BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semua manusia di dalam hidupnya di dunia ini, selalu
membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut Agama. Mereka merasakan
bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha
Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal
semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun pada masyarakat
yang sudah modern. Mereka akan merasa tenang dan tenteram hatinya kalau mereka
dapat mendekat dan mengabdikan diri kepeda Dzat Yang Maha Kuasa. Hal semacam
ini memang sesuai dengan firman Allah dalam Surat Ar-Rad ayat 28, yang artinya,
“Ketahuilah, bahwa hanya dengan ingat kepada Allah, hati akan menjadi
tenteram.”
Karena itu manusia akan selalu berusaha untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan, hanya saja cara mereka mengabdi dan mendekatkan diri kepada
Tuhan itu berbeda sesuai dengan agama yang dianutnya. Itulah sebabnya, bagi
orang Muslim diperlukan adanya Ilmu Fiqih, agar dapat mengarahkan fitroh mereka
tersebut kearah yang benar, sehingga mereka akan dapat mengabdi dan beribadah
sesuai dengan ajaran Islam. Tanpa adanya Pendidikan Agama (Fiqih) dari satu
generasi ke generasi berikutnya, maka orang akan semakin jauh dari Agama yang
benar.
Tujuan dari Pendidikan Ilmu Fiqih adalah untuk
membimbing anak agar mereka menjadi orang Muslim sejati, beriman teguh, serta
berguna bagi masyarakat, Agama dan Negara.
Tujuan pendidikan Ilmu Fiqih tersebut adalah merupakan
tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan
Agama. Karena itu dalam pendidikan agama yang perlu ditanamkan terlebih dahulu
adalah keimanan yang teguh, sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu maka
akan menghasilkan ketaatan menjalankan kewajiban agama.
Inti yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar
mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apa pun yang termasuk perangkat
program pengajaran dituntut untuk menunjang tercapainya tujuan. Guru tidak
dibenarkan mengajar dengan kemalasan. Anak didik pun diwajibkan mempunyai kreativitas
yang tinggi dalam belajar, bukan selalu menanti perintah guru. Kedua unsur ini
juga perlu karena ingin mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Dengan memperhatikan gejala-gejala tersebut diatas
maka timbul pertanyaan dalam benak penulis sejauh manakah keberhasilan
pengajaran fiqih selama ini? Padalah sering digembar-gemborkan sebagai bangsa Indonesia
kita harus atau wajib mengamalkan Pancasila sebagai pedoman hidup dalam berbangsa
dan bernegara. Tetapi kenyataannya masih banyak terdapat penyimpangan-penyimpangan
dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
Bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Diantaranya faktor tesebut
adalah strategi pembelajaran yang kurang mengena terhadap pelajaran fiqih dalam
meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran Fiqih.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut
diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar Dalam Memahami Pelajaran Fiqih dengan
Diterapkannya Metode Demonstrasi Pada Siswa Kelas V MI Al-Hidayah Mangli Jember Tahun Pelajaran 2010/2011.”
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis
merumuskan permasalahannya sebagi berikut:
- Bagaimanakah Meningkatkan Prestasi Belajar Dalam Memahami Pelajaran Fiqih dengan diterapkannya metode demonstrasi pada siswa Kelas V MI Al-Hidayah Mangli Jember Tahun Pelajaran 2010/2011?
- Bagaimanakah pengaruh metode demonstrasi terhadap motivasi belajar mata pelajaran fiqih pada siswa Kelas V MI Al-Hidayah Mangli Jember Tahun Pelajaran 2010/2011?
C. Batasan Masalah
- Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas V MI Al-Hidayah Mangli Jember Tahun Pelajaran 2010/2011.
- Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei semester genap tahun palajaran 2010/2011.
- Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan Haji.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengetahui peningkatan prestasi belajar dalam memahami pelajaran fiqih setelah diterapkannya metode demonstrasi pada siswa kelas V MI Al-Hidayah Mangli Jember tahun pelajaran 2010/2011.
- Mengetahui pengaruh motivasi belajar mata pelajaran fiqih setelah diterapkan metode demonstrasi pada siswa Kelas V MI Al-Hidayah Mangli Jember tahun pelajaran 2010/2011.
- Menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran fiqih dalam meningkatkan prestasi belajar pada siswa Kelas V MI Al-Hidayah Mangli Jember tahun pelajaran 2010/2011.
E. Manfaat Penelitan
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini
diharapkan dapat berguna sebagai:
- Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru fiqih dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar mata pelajaran fiqih
- Sumbangan pemikiran bagi guru fiqih dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar mata pelajaran fiqih.
- Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.
- Sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran fiqih.
- Menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran fiqih.
F. Definisi Istilah
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul
penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
- Metode Demonstrasi adalah
Istilah dalam pengajaran yang dipakai untuk menggambarkan suatu cara
mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau
pengoperasian peralatan barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau
peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum didemonstrasikan. Orang yang
mengdemosntasikan (guru, peserta didik, atau orang luar) mempertunjukkan sambil
menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan (Ramayulis, 2004:244).
- Motivasi belajar adalah:
Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah
laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan
dalam diri indvidu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam
mencapai tujuan tertentu(Nur, 2001:162).
- Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,
setelah siswa mengikuti pelajaran(Rustiyah, 1991:14).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993:68)
mengemukakan bahwa belajar adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang
dengan sengaja dikalukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau
mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu
proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh
proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan,
kecakapan, bertambah pengetahuan, bekembang daya pikir, sikap dan lain-lain
(Soetomo, 1993:120).
Pasal 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang
menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan
kegiatan pada situasi tertentu.
B. Motivasi Belajar
- Konsep Motivasi
Pengajaran tradisional menitik beratkan pada metode
imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting
oleh guru bagi murid (Hamalik, Oemar: 2001:157). Cara ini tidak
mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang diberikan itu sesuai atau tidak
dengan kesanggupan, kebutuhan, minat, dan tingkat kesanggupan, serta pemahaman
murid. Tidak pula diperhatikan apakah bahan-bahan yang diberikan itu didasarkan
atas motif-motif dan tujuan yang ada pada murid.
Sejak adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang
psikologi tentang kepribadian dan tingkah laku manusia, serta perkembangan
dalam bidang ilmu pendidikan maka pandangan tersebut kemudian berubah. Faktor
siswa didik justru menjadi unsur yang menentukan berhasil atau tidaknya
pengajaran berdasarkan “pusat minat” anak makan, pakaian, permainan/bekerja.
Kemudian menyusul tokoh pendidikan lainnya seperti Dr. John Dewey, yang
terkenal dengan “pengajaran proyeknya”, yang berdasarkan pada masalah yang
menarik minat siswa, sistem perekolahan lainnya. Sehingga sejak itu pula para
ahli berpendapat, bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif
tertentu, dan perbuatan belajar akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi
yang ada pada murid. Murid dapat dipaksa untuk mengikuti semua perbuatan,
tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana
mestinya. Seekor kuda dapat digiring ke sungai tetapi tidak dapat dipaksa untuk
minum. Demikian pula juga halnya dengan murid, guru dapat memaksakan bahan
pelajaran kepada mereka, akan tetapi guru tidak mungkin dapat memaksanya untuk
belajar belajar dalam arti sesungguhnya. Inilah yang menjadi tugas yang paling
berat yakni bagaimana caranya berusaha agar murid mau belajar, dan memiliki
keinginan untuk belajar secara kontinyu.
- Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme
yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau
perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif
menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri indvidu yang mendorong tingkah
lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) Motivasi
adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, Motivasi
sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar
tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar
sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari
materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan
lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
- Macam-macam motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam
indvidu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau
belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut
Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif
atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri
indVidu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada
beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Mengaitkan tujuan belajar dengan
tujuan siswa.
2)
Memberikan kebebasan dalam
memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
3)
Memberikan banyak waktu ekstra
bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4)
Sesekali memberikan penghargaan
pada siswa atas pekerjaannya.
5)
Meminta siswa untuk menjelaskan
hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
instrinsik adalah Motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki Motivasi intrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak
memerlukan Motivasi dari luar dirinya.
b.
Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari
luar indVidu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang
lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu
atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang
tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), Motivasi
ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam
menumbuhkan Motivasi instrinsik antata lain:
1)
Kompetisi (persaingan): guru
berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya
dan mengatasi prestasi orang lain.
2)
Pace Making (membuat tujuan sementara atau dekat): Pada awal
kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada
siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk
mencapai TIK tersebut.
3)
Tujuan yang jelas: Motif mendorong
indvidu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan
bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula Motivasi dalam melakukan
sesuatu perbuatan.
4)
Kesempurnaan untuk sukses:
Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap
diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan
demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih
sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5)
Minat yang besar: Motif akan
timbul jika individu memiliki minat yang besar.
6)
Mengadakan penilaian atau tes.
Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik.
Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila
tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat
nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi
siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi
ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya
karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai
nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
C. Meningkatkan Motivasi Belajar
Mata Pelajaran Fiqih Pada Siswa
Telah disepakati oleh ahli pendidikan bahwa guru
merupakan kunci dalam proses belajar mengajar. Bila hal ini dilihat dari segi
nilai lebih yang dimiliki oleh guru dibandingkan dengan siswanya. Nilai lebih
ini dimiliki oleh guru terutama dalam ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh guru
bidang studi pengajarannya. Walau demikian nilai lebih itu tidak akan dapat
diandalkan oleh guru, apabila ia tidak memiliki teknik-teknik yang tepat untuk
mentransferkan kepada siswa. Disamping itu kegiatan mengajar adalah suatu yang
sangat kompleks, karena itu sangat sukar bagi guru fiqih bagaimana caranya
mengajar dengan baik agar dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar mata
pelajaran fiqih.
Untuk merealisasikan keinginan tersebut, maka ada
beberapa prinsip umum yang harus dipengang oleh guru agama (fiqih) dalam
menjalankan tugasnya. Menurut Prof. DR. S. Nasution, prinsip-prinsip umum yang
harus dipengang oleh guru agama (fiqih) dalam menjalankan tugasnya adalah
sebagai berikut:
- Guru yang baik memahami dan menghormati siswa.
- Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikannya.
- Guru hendaknya menyesuaikan bahan pelajaran yang diberikan dengan kemampuan siswa.
- Guru hendaknya menyesuaikan metode mengajar dengan pelajarannya.
- Guru yang baik mengaktifkan siswa dalam belajar.
- Guru yang baik memberikan pengertian, bukan hanya dengan kata-kata belaka. Hal ini untuk menghindari verbalisme pada murid.
- Guru menghubungkan pelajaran pada kehidupan siswa.
- Guru terikat dengan texs book.
- Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan senantiasa membentuk kepribadian siswanya.
Sehubungan dengan upaya meningkatkan Motivasi belajar
siswa ada dua prinsip yang harus diperhatiakn oleh guru sebagaimana yang
dikemukakan oleh Thomas F. Saton sebagai berikut:
- Menyelidiki dengan jelas dan tegas apa yang diharapkan dari pelajaran untuk dipelajari dan mengapa ia diharapkan mempelajarinya.
- Menciptakan kesadaran yang tinggi pada pelajaran akan pentingnya memiliki skill dan pengetahuan yang akan diberikan oleh program pendidikan itu.
Dari prinsip-prinsip umum di atas, menunjukkan bahwa
peranan guru agama dalam mengajar fiqih dapat dikatakan sangat dominan, begitu
pula dalam meningkatkan motivasi belajar siswa tampaknya guru yang mengetahui
akan kemampuan siswa-siswanya baik secara individual maupun secara kelompok,
guru mengetahui persoalan-persoalan belajar dan mengajar, guru pula yang
mengetahui kesulitan-kesuliatan siswa terhadap pelajaran fiqih dan bagaimana
cara memecahkannya.
D. Metode Demonstrasi
- Definisi
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk
menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan
suatu kerja fisik atau pengoperasioan peralatan barang atau benda. Kerja fisik
itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum
didemonstrasikan. Orang yang mengdemosntasikan (guru, peserta didik, atau orang
luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan
(Ramayulis, 244:2004).
