi dalam pelaksanaan upacara tersebut. Misalnya, kelahiran
anak hingga masuk usia dewasa.
Anak yang baru lahir, jika bayi itu laki-laki segera diazankan,
sedangkan bayi perempuan diiqamahkan. Khususnya bayi perempuan, lidahnya
ditetesi madu dengan menggunakan kain. Hal itu dimaksudkan agar anak tersebut
memiliki kata-kata seperti madu.
Beberapa hari setelah kelahiran, dilakukan acara akikah sesuai ajaran
islam. Bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan
diakikahi dengan satu ekor kambing. Selain diakikahi, juga dilakukan pemotongan
rambut sekaligus pemberian nama kepada bayi tersebut.
Ketika bayi itu berusia tiga bulan, diadakan upacara yang disebut
mengayun budak. Bagi bayi perempuan, diadakan pelubangan di telinganya atau
disebut batindik untuk dipasang perhiasan. Pada usia enam bulan, diadakan
upacara turun tanah yaitu ketika bayi itu menjejakkan kakinya pertama kali di
tanah.
Pada usia anak tujuh tahun, orang tuanya akan mengantarkannya kepada
guru ngaji untuk belajar Al-Qur’an, bersilat, dan menari Zapin. Pada
saat itu tiba waktunya seorang anak dikhitan (bersunat), baik laki-laki
maupun perempuan. Dalam acara bersunat, pesta perayaannya dimeriahkan dengan
kesenian gazal dan langgam. Khusus anak laki-laki, khitan
dilakukan setelah ia tamat (khatam) Al-Qur’an yang ditandai dengan upacara berkhatam
ngaji. Kebanggaan bagi orang tua jika anak yang dikhitan sudah khatam dalam
membaca Al-Qur’an. Sebaliknya, aib bagi rang tua jika anak yang dikhitan tidak
dapat khatam membaca Al-Qur’an.
Khitan merupakan tanda bahwa seorang anak laki-laki dianggap telah
memasuki usia dewasa. Mereka mulai memisahkan diri dengan orang tua dengan cara
tidur di surau atau masjid. Anak laki-laki yang sudah dewasa disebut bujang,
sedang anak perempuan disebut dara atau gadis.
Disamping itu juga dalam adat Melayu terdapat tarian yang bernafaskan
Islam, yaitu tari Saman atau tari tangan seribu (athousand hand dance) adalah
tarian tradisional melayu yang berasal dari daerah Aceh Tenggara, tepatnya di
dataran tinggi Gayo. Nama “saman” diambil dari orang yang menciptakan dan
mengembangkan tarian ini, Syeikh Saman, yaitu salaah seorang ulama yang
menyebarkan agama Islam di Aceh. Bahasa syair atau lagu yang digunakan adalah
bahasa Arab dan Aceh yang memuat pesan-pesan dakwah, sindiran, pantun nasehat
dan pantun percintaan. Tarian ini dikenal dengan bebrapa jenis nama, antara
lain Saman Gayo, di Aceh Tenggara dan Tengah, Saman Lokop di Aceh Timur dan
Saman Aceh Barat di Aceh Barat. Namun, belum ditemukan penjelasan yang lebih
rinci mengenai persamaan dan perbedaan tarian saman dan masing-masing daerah
tersebut.
Pada zaman dahulu, tarian ini dipertunjukkan dalam upacara adat
tertentu, diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad
saw. Selain itu, khususnya dalam konteks kekinian, tarian ini dipertunjukkan
pula pada acara-acara yang bersifat kenegaraan, seperti kunjungan tamu-tamu
Negara, atau pada saat pembukaan sebuah festival dan acara lainnya.
Tarian sama diduga berasal dari tarian Melayu kuno. Munculnya dugaan
tersebut karena tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur
dasar dalam tarian melayu kuno. Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga ketika
menyebarkan agama Islam, Syeikh Saman mempelajari tarian Melayu Kuno, kemudian
mengahdirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam
demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat
religius ini masih digunakan sebagai media untuk penyampaian pesan-pesan dakwah
melalui pertunjukan-pertunjukan.
Pada umumnya, tarian Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan
laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, tarian ini dimainkan pula oleh kaum perempuan atau campuran antara
laki-laki dan perempuan. Selain itu, pendapat lain mengatakan bahwa tarian ini
ditarikan kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai
pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Untuk mengatur berbagai gerakannya
ditunjukkan seorang pemimpin yang disebut Syeikh. Selain mengatur gerakan para
penari, syeikh juga bertugas untuk menyanyikan syair-syair lagu saman ini.