Dalam mengajarkan praktek-praktek agama, Nabi Muhammad
sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode ini. Seperti mengajarkan
cara wudhu’, shalat, haji dan sebagainya.
Dalam suatu hadist pernah Nabi menerangkan kepada
umatnya; sabda Rasulullah SAW: “Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu lihat aku
sembahyang” (H.R. Bukhari).
Bila kita perhatikan hadist tersebut, nyatalah bahwa
cara-cara sembahyang tersebut pernah dipraktekkan dan didemonstrasikan oleh
Nabi Muhammad SAW.
Sabda Rasulullah lagi: dari Djabir, katanya: “Saya
melihat Nabi Muhammad SAW melontarkan jumrah di atas kendaraan beliau pada Hari
Raya Haji, lalu beliau berkata: “Hendaklah kamu turut cara-cara ibadah
sebagaimana yang aku kerjakan ini, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui
apakah aku akan dapat mengerjakan haji lagi sesudah ini.”
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk
menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan
suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang atau benda (Ramayulis,
244.1990). Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba
lebih dahulu sebelum didemonstrasikan. Orang yang mendemonstrasikan (guru,
peserta didik atau orang luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang
sesuatu yang didemonstrasikan.
- Kebaikan Metode Demonstrasi
a.
Keaktifan peserta didik akan
bertambah, lebih-lebih kalau peserta didik diikut sertakan.
b.
Pengalaman peserta didik bertambah
karena peserta didik turut membantu pelaksanaan suatu demonstrasi sehingga ia
menerima pengalaman yang bisa mengembangkan kecakapannya.
c.
Pelajaran yang diberikan lebih
tahan lama. Dalam suatu demonstrasi, peserta didik bukan saja mendengar suatu
uraian yang diberikan oleh guru tetapi juga memperhatikannya bahkan turut serta
dalam pelaksanaan suatu demonstrasi .
d.
Pengertian lebih cepat dicapai.
Peserta didik dalam menanggapai suatu proses adalah dengan mempergunakan alat
pendengar, penglihat, dan bahkan dengan perbuatannya sehingga memudahkan
pemahaman peserta didik dan menghilangkan sifat verbalisme dalam belajar.
e.
Perhatian peserta didik dapat
dipusatkan dan titik yang yang dianggap penting oleh guru dapat diamati oleh
peserta didik seperlunya. Sewaktu demonstrasi perhatian peserta didik hanya
tertuju kepada suatu yang didemonstrasikan sebab peserta didik lebih banyak
diajak mengamati proses yang sedang berlangsung dari pada hanya semata-mata
mendengar saja.
f.
Mengurangi kesalahan-kesalahan.
Penjelasan secara lisan banyak menimbulkan salah paham atau salah tafsir dari
peserta didik apalagi kalau penjelasan tentang suatu proses. Tetapi dalam demonstrasi,
disamping penjelasan lisan juga dapat memberikan gambaran konkrit.
g.
Beberapa masalah yang menimbulkan
petanyaan atau masalah dalam diri peserta didik dapat terjawab pada waktu
peserta didik mengamai proses demonstrasi.
h.
Menghindari ”coba-coba dan
gagal” yang banyak memakan waktu
belajar, di samping praktis dan fungsional. Khususnya bagi peserta didik yang
ingin berusaha mengamati secara lengkap dan teliti atau jalannya sesuatu.
- Kelemahan Metode Demonstrasi
a.
Metode ini membutuhkan kemampuan
yang optimal dari pendidikan untuk itu perlu persiapan yang matang.
b.
Sulit dilaksanakan kalau tidak
ditunjang oleh tempat, waktu dan peralatan.
- Mempesiapkan Suatu Demonstrasi
Suatu demonstrasi yang baik membutuhkan pesiapan yang
teliti dan cermat. Sejauh mana persiapan itu dilakukan amat banyak tergantung
kepada pengalaman yang telah dilalui dan kepada macam atau demonstrasi apa yang
ingin disajikan. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa untuk melakukan demonstrasi
yang diperlukan:
a.