Para penari saman memakai kostum seragam khas aceh, dengan bulang
teleng di kepala, penutup leher serta gelang dikedua pergelangan tangan. Dalam
pelaksanaannya, para penari duduk berbaris memanjnag kesamping dengan lutut
ditekuk. Syeikh duduk di tengah-tengah para penari lainnya. Syeikh menyanyikan
syair atau lagu diikuti dengan berbagai gerakan oleh penari yang lain. Gerakan
dan lagu yang dinyanyikan memiliki hubungan yang dinamis, singkron dan
memperlihatkan kekompakan. Tarian ini diawali dengan suatu gerakan lambat,
dengan tepuk tangan, tepuk dada dan paha, serta mengangkat tangan ke atas
secara bergantian. Semakin lama, gerakan tarian ini semakin cepat hingga tarian
ini berakhir.
2.
Adat Minang
Menurut adat Minang, anak laki-laki yang sudah menginjak usia akil
balig harus segera dikhitan dan belajar mengaji. Masyarakat Minang mempunyai
adat kebiasaan dalam rangka mengantarkan anak laki-lakinya menuju masa
kedewasaan. Misalnya, upacara khitanan. Upacara tersebut sebagai tanda bahwa
anak laki-laki tersebut sudah dianggap dewasa, sekaligus untuk mengislamkan
dirinya. Adapun untuk anak perempuan yang masuk usia dewasa diadakan upacara
merias rambut (menata konde). Upacara itu diadakan ketika anak perempuan
tersebut mendapat haid pertama.
Dilihat dari segi sejarah, seni bernafaskan islam pada awalnya berkembang
di surau-surau, yaitu berfungsi sebagai media dakwah dalam perkembangan agama
dan ajaran islam oleh ulama-ulama kepada murid-murid di surau. Kesenian gaya
surau yang cukup populer misalnya salawat, dulang, dikie rabano, albarzanji,
indang dan sebagainya. Kesenian berawal dari lingkungan murid-murid surau dalam
mempelajari agama Islam. Lewat kesenian itulah dipantulkan pula ajaran islam,
seperti puji-pujian kepada Allah swt, sanjungan kepada Nabi dan riwayatnya,
sanjungan pada Al-Qur’an dan sebagainya.
Peranan kesenian Islam dengan nilai-nilai estetika yang tinggi telah
mampu menembus celah pengembangan Islam di Minangkabau. Kesenian surau pengaruh
budaya Islam beradaptasi dengan seni yang sudah berkembang terlebih dahulu di
Minangkabau. Peristiwa akulturasi menjadi ciri khas seni Islam Minangkabau.
Artinya, spirit estitika seni pertunjukan yang berkembang pada masyarakat etnis
Minangkabau merupakan perpaduan dari berbagai estetika seni budaya yang datang
dengan estetika yang sudah berkembang sebelumnya. Kemudian menjadi
karakteristik dan membentuk jati diri seni bernafaskan islam etnis Minangkabau.
Contoh jelas kebudayaan lain yang berpengaruh estetika seni nuansa islam etnis
minangkabau antara lain Persia, Gujarat, aceh, India, barat dan budaya populer.
Seni pertunjukan yang mendapat pengaruh besar dari kebudayaan islam itu
memiliki ciri-ciri yang cukup berbeda dengan kesenian yang hidup dan berkembang
sebelum berkembangnya islam di daerah ini. Syair-syair yang dinyanyikan selalu
menonjolkan warna islam dengan jelas. Bila tidak mencerminkan riwayat nabi
Muhammad, mungkin menceritakan seluk beluk agama. Contoh jelas kesenian ini
amat terlihat pada salawat dulang, indang, dikiarebana, dan barzanji. Jenis
kesenian islam yang memerlukan tari, maka kecendrungan geraknya dalam posisi
duduk bersaf, sambil memukul-mukul rebana (kesenian indang, dikiye rebana).
Kesenian nuansa islam yang semula sangat kental dengan misi ajaran
keagamaan, namun lama kelamaan mengalami perkembangan dengan memasukkan
fenomena budaya zamannya, baik masalah-masalah yang disampaikan, maupun
lagu-lagu. Dalam perkembangannya, masih ada kesenian bernuansa islam yang
menjaga keseimbangan antara misi dakwah islamiah dan hiburan seperti dikiya
rabano dan salawat dulang. Namun adapula yang sudah berubah menjadi seni
pertunjukan hiburan, tidaklagi mengutamakan atau menseimbangkan antara
penyampaian masalah keagamaan dengan hiburan. Jenis kesenian ini lebih terlihat
pada kesenian indang.
Harapan kita semua, walaupun berbagai perubahan atau pengembangan
kesenian bernafaskan islam di Minangkabau tidak dapat dihindarkan pada era
globalisasi ini, namun masalah etika dan estetika adat bersendi syara’, syara’
bersendi kitabullah seharusnya tetap menjadi indicator perubahan itu.
3.
Adat Bugis
Negara kita terdiri atas berbagai suku bangsa. Setiap suku mempunyai
tradisi atau adat istiadat masing-masing. Di Bugis, ada jenis tarian adat yang
disebut tari pergaulan. Tarian itu dapat dimainkan, baik oleh penari
tunggal maupun kelompok. Tarian yang dimainkan secara berkelompok, biasanya
dimainkan oleh sekelompok perempuan atau sekelompok laki-laki. Jadi, tidak ada
kelompok laki-laki dan perempuan menjadi satu. Tarian yang dimainkan oleh
sekelompok laki-laki disebut Pakarena Burakne. Adapun tarian yang
dimainkan oleh sekelompok perempuan disebut tari Pakarena Baine. Kedua
jenis tarian itu menggambarkan kehalusan putra/putrid Bugis. Tari pergaulan
sering kali disajikan dalam berbagai upacara, seperti pernikahan, khitanan atau
hajatan lainnya. Tarian itu bertujuan untuk memeriahkan jalannya upacara.
Suku bugis atau to ugi’ adalah salah satu suku diantara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di
sulawesi bagian selatan. Namun dalam perkembangannya, saat ini komunitas bugis
telah menyebar luas ke seluruh nusantara.
Penyebaran suku bugis di seluruh tanah air disebabkan mata pencaharian
orang-orang bugis umumnya adalah nelayan dan pedagang. Sebagian dari mereka
yang lebih suka merantau adalah berdagang dan berusaha (massompe’) dinegeri
orang lain. Hal lain juga disebabkan karena factor history orang-orang bugis
itu sendiri di masa lalu.
Konsep ade’ (adat) merupakan tema sentral dalam teks-teks hokum dan
sejarah orang bugis. Namun, istilah ade’ itu adalah pengganti istilah-istilah
lama yang terdapat didalam teks-teks pra
islam, kontrak-kontrak social serta perjanjian yang berasal dari zaman itu.
Masyarakat tradisional bugis mengacu kepada konsep pang’ade’reng atau adat
istiadat, berupa serangkaian norma yang terkait satu sama lain.
Namun, setelah diterimanya islam dalam masyarakat bugis, banyak terjadi
perubahan-perubahan terutama dalam tingkat ade’ (adat) dan spiritualitas.
Upacara-upacara penyajian, kepercayaan akan roh-roh, pohon yang dikeramatkan
hamper sebagian besar tidak lagi melaksanakannya karena bertentangan dengan
pengalaman kaum islam. Pengaruh islam ini sangat kuat dalam masyarakat bugis,
bahkan turun menurun orang-orang bugis hingga saat ini semua menganut agama
islam.
Pengalaman ajaran islam oleh mayoritas masyarakat bugis menganut pada
faham madzhab Syafi’i serta adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan syari’at islam itu sendiri. Budaya dan adat istiadat yang banyak
dipengaruhi oleh budaya islam tampak pada acara-acara pernikahan, ritual bayi
yang baru lahir (aqiqah), pembacaan surat yasin dan tahlil terhadap orang-orang
yang meninggal serta menunaikan kewajibah haji bagi mereka yang berkemampuan
untuk melaksanakannya.
Factor-faktor yang menyebabkan masuknya islam pada masyaarakat bugis
kala itu juga melalui jalur perdagangan dan pertarungan kekuasaan
kerajaan-kerajaan besar kala itu. Setelah kalangan bangsawan bugis banyak yang
memeluk agama islam, maka seiring dengan waktu akhirnya agama islam bias di
terima seluruh masyarakat bugis. Penerapan syari’at islam in juga dilakukan oleh
raja-raja bone, diantaranya napatau’ matanna’tikta’ sultaan alimuddin idris
matindroe’ rinaga uleng, lama’ daremmeng, dan andi makpanyukki.
Konsep-konsep ajaran islam ini banyak ditemukan persamaannya dalam
tulisan-tulisan lontara. Konsep norma dan aturan yang mengatur hubungan sesama
manusia, kasih sayang, dan saling menghargai, serta saling mengingatkan juga
terdapat dalam lontaran. Hal ini juga memiliki kesamaan dengan prinsip hubungan
sesama manusia pada ajaran agama islam.
Budaya-budaya bugis sesungguhnya
yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mengajarkan hal-hal yang
berhubungan dengan akhlak sesame, seperti mengucapkan tabe’ (permisi) sambil
berbungkuk setengah badan bila lewat didepan sekumpulan orang-orang tua. Yang
sedang bercerita, mengucapkan iye (dalam
bahasa jawa enggeh), jika menjawab pertanyaan sebelum mengutarakan alasan,
ramah, dan menghargai orang yang lebih tua. Serta menyayangi yang muda. Inilah
diantaranya ajaran-ajaran suku bugis yang sesungguhnya yang termuat dalam
lontara yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat
bugis.
4.
Adat Madura
Madura mempunyai beberapa kesenian adat, seperti sandur. Sandur
mempunyai beberapa arti. Di Madura Timur, sandur berarti nyanyian ritual,
meniru suara gamelan dengan mulut, dan tat cara bersenandung menghibur diri. Di
Madura Barat, khususnya di Bangkalan, sandur mempunyai arti pertunjukan teater
komedi yang dahulu disebut slabadan. Namun, belakangan ini lebih populer
dengan sebutan sandur Madura.
Sandur dikenal sebagai teater rakyat yang seluruhnya dimainkan oleh
kaum laki-laki. Tema cerita yang diangkat berkisar tentang konflik rumah
tangga. Sandur dipresentasikan dengan penuh kesahajaan, blak-blakan, lugas, dan
komedi. Sandur mempunyai kemiripan dengan kesenian di Jawa, seperti ketoprak,
ludruk, dan teater daerah.
Di lingkungan madura, budaya pesantren adalah ranah tempat jenis-jenis
kesenian yang bersumber atau berakar pada tradisi Islam pernah hidup dan
berkembang. Jenis-jenis kesenian itu antara lain syi’ir (santra), diba’ hadrah,
gambus, samroh (musik), samman, ruddad, zaf (tari), dan drama al-badar
(teater). Akar kesenian tersebut tertanam jauh dijantung kebudayaan Islam, jika
bukan isi setidaknya bentuk yang ditransmisi, ke lingkungan budaya madura
melalui berbagai jalan, yaitu pendidikan, budaya, dan tasawuf (tarekat). Syi’ir
bentuk puisi tradisional Arab yang biasanya bermitrum aaaa atau aabb, misalnya,
diajarkan di pesantren-pesantren melalui contoh-contoh puisi karya para ulama’
terkenal. Karena itu, bagi masyarakat lingkungan budaya pesantren, bentuk
syi’ir Madura terasa lebih akrab di banding pantun atau puisi bebas.
Jenis-jenis kesenian lainnya (musik, tari, teater), jika tidak secara langsung
menimba inspirasi dan khazanah islam, pastilah bertalian atau mendapat pengaruh
dari tradisi islam itu sendiri.
Karena semua jenis kesenian tersebut merefleksikan wawasan atau
pengaruh Islam, maka ia tumbuh dalam lingkungan budaya pesantren di mana
lingkaran sosial ulama lokal menyentuh lapisan sosial yang relative jauh dari
sentrum instrusi ulama itu sendiri. Semakin jauh lingkaran sosial budaya
pesantren dari sentrum instrusi ulam di mana kesenian mendapatkan tempatnya,
maka kesenian tersebut mendapatkan asimilasinya dengan kebudayaan pesantren dan
non pesantren di Madura. Di samping mementaskan scenario atau kisah yang tidak
ditemukan akar dilingkungan budaya pesantren, merekan mementaskan kisah-kisah
nabi yang jelas mengakar dilingkungan pesantren. Yang sangat terkenal
diantaranya adalah cerita Nabi Yusuf a.s, sebuah kisah tragis seorang nabi,
lengkap dengan kisah abadi tentang cinta antara Siti Zulaikha, dan secara
keseluruhan memperlihatkan kemenangan iman atas kezaliman.
Sebagaimana telah dikatakan, sistem simbol lingkungan budaya non
pesantren adalah kesenian Madura. Yakni kesenian yang hidup di Madura sejak
pra-Islam, diperkaya pengaruh kesenian jawa, dan relatif steril dari pengaruh
Islam. Jenis-jenis kesenian yang hidup dalam lingkungan budaya non pesantren
ini antara lain pantun, mamaca, kol-kol (santra), ludruk, tandha’, ketoprak
topeng (teater), saronen, gamelan, okol (musik/nyanyian), tayub, sandur (tari).
Tentu saja, polarisasi kesenian ini tidak selalu definitive. Dalam beberapa
hal, terjadi tumpang tindih antara kesenian dalam lingkungan budaya pesantren
dan non pesantren. Terjadinya tumpang tindih itu untuk sebagian menunjukkan
terjadinya proses asimilasi kultural antara kedua lingkungan budaya yang masih
terus berlangsung.
Disamping kesenian, di Madura juga memiliki
kebudayaan atau adat yang berasaskan Islam yaitu, perkawinan keluarga.
Perkawinan ini merupakan adat Madura, dengan cara melakukan perkawinan dengan
sesama keluarga besar. Sistem keluarga besar telah menyebabkan tradisi yang
turun temurun, sehingga dominasi perkawinan dalam keluarga didominasi oleh
orang tua. Anak tidak memiliki power untuk menentukan dengan siapa mereka akan
menjalani perkawinan. Unsur-unsur perkawinan meliputi benda, perilaku, norma
dan makna. Benda-benda dalam perkawinan yaitu : buah kelapa, pisang, bahan
makanan (beras, gula, minyak tanah), seperangkat alat sholat (mukena, al-Quran,
sajadah), seperangkat pakaian dan alat kecantikan.
Perilaku perkawinan dengan cara pihak laki-laki
menghantarkan barang kepada pihak perempuan, upacara penyerahan, permintaan dan
penerimaan, penentuan perkawinan, upacara akad nikah, resepsi perkawinan, dan
sungkeman, serta anjang sana kepada keluarga besar.
Pernikahan keluarga mengandung norma-norma
sebagai berikut,
1)
Tidak
boleh menerima tawaran orang lain kalau sudah diikat/dilamar,
2)
Segala
pemberian harus dipakai sendiri oleh calon penganten perempuan
3)
Menambah
erat ikatan keluarga besar,
4)
Membangun
kekuatan/kekuasaan di masyarakat melalui ikatan keluarga,
5)
Menyambung
ikatan keluarga.
Makna yang terkandung didalamnya, yaitu nilai
tanggung jawab, mempersatukan dua keluarga besar, silaturrahmi, menjalankan
sunnah rasul, memperbanyak keturunan, dan memperluas kekuasaan dan pengaruh di
masyarakatnya.
Simbol-simbol yang digunakan, memakai cincin
lamaran sebagai tanda bahwa terikat dengan seseorang dan tidak boleh menerima
tawaran orang lain. Simbol menghias penganten, kamar penganten ditempatkan
dikamar tengah, dengan indah menunjukkan bahwa ada sakralitas sebagai raja dan
ratu dalam resepsi tersebut. Upacara akad nikah di masjid sebagai tempat ritual
agama yang tinggi kedudukannya karena mengadakan perjanjian suci kepada Allah
dan disaksikan oleh keluarga dan masyarakat. Setelah itu acara sungkeman kepada
orang tua sebagai cara penghormatan yang tulus dan hormat, kemudia orang tua
membawa keliling penganten ke hadapan para tamu melambangkan mempercepat adaptasi,
dan bermasyarakat.
Ada nilai dehumanisasi yang bersistem kekerasan,
apabila anak atau penganten yang dijodohkan oleh orang tua tersebut belum tentu
mendapat persetujuan oleh anak. Apabila terjadi keretakan hubungan dalam
perjalanan hidupnya, maka akan terjadi segregasi sosial antara keluarga,
misalnya putusnya hubungan keluarga, dan berakhir dengan permusuhan. Dalam
intensitas yang tinggi, maka terjadi kekerasan seperti budaya “carok” akibat
harga dirinya dihina. Persoalan keretakan keluarga akibat ketidak harmonisan
hubungan mengancam hubungan keluarga besar.
Mengambil ilustrasi dari perkawinan keluarga adat
Madura dari, unsur-unsur lokal kultur berupa mata pencaharian dengan
kepercayaan bahwa pernikahan itu akan meningkatkan ekonomi keluarga. Ekonomi
orang yang berkeluarga akan semakin kokoh karena ada nilai tanggung jawab.
Pesta merupakan simbol untuk mengerti kekuatan keluarga, dan ritual untuk
membaca doa syukur dan dimensi sosial, bahwa pasangan tersebut sudah ada yang
punya. Alat perlengkapan dalam keseluruhan penikahan merupakan sesuatu yang
harus dipenuhi, dan diyakini akan mengekalkan hubungan pernikahan mereka.
Seperti seperangkat alat sholat harus lengkap untuk mengingatkan agar, taat
beragama dan menjalankan ibadah solat. Didalam pernikahan keluarga terdiri dari
serangklaian orang yang terorganisasi melalui ikatan perkawinan. Dengan adanya
pernikahan tersebut maka akan menambah jumlah anggota keluarga baru yang
terjalin dalam kekerabatan. Pernikahan keluarga juga mengembangkan sistem
bahasa Madura dan bahasa daerah yang lain. Sistem pengetahuan yang ada didalam
pernikahan keluarga adalah saling kenal mengenal dan memahami karakter
masing-masing pasangan, dari perkawinan tersebut mempertemukan adat dan suku
yang berbeda sehingga memperoleh kehidupan yang baru.
5.
Adat Sunda
Masyarakat Jawa Barat sebagian besar menganut agama Islam. Meskipun
demikian, banyak adat yang masih berlaku. Sunda memiliki berbagai macam adat
yang bernafaskan Islam., di antaranya setelah kelahiran hingga menjelang
dewasa.
Kelahiran bayi merupakan suatu peristiwa yang didambakan oleh kedua
orang tuanya. Di Sunda, apabila bayi yang lahir laki-laki, ia akan segera
diazankan di telinga kanan dan diiqamahkan di telinga kiri. Apabila bayi itu
perempuan, ia cukup diiqamahkan. Dengan harapan, bayi yang baru lahir sudah
mendengar kebesaran Allah swt. Sehingga kelak menjadi anak yang saleh,
bijaksana, pandai, dan taat menjalankan perintah agama. Kelahiran bayi ditandai
dengan penyembelihan akikah sebagai rasa syukur kepada Allah swt.
Kedewasaan seorang anak laki-laki, ditandai dengan upacara yang disebut
khitanan atau sunatan. Khitan biasanya dilakukan ketika anak
berusia 7-8 tahun. Anak yang akan dikhitan disuruh berendam terlebih dahulu. Hal itu dimaksudkan agar pada saatnya dikhitan
tidak banyak darah yang keluar. Kemudian, anak yang akan dikhitan mengenakan
sarung.
Khitan dilaksanakan di halamaan rumah. Anak yang akan dikhitan, kedua
kakinya diangkat oleh seorang laki-laki dewasa. Hal itu untuk mempermudah
tukang sunat (paraji sunat) melakukan tugasnya. Setelah khitan selesai
dilaksanakan, diadakan perayaan untuk menghibur anak yang dikhitan.
Keakrapan Sunda dengan Islam tercermin pula pada aspek lainnya. Dalam
sastra di luar cerita rakyat terdapat fiksi seperti wawancara Purnama Alam yang
aslinya dibuat oleh orang Sunda, di
samping Wawacan Rengganis yang merupakan terjemahan dari sastra jawa, atau
Wawacan Nabi Muhammad yang merupakan salinan dari kisah Nabi Muhammad
Demikian pula pada lagu, di Pasundan terkenal pujian atau nadoman,
diantaranya yang amat terkenal ialah pepujian yang berjudul Nabi Ruang Sarerea
(Nabi kita semua) yang merupakan terjemahan bebas dari Maulid asl-Berzanji.
Tampaknya terjemahan bebas itu disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sunda,
sehingga keakrapan orang Sunda dengan Nabi Muhammad lebih terasa. Bila pada
Berzanji dukisahkan takkala Nabi Muhammad berumur tiga bulan, ia sudah dapat
berdiri tegak, waktu usia lima bulan sudah dapat berjalan sendiri, dan sembilan
bulan sudah dapat berbicara dengan lancar, maka dalam pujian Nabi Urang Sarerea
ditambah dengan lirik.
Yuswana
sapuluh bulan
Tiasa ameng
papanahan
Ngelehkeun
budah nu lian
Tapi tara
kamagung
Artinya,
Pada
sepuluh bulan usianya
Telah
mahir bermain panah
Ia mengalahkan
anak-anak sebayanya
Namun
tidaklah ia besar kepala.
Pada Barzanji tidak disebutkan keadaan Nabi pada saat berusia sepuluh
bulan, apalagi perihal Nabi bermain panah-panahan. Permainan panah-panahan itu
adalah permainan yang amat disukai oleh orang-orang Priangan Timur, antara lain
Tasikmalaya. Diperkirakan pepujian tersebut, yang merupakan terjmahan bebas
berzanji itu, dibuat oleh orang Tasikmalaya, karena sudah dibukukan dengan
penerbit tokoh kairo, Tasikmalaya (tanpatahun) dan ditulis dengan huruf arab.
Sementara itu, penyelenggaraan upacara yang diadatkan atau yang
bersifat tradisional disesuaikan waktunya dengan hari-hari yang dimuliakan
agama islam, seperti panjang jimat di Cirebon, membersihkan tetinggal leluhur
di Ciburuy (Garut) pada bulan maulid.
UJI KOMPETENSI
I.
Beri tanda silang
(X) pada jawaban a, b, c, dan d yang paling benar !
1.
Kesenian wayang di
Nusantara merupakan hasil karya seorang ulama yanag terkenal, yaitu!
a. Sunan Bonang
b. Sunan Kalijaga
c. Sunan Gunung Jati
d. Sunan Muria
2.
Kasidah bersal dari bahasa
Arab qasidah, yang artinya!
a. Puisi yang terdiri dari delapan bait
b. Puisi yang terdiri dari enam bait
c. Puisi yang terdiri dari dua bait
d. Puisi yang terdiri dari empat bait
3.
Sekaten adalah perayaan
peringatan Maulid Nabi Muahammad saw yang diadakan di!
a. Yogyakarta dan Riau
b. Yogyakarta dan Surakarta
c. Surakarta dan Riau
d. Madura dan Aceh
4.
Pada adat Melayu, ketika
anak laki-laki sudah berumur tiga bulan diadakan upacara yang disebut!
a. Khitanan
b. Akikah
c. Turun tanah
d. Mengayun budak
5.
Sebagai tradisi nenek
moyang kehidupan orang Melayu (Riau) selalu diwarnai dengan!
a. Upacara adat
b. Berbagai macam bahasa
c. Upacara keagamaan
d. Berbagai macam kehidupan
6.
Kelahiran anak hingga masuk
usia dewasa dalam pelaksanaan adat masih
sangat kental oleh karena itu yang memberikan sedikit pengaruh untuk
menguranginya adalah!
a. Datangnya penguasa adat
b. Membuat kader-kader agar adat tetap eksis
c. Masuknya agama Islam
d. Berdirinya sekolah-sekolah
7.
Dalam adat sunda kedewasaan
anak laki-laki ditandai dengan khitanan, khitan biasanya dilakukan ketika anak
berusia!
a. 2 tahun
b. Baru lahir
c. 10 tahun
d. 8 tahun
8.
Tarian pergaulan termasuk
dari adat istiadat!
a. Melayu
b. Bugis
c. Madura
d. Sunda
9.
Di Madura terdapat kesenian
yang bernama syi’ir, yang mana kesenian ini menceritakan tentang kisah-kisah
para nabi, adapun kisah nabi yang terkenal adalah!
a. Kisah keteladanan Nabi Muhammad
b. Kisah tongkat Nabi Musa yang berubah jadi ular
c. Kisah Cinta zulaikha dan Nabi yusuf
d. Kisah Nabi Ibrahim yang diperintah menyembelih putranya
10. Bagi adat Melayu jika anak yang baru lahir itu laki-laki maka!
a. Segera di khitan
b. Segera di azankan
c. Ketika itu juga dipotong
d. Langsung diakikahi
11. Jika yang lahir itu anak perempuan, lidahnya ditetesi madu
dengan menggunakan kain dengan harapan!
a. Agar anak tersebut nantinya bias berbulan madu
b. Agar anak tersebut memiliki madu
c. Agar anak tersebut disenangi banyak orang
d. Agar anak tersebut memilki kata-kata semanis madu
12. Beberapa hari setelah kelahiran, bagi orang Melayu diadakan
acara!
a. Sesuai dengan ajaran Islam
b. Sesuai dengan adat setempat
c. Sesuai keinginan orang tua
d. Sunatan
13. Bagi bayi perempuan diadakan pelubangan ditelinga ketika bayi
tersebut berusia!
a. Dua bulan
b. Tiga bulan
c. Empat bulan
d. Lima bulan
14. Di Minangkabau penyebaran agama Islam melalui seni, yang
berkembang di!
a. Masjid
b. Rumah-rumah
c. Surau-surau
d. Pesantren
15. Di Pasundan dikenal pepujian atau nadoman, diantaranya yang amat
terkenal ialah pepujian yang berjudul!
a. Nabi Urang Sarerea
b. Salawat Dulang
c. Nabi Muhammad
d. Masyarakat Sunda
II. Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar !
1.
jelaskan kesenian wayang
sebagai dakwah penyiaran agama islam….!
2.
Apa yang di maksud dengan
kasidah….?
3.
Apa sajakah kandungan-
kandungan yang ada dalam kasidah..?
4.
Bagaimanakah adat melayu
tentang kelahiran anak ? Jelaskan.!
5.
Apa yang di maksud dengan
menganyam budak menurut adat melayu ( Riau )?
6.
Dalam adat minangan ada
istilah menata konde apa maksudnya…?
7.
Apakah nama tarian untuk
adat bugis…?
8.
Jelaskan beberapa arti dari
sandur,yang merupakan salah satu dari kesenian adat madura…!
9.
Dalam adat bugis ada
istilah pakarena Burakne dan Pakarena Baine apa perbedaan keduanya…?
10.
Mengapa dalam adat sunda
bagi anak laki-laki yang berusia 7-8 tahun sebelum di khitan diharuskan mandi
terlebih dahulu…?
Paraf
Orang tua /Wali Murid
|
Nilai
Uji Kompetensi
|
Paraf
Guru /Wali kelas
|
(..............................)
|
|
(..............................)
|
DAFTAR PUSTAKA
Armando,
Ade. Dkk. 2002. Ensiklopedi Islam untuk Pelajar. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve.
Latif, Chalid & Irwin Lay,
1993. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: PT Pembina Peraga.
Nasution,
Harun.Dkk. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: PT. Djambatan.
R. Soekmono. 1985. Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius.
Tim
Penyusun. 2002. Pengantar Studi Islam. Surabaya :IAIN Sunan Ampel Press.
Zuhairini,
Dkk. 1995. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Rodhi, Abdul, 2010. An Najah untuk MTs. Klaten: CV. Gema Nusa.
Chakim, Lukman, 2009. Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs.
Semarang: CV. Aneka Ilmu.
Yatim, Badri, 2007. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumarsono, 2001. Pendidikan Sejarah Budayaan Islam . Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Alfandi, Widoyo, 2002. Reformasi Indonesia: Bahasan dari
Sudut Pandang Kebudayaan Nusantara. Yogyakarta:Gadjah Mada University.
Suradinata,Ermaya, 2005. Seni Kebudayaan Nusantara. Jakarta:
Suara Bebas.
[1]) Seperti Snouck
Hungronye, JP. Molguette, Jl. Monens, J.Hushoff Poll, GP. Rouffer, HKJ. Cowan,
Dll.
[2]) Tim Penyusun. Pengantar
Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Press: Surabaya. Thn. 2002. Cet. I. Hal: 253-254.
[3]) Dra. Zuhairini, Dkk.
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Thn. 1995. Ed. I. Cet. IV. Hal:
136.
[4]) Prof. Dr. H. Harun
Nasution. Dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: PT. Djambatan. Thn. 1992.
Cet I. Hal: 843.
[5]) Ade Armando, dkk.
Ensikllopedia Islam untuk Pelajar. Jakarta:
PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Thn. 2002.
Cet. II. Hal: 71.
[6]) Ade Armando, dkk. Op.Cit.
Hal: 11.
[7]) Dikembangkan kembali dalam Prof. Dr. H. Harun
Nasution. Dkk. Op.Cit. Hal: 606.
[8]) Tim Penyusun. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel
Press: Surabaya. Thn. 2002. Cet. I. Hal: 253-254.
[10]) http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram
terima kasih banyak gan, sangat bermanfaat :)
BalasHapus