Perumusan tujuan instruksional
khusus yang jelas yang meliputi berbagai aspek, sehingga dapat diharapkan
peserta didik itu akan dapat melaksanakan kegiatan yang didemonstrasikan itu
setelah pertemuan berakhir. Untuk itu hendaknya guru mempertimbangkan:
1)
Apakah metode itu wajar dipergunakan
dan merupakan cara paling efektif untuk mencapai tujuan intrusional khusus
tersebut.
2)
Apakah alat-alat yang diperlukan
itu mudah diperoleh dan sudah dibacakan terlebih dahulu atau apakah
kegiatan-kegiatan fisik bisa dilakukan dan telah dilatih kembali sebelum demonstrasi
dilakukan.
3)
Apakah jumlah peserta didik tidak
telalu besar yang memerlukan tempat dan tata ruang khsusus agar semua peserta
didik dapat berpartisipasi secara aktif.
b.
Menetapkan garis besar
langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya sebelum demonstrasi,
guru sudah mencobakannya lebih dahulu agar demonstrasi itu tidak gagal.
1)
Apakah guru terbiasa atau memahami
benar terhadap semua langkah-langkah atau tahap-tahap dari demonstrasi yang
akan dilakukan.
2)
Apakah guru mepunyai pengalaman
yang cukup untuk menjelaskan setiap langkah demonstrasi itu.
3)
Apakah tidak membutuhkan latihan
lanjutan untuk menguasai demonstrasi itu.
c.
Mempertimbangkan waktu yang
dibutuhkan. Hendaknya guru sudah merncanakan seluruh waktu yang dipakai maupun
batas waktu untuk langkah demonstrasi yang akan dilakukan sehingga
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini terjawab.
1)
Apakah kendalanya juga sudah
termasuk waktu untuk memberi kesempatan kepada peserta didik mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan komentar selama dan sesudah demonstrasi?
2)
Berapa lama waktu yang dipakai
untuk memberi rangsangan atau motivasi agar peserta didik berpartisipasi dan
melakukan observasi ulang, baik sebagian maupun keseluruhan?
3)
Apakah ke dalamnya juga termasuk
waktu untuk mengadakan demonstrasi ulang, baik sebagian maupun keseluruhan?
d.
Selama demonstrasi berlangsung
guru dapat mempertanyakan kepada diri sendiri apakah:
1)
Keterangan-keterangan itu dapat
didengar jelas oleh peserta didik.
2)
Kedudukan alat atau kedudukan guru
sendiri sudah cukup baik sehingga semua peserta didik dapat melihatnya dengan
jelas.
3)
Terdapat cukup waktu dan
kesempatan untuk membuat catatan seperlunya bagi peserta didik.
e.
Mempertimbangkan pengguanan alat bantu
pengajaran lainnya, sesuai dengan luasan makna dan isi dari demonstrasi. Untuk
itu dapat dipertanyakan hal-hal berikut:
1)
Adakah guru menyimpulkan kegiatan
dari setiap langkah-langkah pokok demonstrasi itu.
2)
Bagaimana dan kapan dilakukan
semua hal-hal itu, sebelum, sesudah atau selama demonstrasi itu berlangsung.
f.
Menetapkan rencana untuk menilai
kemajuan murid. Seringkali perlu telebih dahulu dilakukan diskusi-diskusi dan
peserta didik mencobakan kembali atau mengadakan demonstrasi ulang untuk
memperoleh kecakapan yang lebih baik.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian
deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan
dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan,
yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan
kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian
tindakan sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan
di atas, ada persamaan dan perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana
dikutip oleh Kasbolah, (Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap
penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2)
tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3) proses
yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan antara proyek
dengan sekolah.
Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana
guru sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam
bentuk ini, tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan
praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat
langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan
dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah
berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi
perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan
akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
A. Rancangan Penelitian
Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah
penelitian tentang hal-hal yang terjadi dimasyarakat atau sekolompok sasaran,
dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto,
2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya
partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran.
Penelitian tidakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan
tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan invovatif yang dicoba sambil
jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi
beberapa prinsip sebagai berikut:
- Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
- Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
- Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
- Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
- Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu. (Arinkunto, Suharsimi, 2002:82-83).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharisimi, 2002: 83), yaitu berbentuk
spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi).
Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari
tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
- Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
- Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya pengajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.
- Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
- Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rangcangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam setiap siklus, yaitu siklus 1,
2, dan seterusnya, dimana masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur
kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan
tes formatif di akhir masing putaran. Siklus ini berkelanjutan dan akan
dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
bertempat di MI Al-Hidayah Mangli Jember tahun pelajaran 2010/2011.
2. Waktu
Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Mei semester genap tahun pelajaran 2010/2011.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas V MI
Al-Hidayah Mangli Jember tahun pelajaran 2010/2011 pada pokok bahasan Haji.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
(1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian.
- Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini
adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan
penelitian. Dalam kegiatan ini diharapkan pelaksanaan penelitian akan berjalan
lancar dan mencapai tujuan yang diinginkan. Kegiatan persiapan ini meliputi:
(1) kajian pustaka, (2) penyusunan rancangan penelitian, (3) orientasi
lapangan, dan (4) penyusunan instrumen penelitian.
- Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penelitian ini, kegiatan yang
dilakukan meliputi: (1) pengumpulan data melalui tes dan pengamatan yang
dilakukan persiklus, (2) diskusi dengan pengamat untuk memecahkan kekurangan
dan kelemahan selama proses belajar mengajar persiklus, (3) menganalisi data
hasil penelitian persiklus, (4) menafsirkan hasil analisis data, dan (5)
bersama-sama dengan pengamat menentukan langkah perbaikan untuk siklus
berikutnya.
- Tahap Penyelesaian
Dalam tahap penyelesaian, kegiatan yang dilakukan
meliputi: (1) menyusun draf laporan penelitian, (2) mengkonsultasikan draf
laporan penelitian, (3) merevisi draf laporan penelitian, (4) menyusun naskah
laporan penelitian, dan (5) menggandakan laporan penelitian.
D. Analisis Data
Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang terkumpul
sehingga dapat mengahasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,
maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan
data kualitatif. Cara perhitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa
dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
1.
Merekapitulasi hasil tes.
2.
Menghitung jumlah skor yang
tercapai dan prosentasenya untuk masing-masing siswa dengan menggunakan rumus
ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku petunjuk teknis penilaian
yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika mendapatkan nilai minimal
65, sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas belajar jika jumlah siswa yang
tuntas secara indvidual mencapai 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari
sama dengan 65%.
3.
Menganalisis hasil observasi yang
dilakukan oleh teman sejawat pada guru dan siswa selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
Untuk mengetahui kefektifan suatu metode dalam
kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data
yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai
siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau
persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap
akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik
sederhana yaitu:
- Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
Dengan : = Nilai rata-rata
Σ X =
Jumlah semua nilai siswa
Σ N =
Jumlah siswa
- Untuk ketuntasan belajar
Ada
dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud,
1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65%
atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat
85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk
menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
E. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes
buatan guru yang fungsinya adalah: (1) Untuk menentukan seberapa baik siswa
telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu; (2) Untuk
menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai; dan (3) Untuk memperoleh suatu
nilai (Arikunto, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui
ketuntasan belajar siswa secara individual maupun secara klasikal. Disamping
itu untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa sehingga
dapat dilihat dimana kelemahannya, khususnya pada bagaimana TPK yang belum
tercapai. Untuk memperkuat data yang dikumpulkan maka juga digunakan metode
observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh teman sejawat untuk mengetahui dan
merekam guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hubungan Metode Demonstrasi dengan Ketuntasan
Belajar
Suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dianggap
tuntas secara klasikal jika siswa yang mendapat nilai 65 lebih dari atau sama
dengan 85%, sedangkan seorang siswa dinyatakan tuntas belajar pada pokok
bahasan atau sub pokok bahasan tertentu jika mendapat nilai minimal 65.
1. Siklus I
a. Tahap
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan
alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar
observasi hasil soal tes formatif 1.
b. Tahap
Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2011 di Kelas V dengan jumlah 30 siswa, yang
terdiri dari 14 laki-laki dan 16 perempuan. Dalam hal ini guru bertindak
sebagai pengajar, sedangkan yang bertindak sebagai pengamat adalah peneliti.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan
belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif
siswa seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel
4.4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus I
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
|
69,67
19
63,34%
|
Dari tabel di
atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode demonstrasi diperoleh
nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 69,67 dan ketuntasan belajar
mencapai 63,34% atau ada 19 siswa dari 30
siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus
pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 63,34% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru
dengan menerapkan metode demonstrasi.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1)
Guru kurang maksimal dalam memotivasi
siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran
2)
Guru kurang maksimal dalam
pengelolaan waktu
3)
Siswa kurang aktif selama
pembelajaran berlangsung
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I
ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan
pada siklus berikutnya.
1)
Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi
siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa
diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2)
Guru perlu mendistribusikan waktu
secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan
memberi catatan
3)
Guru harus lebih terampil dan
bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan
alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar
observasi hasil soal tes formatif 2.
b. Tahap kegiatan
dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 di Kelas V dengan jumlah siswa 30 siswa,
yang terdiri 14 laki-laki dan 16 perempuan. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai pengamat, sedangkan yang bertindak sebagai pengajar adalah Guru fiqih.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada
siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah
tes formatif II.
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif
siswa terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus II
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
|
79,00
26
86,67%
|
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes
formatif sebesar 79,00 dan dari 30 siswa yang telah tuntas sebanyak 26 siswa
dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 86,67% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan
lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini
dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan metode
demonstrasi sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti
ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana
dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan
penerapan metode demonstrasi. Dari data-data yang telah diperoleh dapat
duraikan sebagai berikut:
1)
Selama proses belajar mengajar
guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa
aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing
aspek cukup besar.
2)
Berdasarkan data hasil pengamatan
diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3)
Kekurangan pada siklus-siklus
sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih
baik.
4)
Hasil belajar siswa pada siklus II
mencapai ketuntasan.
d. Revisi
Pelaksanaan
Pada siklus II guru telah menerapkan metode
demonstrasi dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar
siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka
tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk
tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada
dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya
penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan proses belajar mengajar
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
B. Pembahasan
1. Ketuntasan
Hasil belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode
demonstrasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi
yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, dan II)
yaitu masing-masing 63,34%, dan 86,67%. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa
secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan
Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh fiqih siswa dalam
proses belajar mengajar dengan menerapkan metode demonstrasi dalam setiap
siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi
belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa
pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas
Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran fiqih pada pada pokok bahasan haji dengan metode
demonstrasi yang paling dominan adalah bekerja dengan sesama teman sebangku,
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara
siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran
telah melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan metode
demonstrasi dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di
antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep,
menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana
prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan
selama dua siklus, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Metode demonstrasi memiliki dampak
positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (63,34%), siklus
II (86,67%).
2.
Metode demonstrasi dapat menjadikan
siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan
pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan.
3.
Penerapan metode demonstrasi
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian
sebelumnya agar proses belajar mengajar fiqih lebih efektif dan lebih
memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai
berikut:
- Untuk melaksanakan metode demonstrasi memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
- Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
- Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di MI Al-Hidayah Mangli Jember tahun pelajaran 2010/2011.
- Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi
Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak.
Psikologi UGM.
Hamalik,
Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Igak Wardhani, dkk. 2007.Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.
Margono. 1997. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Jakarta.
Rineksa Cipta.
Masriyah.
1999. Analisis Butir Tes. Surabaya:
UnVersitas Press.
Nur,
Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk
Belajar. Surabaya.
University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sukidin,
dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan
Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.
Usman,
Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru
Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DALAM MEMAHAMI PELAJARAN FIQIH DENGAN
DITERAPKANNYA METODE DEMONSTRASI PADA SISWA
KELAS V MI AL-HIDAYAH MANGLI JEMBER
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas
Oleh:
Khoiri
fadli
Dosen
Pembimbing
Drs. H. MUNDIR, M.Pd .
NIP:19631103 199903 1 002
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JEMBER
Juni, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar