Kamis, 12 April 2012

Makalah Menejemen Pendidikan


BAB II
MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

1.        Pengertian Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar kita tidak serta merta atau melakukan proses pengajaran begitu saja tanpa mengetahui dasar pedoman pegangan sebab kita mengajar itu harus punya dasar sebagai pegangan, salah satunya adalah kurikulum. Kurikulum merupakan pedoman dasar proses pembelajaran yang memuat isi dan materi pelajaran, sebagai rencana pembelajaran, serta sebagai pengalaman belajar. Kurikulum dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan sekolah yang bersangkutan. Tetapi pengembangan tersebut harus mematuhi beberapa tata cara pengembangannya, diantaranya landasan pengembangan, komponen pengembangan serta prinsip pengembangan. Itulah yang menjadi tolak ukur kita dalam melakukan pengembangan kurikulum serta dalam melakukan proses belajar mengajar.
 Manajemen pada dasarnya merupakan suatu proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu. Istilah manajemen biasa dikenal dalam ilmu ekonomi, yang memfokuskan pada profit  ( keuntungan )dari komuditas komersial.[1] Manajemen adalah suatu istilah yang sulit didefinisikan, dan pekerjaan manajer sulit untuk diidentifikasikan secara tepat ( persis ). Dalam studi manajemen terdapat beberapa pandangan yang mencoba merumuskan definisi manajemen dengan titik tekan yang berbeda-beda.
Sedangkan makna dari manajemen Kurikulum dan Pembelajaran adalah suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komperehensif, sistemik, dan sistematis dalam rangka mewujudkan tujuan ketercapaian kurikulum. Dalam pelaksanaanya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai manajemen berbasis sekolah dan kurikulum KTSP.[2]
Oleh karena itu, otonomi yang diberikan oleh lembaga pendidikan atau sekolah dala mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan tidak mengabaikan kebijaksanaan nasional yang telah ditetapkan.
2.        Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran
Otonomi yang diberikan pada lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan atau sekolah tidak mengabaikan kebijaksanaan nasional yang telah ditetapkan. Keterlibatan masyarakat dalam manajemen kurikulum dimaksudkan agar dapat memahami, membantu dan mengontrol implementasi kurikulum, sehingga lembaga pendidikan atau sekolah selain dituntut kooperatif juga mampu mandiri dalam mengidentifikasi kebutuhan kurikulum, mendesain kurikulum, menentukan prioritas kurikulum, melaksanakan pembelajaran, menilai kurikulum, mengendalikan serta melaporkan sumber dan hasil kurikulum baik kepada masyarakat maupun pada pemerintah.
Lingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan dan pengembangan, pelaksanaan, dan perbaikan kurikulum. Pada tingkat sekolah kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang integritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan.[3]
Manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum berdasarkan asumsi telah tersedia informasi dan data tentang masalah-masalah dan kebutuhan yang mendasari disusunnya perencanaan yang tepat. Manajemen pelaksanaan kurikulum berdasarkan asumsi kurikulum telah direncanakan sebelumnya dan siap dioperasionalkan. Manajemen perbaikan kurikulum berdasarkan asumsi bahwa  perbaikan, perencanaan dan pelaksanaan kurikulum membutuhkan informasi yang akurat.[4]

3.        Prinsip dan Fungsi Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum di antaranya :
1.        Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasaran dalam menejemen kurikulum.
2.        Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan pada demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
3.        Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan manajemen kurikulum perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak yang terlibat.
4.        Efektifivitas dan efesiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus mempertimbangkan efektivitas dan efesiensi untuk mencapai tujuan kurikulum, sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga dan waktu yang relatif singkat.
5.        Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi, misi dan tujuan kurikulum.
Selain prinsip-prinsip tersebut juga perlu mempertimbangkan kebijaksanan pemerintah maupun Departemen Pendidikan Nasional, seperti UUSPN No. 20 tahun 2003, kurikulum pola nasional, pedoman penyelenggaraan program.
Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum di antaranya :
1.        Meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan sumber maupun komponen kurikulum dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang terencana dan efektif.
2.         Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada siswa untuk mencapai hasil yang maksimal, kemampuan yang maksimal dapat dicapai peserta didik tidak hanya melalui kegiatan intarkurikuler, tetapi juga perlu melalui kegiatan ekstra dan kokurikuler yang dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
3.        Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola secara efektif dapat memberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar.
4.        Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, dengan pengelolaan kurikulum yang profesional, efektif dan terpadu dapat memberikan motivasi pada kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam belajar.
5.        Meningkatkan efesiensi dan efektivitas proses belajar mengajar, proses pembelajaran selalu dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara desain yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian ketidaksesuaian antara desain dengan implementasi dapat dihindarkan. Di samping itu, guru maupun siswa selalu termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efesien, karena adanya dukungan kondisi positif yang diciptakan dalam kegiatan pengelolaan kurikulum.

Senin, 09 April 2012

Buku Sejarah Kebudayaan Islam








Pasha copy









Sejarah Kebudayaan Islam


Proses Masuk dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam
Serta Ulama-Ulama Penyebar Islam di Nusantara dan Tradisi Islam Nusantra

Khoiri Fadli










Sejarah Kebudayaan Islam



Proses Masuk dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam
Serta Ulama-Ulama Penyebar Islam di Nusantara dan Tradisi Islam Nusantara


Buku Ajar Untuk Madrasah Tsanawiyah 3 Semester I dan II
 


















Pengantar:
Tim Penulis Sejarah Kebudayaan Islam







 







Penerbit PUSTAKA FADLY JEMBER






Rounded Rectangle: KUTIPAN PASAL 72:
Ketentuan Pidana Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat  (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan /atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan /atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-(lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).



 



KATA PENGANTAR


بسم الله الرحمن الرحيم

السلا م عليكم ورحمة الله وبر كا ته
اللهم صلى على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم

Alhamdulillah Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Nya kepada Penulis sehingga buku “ Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas III Semester I dan II”  ini dapat terlaksana dengan baik.
Tidak ada sejarah yang lengkap. Begitulah fakta sejarah dunia manapun. Kita hanya dapat mengalami suatu kejadian dari sebagian totalitas kejadian itu. Karena itu, tidak salah apabila ada yang mengatakan, sejarah berulang dan kita perlu belajar sejarah. Dua sisi inilah yang menjadi pijakan kuat penulis dalam mengungkap sejarah peradaban islam.
Buku ini menyajikan berbagai fakta sejarah peradaban islam secara terkendali dan teruji dari silabi yang sudah disepakati. Buku ini juga menjadi sangat penting untuk melihat mata rantai satu kejadian dan kejadian lain sehingga tidak terjadi distorsi dalam menjustifikasi sebuah peristiwa.
Begitu pula, kajian sejarah menjadi alat ukur bagi kalangan intelektual dari berbagai disiplin ilmu dalam memilih dan memilah masalah.
Buku ini terdiri atas 4 BAB yang membahas tentang, Proses Masuknya Islam di Nusantara, Perkembangan dan Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara,Ulama-Ulama Penyebar Islam di Nusantara, dan Tradisi Islam Nusantara.
Selesainya pembuatan buku ini tidak terlepas dari sumbangsih pemikiran dari beberapa orang yang paling berperan dalam penyempurnaan buku ini diantaranya adalah:
1.      Ust. Mashudi M.Ag. selaku guru pembimbing Mata Kuliah Pengembangan Bahan Ajar, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk kami berkonsultasi dan meminta pertimbangan terhadap beliau;
2.      Ayah dan Ibunda Kami yang telah memberikaan banyak bantuan berupa Kasih sayang, moral, finansial dan dukungan yang tak kunjung padam kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan buku ini dengan baik;
3.      Serta semua pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian buku ini yang tidak bisa dituliskan satu persatu dalam lembar pengantar ini.
Buku yang anda baca ini merupakan kombinasi hasil penelitian, baik secara akademik maupun penelitian mendalam secara individu. Buku ini juga diharapkan dapat memberi kemudahan bagi para pencinta ilmu tanpa susah payah untuk mencari bahan lain, terutama tentang kajian sejarah peradaban Islam di Indonesia. Oleh karena itu buku ini tim penulis anggap layak dibaca pada kalangan luas karena akurasi data dan deskripsi persoalan secara gamblang diuraikan secara Komprehensif dan Komparatif serta didasarkan atas sumber-sumber yang terpercaya.
Namun sebagaimana tim penulis sampaikan diawal, tidak ada sejarah yang lengkap. Akan tetapi tim penulis tetap berharap semoga buku ini menjadi penyempurna diantara buku-buku penyempurna dalam kajian yang sama.
Saran dan Solusi yang membangun senantiasa tim penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan buku ini. Saran dan solusi pembaca dapat kirimkan melalui via e-mail: fadly_pcm@yahoo.com.
Demikian yang dapat tim penulis sajikan untuk para pembaca setia. Kurang dan lebihnya tim penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.


والسلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته




                                                                Jember, 14 Januari 2011


     Penulis



DAFTAR ISI

Kutipan Pasal
Kata Pengantar

SEMESTER I
Pelajaran I
PROSES MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA
A.  Proses masuknya Islam ke Indonesia ………………………….    15
1.    Catatan sejarah kerajaan Cina ………………………………          15
2.    Berita Chou Ku-Fei (1178M) ……………………………….         16
3.    Berita Jepang (784M) ……………………………………….         16
B.  Cara-cara masuknya Islam ke Indonesia ……………………….         16
1.    Perdagangan …………………………………………………        16
2.    Perkawinan ………………………………………………….         16
3.    Pendidikan …………………………………………………..        
4.    Tasawuf ……………………………………………………...       
5.    Kesenian ……………………………………………………..       
C.  Perkembangan Islam di Indonesia ………………………………      
1.    Pulau Sumatera ………………………………………………       
2.    Pulau Jawa …………………………………………………...       
3.    Pulau Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi …………………..        

Pelajaran II
Kerajaan Islam di Indonesia
A.  Kerajaan Samudera Pasai ………………………………………        
1.    Pendahuluan ………………………………………………...        
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai ……………….         
3.    Pendiri Kerajaan Samudera Pasai …………………………..         
4.    Kemajuan yang dicapai ……………………………………..        
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai ……...         
B.  Kerajaan Malaka ……………………………………………….         
1.    Pendahuluan ………………………………………………...        
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Malaka ………………………...         
3.    Pendiri Kerajaan Malaka ……………………………………        
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Malaka …………………..        
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Malaka ……………….        
C.  Kerajaan Aceh Darussalam …………………………………….        
1.    Pendahuluan …………………………………………………       
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam ……………...        
3.    Pendiri Kerajaan Aceh Darussalam …………………………        
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Aceh Darussalam ………..        
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Aceh Darussalam …….        
D.  Kerajaan Demak ………………………………………………..        
1.    Pendahuluan …………………………………………………       
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Demak …………………………        
3.    Pendiri Kerajaan Demak …………………………………….        
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Demak …………………...        
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Demak ………………..       
E.   Kerajaan Banten ………………………………………………...       
1.    Pendahuluan ………………………………………………....       
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Banten ……………………........        
3.    Pendiri Kerajaan Banten …………………………………….        
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Banten …………………...        
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Banten ………………..       
F.   Kerajaan Mataram ……………………………………………...        
1.    Pendahuluan …………………………………………………       
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Mataram ……………………….        
3.    Pendiri Kerajaan Mataram …………………………………..        
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mataram;
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Mataram.
G.  Kerajaan Gowa dan Tallo;
1.    Pendahuluan;
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Gowa dan Tallo;
3.    Pendiri Kerajaan Gowa dan Tallo;
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Gowa dan Tallo;
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Gowa dan Tallo.
H.  Kerajaan Ternate dan Tidore.
1.    Pendahuluan;
2.    Proses Berdirinya Kerajaan Ternate dan Tidore;
3.    Pendiri Kerajaan Ternate dan Tidore;
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Ternate dan Tidore;
5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Ternate dan Tidore.

Pelajaran III   
     TOKOH-TOKOH ISLAM DI INDONESIA
A.  Abdurrauf Singkel
B.  Wali Songo
1.    Maulana Malik Ibrahim
2.    Sunan Ampel
3.    Sunan Giri
4.    Sunan Bonang
5.    Sunan Kalijogo
6.    Sunan Gunung Jati
7.    Sunan Drajat
8.    Sunan Kudus
9.    Sunan Muria
C.  Muhammad Arsyad Al-Banjari

SEMESTER II
Pelajaran IV
TRADISI ISLAM NUSANTARA
A.  Pengertian Tradisi Islam Nusantara ……………………………         
1.    Pembentukan Islam Nusantara …………………………….
2.    Pemangku Islam Nusantara ………………………………..
3.    Karakter Dasar Islam Nusantara …………………………..           
4.    Makna Keberadaan Islam Nusantara ……………………...           
B.  Seni Budaya Lokal Sebagai Bagian dari Tradisi Islam
1.    Wayang ……………………………………………………
a.    Jenis-jenis wayang
b.    Fungsi wayang    
2.    Kasidah ……………………………………………………           
3.    Hadrah …………………………………………………….           
4.    Sekaten …………………………………………………….
C.  Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
1.    Adat Melayu ……………………………………………….
2.    Adat Minang ……………………………………………….
3.    Adat Bugis …………………………………………………
4.    Adat Madura ………………………………………………
5.    Adat Sunda ……











 


BAB I
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I

TUJUAN DAN DESKRIPSI

1. Tujuan 
Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan bagi peserta didik tentang sejarah kebudayaan islam, khususnya tentang Sejarah Islam di Nusantara. dimulai dari kedatangan hingga perkembangannya di Indonesia, sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik terhadap pegetahuan sejarah kebudayaan islam yang telah diterima atau dipelajari di jenjang pendidikan sebelumnya sebagai bekal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan sekaligus untuk memberikan pengetahuan tentang perjalanan historis agama islam di nusantara. Sehingga dengan demikian dapat menambah kecintaan dan kesetiaan kepada agama islam.
 Hal diatas sesuai dengan cita-cita bangsa untuk mewujudkan manusia yang berbudi pekerti luhur dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, dan juga sebagai sebuah manifestasi kesetiaan terhadap pancasila, khususnya sila pertama yaitu ketuhanan yag maha Esa.

2. Deskripsi
Adapun hal-hal yang akan dibahas pada bab ini adalah sejarah masuknya atau datangnya islam ke Nusantara, tahun kedatangannya, daerah yang pertama kali disinggahi para penyebar agama islam, penyebarannya ke pulau-pulau lain di Indonesia, seperti halnya Jawa, Maluku dan pulau-pulau lain di Nusantara, cara-cara penyebarannya, dan perkembangan islam di seluruh Nusantara. 











KATA KUNCI
Horizontal Scroll: Sejarah: Merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti pohon, karena sejarah memang akan selalu bercabang sejalan dengan perjalanan waktu.

Ta-shih: Orang Arab

Pekojan: Pemukiman para pedagang muslim jaman dahulu di Indonesia 















BAB I
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I
PROSES MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA

1.        Standar kompetensi
Memahami perkembangan islam di Indonesia
2.        Kompetensi dasar
Menceritakan sejarah Masuknya islam di Nusantara melalui Perdagangan, social, dan pengajaran.
3.        Materi Pokok
Perkembangan Islam di Indonesia
4.        Indikator
      a.  Menceritakan sejarah masuknya islam di Indonesia 
      b. Menjelaskan proses masuknya islam di Indonesia
c. Menjelaskan cara dan perkembangan islam di Indonesia.

--------<<<<< >>>>>-------

A.      Proses Masuknya Islam ke Indonesia
Masuknya agama islam ke Indonesia hingga kini tidak diketahui waktunya dengan pasti. Akan tetapi, beberapa ahli mengajukan pendapat mereka tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau sekitar abad ke-7 M. pendapat ini di dukung oleh adanya bukti-bukti berikut:

1.             Catatan Sejarah Kerajaan Cina
Menurut catatan ini, pada abad dinasti Tang terdapat rencana orang-orang Ta-shih untuk menyerang kerajaan Holing yang diperitah oleh ratu Sima (674 M). Namun, rencana tersebut kemudian dibatalkan, karena kuatnya pemerintahan Ratu Sima. Sebutan Ta-Shih dalam berita itu ditafsirkan sebagai orang-orang Arab. Tarikh Cina pada tahun yang sama menyebutkan bahwa telah ada orang Arab yang menetap di bagian barat pulau Sumatra.
Berita Cina pad abad ke-9 Kronik dinasti Tang menyebutkan bahwa telah terjadi perpindahan orang-orang muslim dari Kanton ke Kedah dan Palembang. Boleh jadi, pada waktu itu telah ada komunitas muslim di Palembang dan Kedah. Menurut Syed Naqu’ib al- Attas (sejarawan Malaysia) orang-orang muslim dari Kanton mendapat sambutan yang menggembirakan dari penduduk Kedah dan Palembang. Kegembiraan itu timbul karena menyaksikan derajat keagamaan mereka yang tinggi

2.    Berita Chou Ku-Fei (1178 M)
Menurut berita ini, di daerah Indonesia saat itu terdapat dua tempat yang menjadi komunitas orang Ta-Shih, yaitu Fo-lo-an dan Sumatera Selatan. Wilayah ini merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Fo-lo-an sekarang lebih dikenal sebagai Kuala Brag, Trengganu, Malaysia.

3.      Berita Jepang (784 M)
Berita ini menceritakan perjalanan pendeta Kanshin ke Indonesia. Dalam berita tersebut dikemukakan bahwa kapal-kapal po-sse dan Ta-shih kuo  mendarat di Indonesia, tepatnya di pelabuhan Kanton. Oleh para ahli, istilah po-sse dan Ta-shih ditafsirkan sebagai orang-orang Arab dan Persia. Bisa jadi mereka dalam misi dakwah sambil berdagang di Indonesia.

pendapat di atas juga memberi gambaran bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan secara bersamaan untuk tiap daerah, para ahli sependapat bahwa pengaruh Islam pertama kali muncul di Sumatera.

B.       Cara-cara Masuknya Islam ke Indonesia
Masuknya Islam ke Indonesia pada umumnya berjalan damai. Akan tetapi, adakalanya penyebaran Islam harus diwarnai dengan cara-cara penaklukan. Hal itu terjadi jika situasi politik kerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan. Secara umum, Islam masuk ke Indonesiadengan cara-cara berikut ini:

1.    Perdagangan
Masuknya Islam ke Indonesia melalui perdagangan terjadi pada tahap awal, yaitu sejalan dengan ramainya lalu lintas perdagangan laut pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. pada masa itu, pedagang muslim yang berdagang ke Indonesia makin banyak hingga akhirnya membentuk pemukimen yang disebut Pekojan. Dari tempat ini, mereka berinteraksi dan berasimilasi dengan masyarakat asli seraya menyebarkan agama Islam.

2.         Perkawinan
Para pedagang yang datang ke Indonesia banyak yang menikah dengan wanita pribumi. Sebelum perkawinan berlangsung, wanita-wanita pribumi diminta untuk mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam sebagai agamanya. Melalui proses seperti ini, kelompok mereka semakin besar dan lambat laun berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-kerajaan Islam.

3.    Pendidikan
Penyebaran Islam melalui pendidikan dilakukan melalui pesantren-pesantren, khususnya oleh para kiyai. Semakin terkenal kiyai yang mengajar di sebuah pesantren, semakin besar pula pesantren tersebut ditengah masyarakat. Beberapa pesantren yang terkenal diantaranya Pesantren Ampel Denta, milik sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Pesantren Sunan Giri yang kebanyakan muridnya berasal dari Maluku. Disamping mengajar di pesantren-pesantren, para kiyai juga sering kali menjadi penasehat para raja atau bangsawan. 

4.    Tasawuf
Penyebaran islam yang tidak kalah pentingnya adalah melalui tasawuf. Tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Tasawuf lebih memudahkan orang yang telah mempunyai dasar ketuhanan lain unutk mengerti dan menerima ajaran Islam. Ajaran tasawuf banyak dijumpai dalam cerita-cerita babad dan hikayat masyarakat setempat. Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin, Syaikh Abdus Samad, dan Nurudin Ar-Raniri.

5.    Kesenian
Penyebaran agama Islam di Indonesia terlihat pula pada kesenian Islam, seperti peninggalan seni bangunan, seni pahat, seni musik, dan seni sastra. Hasil-hasil seni ini dapat juga dilihat pada bangunan masjid-masjid kuno di Demak, Cirebon, Banten, dan Aceh.

C.      Perkembangan Islam di Indonesia
Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia tidak terlepas dari peranan para pedagang, khususnya para pedagang Islam dari Gujarat dan Persia. Mereka datang ke daerah-daerah di Indonesiauntuk berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam.dari interaksi para pedagang Islam ini dengan penduduk setempat, agama Islam kemudian berkembang.
Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Saat itu, Pasai menjadi pusat perdagangan yang banyak disinggahi para pedagang dari berbagai Negara. Namun, peranan Pasai kemudian menurun setelah berkembangnya pelabuhan Malaka di Semenanjung Malaya. Pada abad ke-14 Malaka telah tumbuh menjadi pusat pertumbuhan terbesar di Asia Tenggara. Para pedagang dari berbagai negara termasuk para pedagang Islam dari Gujarat dan Persia menjadikan Malaka sebagai basis untuk juga mengunjungi daerah-daerah di Indonesia. Dari interaksi dengan para pedagang inilah kemudian islam berkembang dibeberapa daerah di Indonesia, termasuk Jawa.
Ada beberapa factor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang dengan cepat di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
1.    Syarat untuk masuk agama Islam sangatlah mudah
2.    Agama tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan kasta
3.    Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relatif damai (tanpa melalui kekerasan)
4.    Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain
5.    Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana. 
Adapun perkembangan Islam di beberapa wilayah di Indonesia sekitar abad ke-12 hingga abad ke-16 adalah sebagai berikut:

1.    Pulau Sumatera
Pada abad ke-7 M daerah Sumatera bagian utara adalah pusat perdagangan rempah-rempah yang sangat ramai. Letak pelabuhan yang berada di ujung utara Pulau Sumatera,menyebabkam daerah ini menjadi tempat yang strategis untuk menunggu datangnya angin musim darai timur laut yang menuju ke barat. Dalam selang waktu tersebut, para pedagang Arab kemudian ikut menyebarkan agama Islam. Sedangkan di bagian selatan, kemunduran Kerajaan  Budha Sriwijaya pada abad ke-13 M, dimanfaatkan oleh karajaan Islam Samudera Pasai untuk muncul sebagai kekuatan ekonomi baru. Kerajaan ini terletak dipesisir timur laut aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13 M. Sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pengadang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan ini adalah adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Raja pertama adalah Malik al-Shaleh, yang diketahui melalui tradisi hikayat raja-raja pasai. Hikayat Melayu, dan beberapa sumber penelitian yang dilakukan para sarjana barat.

2.    Pulau Jawa
Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa diperkirakan berasal dari Malaka. Namun, kapan tepatnya tidak diketahui dengan pasti. Bukti tertua tentang agama Islam di Pulau Jawa berasal dari batu nisan Fatimah binti Maimun  di Leran, Gresik yang berangka tahun 1082 M. Fatimah binti Maimun juga dikenal dengan nama Putri Leran atau Putri Dewa Swara. Namun, hal itu  tidak berarti bahwa pada saat itu Islam sudah masuk ke daerah Jawa Timur. Setelah akhir abad ke-13 M, bukti-bukti islamisasi sudah banyak ditemukan di Pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari penemuan beberapa batu nisan bercorak Islam di Troloyo, Trowulan, dan Gresik.hal ini membuktkan bahwa komunitas masyarakat muslim mulai berkembang baik di Jawa Timur, terutama di kota-kota pelabuhan.




          















UJI KOMPETENSI

I.          Berilah tanda silang (X) pada Jawaban a, b, c dan d yang paling benar!
1.      Ta Shih ditafsirkan sebagai….
a.       Orang pribumi                               c.orang Cina
b.      Orang Belanda                              d.orang Arab

2.      Fo-Lo-An sekarang lebih dikenal dengan nama….
a.       Kuala Brag                                    c. Malaya
b.      Kuala Lumpur                               d. Melayu
3.      Dibawah ini merupakan cara-cara masuknya islam di Nusantara, kecuali….
a.       Perdagangan                                 c. Penaklukan
b.      Tasawuf                                        d. Pendidikan

4.       Dibawah ini adalah nama-nama tokoh tasawuf yang terkenal di Nusantara,  kecuali….
a.       Syekh Abdus Samad                    c. Hamzah Fansuri
b.      Syekh Hasan Az-zarqawi              d. Syamsudin

5.      Dalam berita Ma-huan tahun…. Terdapat keterangan tentang adanya orang-orang muslaim yang tinggal dikota Gresik.
a.       1416                                              b. 1418
b.      1415                                              d. 1426
6.      Factor-faktor penyebab agama islam diterima dengan cepat di Indonesia antara lain….
a.       Tidak ada pembagian kasta           c. Tidak ada persyaratan
b.      Tidak ada toleransi                        d.Tidak ada pungutan pajak

7.      Penyebaran agama islam di Indonesia terlihat pula dalam keenian antara lain…
a.       Reog                                              c. seni bela diri
b.      Tari janger                                     d. seni pahat

8.      Pesantren Ampel Denta diasuh oleh sunan….
a.       Giri                                                c. Drajat
b.      Kali jaga                                        d. Ampel

9.      Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat penyebaran agama islam setelah Majapahit mengalami kemunduran sekitar abad ke….
a.       14                                                  c.16
b.      15                                                  d. 17

10.  Samudra Pasai muncul sebagai kekuatan ekonomi baru setelah Buddha Wijaya  mengalami kemunduran pada abad….
a.       13                                                  c. 15
b.      14                                                  d.16
  II.     Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar !
1.      Sebutkan factor-faktor yang menyebabkan islam mudah diterima di Indonesia!
2.      Sebutkan tokoh-tokoh penyebar agama islam yang melaluijalan tasawuf di Indonesia!
3.      Apakah nama kerajaan islam pertama di Indonesia?
4.      Dipulau manakah islam pertama kali disebarkan oleh para pembawa islam ke Nusantara?
5.      Kemukakan pendapatmu tentang perkembangan islam dipulau Jawa!


Paraf
Orang tua /Wali Murid
Nilai
Uji Kompetensi
Paraf
Guru /Wali kelas




(..............................)






(..............................)



 







































BAB II
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I

TUJUAN DAN DESKRIPSI

1.    Tujuan
Sebagaimana telah menjadi misi para akademisi, bahwa pendidikan hendaknya di arahkan terhadap manifestasi ilmu pengetahuan terhadap peserta didik dengan baik dan dapat dipahami secara mudah. oleh karenanya tujuan dibuatnya buku adalah:
a.    Dalam  rangka untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan peserta didik terhadap sejarah  perkembangan  islam di Indonesia, serta dapat menceritakan sejarah beberapa kerajaan  islam yang ada di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
b.    Buku ini dapat dijadikan sumber rujukan bagi pendidik, dan buku pegangan bagi peserta didik dalam upaya meningkatkan
c.    Sebagai bahan latihan bagi peserta didik, dan wahana informasi yang mendukung untuk kesuksesan pembelajaran.
Untuk mencapai kebutuhan tersebut maka dalam pembahasannya buku ini mengacu terhadap sumber-sumber yang terpercaya dan relevan.

2.    Deskripsi
Buku ini menawarkan informasi yang kaya akan nilai-nilai sejarah  tentang perkembangan beberapa kerajaan-kerajaan islam di Indonesia baik yang ada di Jawa, Sumatera dan  Sulawesi.
Buku ini juga memberikan manifestasi pengetahuan tentang kerajaan islam yang ada di Indonesia secara sistematis sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh peserta didik.
Dalam buku ini akan dijelaskan tentang proses berdirinya kerajaan-kerajaan islam di Indonesia, latar belakang berdirinya kerajaan –kerajaan islam di Indonesia, Menyebutkan Pendiri Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Menguraikan perkembangan kemajuan-kemajuan yang dicapai kerajaan-kerajaan islam di Indonesia dan bertujuan untuk Menjelaskan sebab-sebab kemunduran kerajaan-kerajaan islam yang ada di Indonesia.





KATA KUNCI
Perkembangan dan Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara,Kelas III Semester I,Sejarah Kebudayaan Islam,ISI
BAB II
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

1.        Standar Kompetensi
Memahami perkembangan Islam di Indonesia.
2.        Kompetensi Dasar
Menceritakan sejarah beberapa kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
3.        Materi Pokok
Perkembangan Islam di Indonesia
4.        Indikator Pencapaian
Setelah mempelajari buku ini Anda dapat:
a.    Menjelaskan proses berdirinya kerajaan-kerajaan islam di Indonesia;
b.    Menguraikan latar belakang berdirinya kerajaan –kerajaan islam di Indonesia;
c.    Menyebutkan Pendiri Kerajaan-kerajaan Islam di indonesia;
d.   Menguraikan perkembangan kemajuan-kemajuan yang dicapai kerajaan-kerajaan islam di Indonesia.
e.         Menjelaskan sebab-sebab kemunduran kerajaan-kerajaan islam yang ada di Indonesia.

--------<<<<< >>>>>-------

A.      Kerajaan Samudera Pasai
1.    Pendahuluan
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini terletak dipesisir timur laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13 M. Sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan ini adalah adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. raja pertama adalah Malik al-Shaleh, yang diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja pasai. Hikayat melayu, dan beberapa sumber penelitian yang dilakukan para sarjana barat [1]).
 Pendapat bahwa islam sudah berkembang disana sejak awal abad ke-13 M didukung oleh berita Cina dan pendapat Ibn Battutah, seorang pengembara terkenal asal Maroko yang pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M) mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudera Pasai diperintah oleh sultan Malik Al-Zahir putera sultan Malik Al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil Sa-Mu-La (Samudera) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama-nama muslim, yakni Husein dan Sulaiman. Ibn Battutah menyatakan bahwa islam sudah hampir se- Abad lamanya disiarkan disana. Dia meriwayatkan kesalehan kerendah hati dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, mengikuti madzhab Syafi’i. Berdasarkan beritanya pula, kerajaan Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama islam dan tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan[2]).
Keterangan ibnu Battutah tersebut dapat ditarik kepada sistem pendidikan yang berlaku dizaman kerajaan Pase sebagai berikut:
1.    Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqh Mazhab Syafi’i;
2.    Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqah;
3.    Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama;
4.    Biaya pendidikan agama bersumber dari negara[3]).

2.    Proses berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
Menurut pendapat Prof. A. Hasymy, berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9.
Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami kemunduran.
Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai. Untuk lebih jelasnya Perhatikan peta berikut:
Gambar: 1.1. Lokasi Kerajaan Samudera Pasai

Dengan posisi yang strategis tersebut, Samudra Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat, dan di pihak lain Samudra Pasai berkembang sebagai Bandar transito yang menghubungkan para pedagang Islam yang datang dari arah barat dan para pedagang Islam yang datang dari arah timur. Keadaan ini mengakibatkan Samudra Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

3.    Pendiri Kerajaan Samudera Pasai
Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai bermula ketika Al-Malik Al-Saleh(Merah Silu) menikah dengan putri kerajaan perlak dan mendapatkan 2 orang anak, Malik az-Zahir dan al-Malik al-Mansur. Secara ringkas periode kepemimpinan kerajaan Samudera Pasai adalah sebagai berikut:
1.    Sultan Malik al-Saleh (1285 – 1297).
2.    Sultan Muhammad (Malik az-Zahir I) (1297-1326);
3.    Sultan Ahmad (Malik az-Zahir II) (1326-1348).
4.    Sultan Zaenal Abidin (Malik az-Zahir III). (1405).
Ketika Sultan Zaenal Abidin menggantikan ayahandanya Al-Malik az-Zahir II, Sultan Zaenal Abidin memerintah kerajaan Samudera Pasai dalam usianya yang masih belia[4]).

4.    Kemajuan-Kemajuan yang dicapai Kerajaan Samudera Pasai
Menurut hikayat raja-raja pasai, lokasi pertama yang menjadi pusat kerajaan adalah muara sungai pasangan. Sungai ini cukup lebar dan dalam sehingga dapat dilayari perhu dan kapal dagang sampai kedaerah pedalaman.
Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.
Samudera Pasai merupakan pusat perdagangan penting. Lokasinya sangat strategis sebgai penghubung pusat-pusat perdagangan lainnya di Nusantara, india, Cina, dan Arab. Setiap pelayaran dari barat yang melintasi kerajaan ini dikenai pajak. Pajak ini menjadi sumber pendapatan utama kerajaan. Kemampuan mereka untuk mengawasi serta menguasai jalur pelayaran dan perdagangan diselat Malaka merupakan tanda bahwa kerajaan ini cukup disegani.
Rounded Rectangle: Bukti perkembangan Budaya kerajaan Samudera Pasai berupa Nisan Makam Sultan Malik al-Saleh, (Arsitektur sama dengan  yang ada di Gujarat India)Dari rekaman sejarah Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah. Menurut cerita Ibnu Batulah, perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan bertambah maju karena didukung oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).
ditemukan uang dirham emas yang mereka gunakan. Yang menandakan pada masa itu alat tukar yang sah sudah menggunakan mata uang. Dimata uang itu tertulis nama para sultan yang memerintah kerajaan Samudera Pasai. Menurut sejarawan Belanda, H.K.J. Cowan, yang meneliti mata uang tersebut, nama-nama pada mata uang itu merupakan bukti historis kerajaan Samudera Pasai.
Kemajuan dalam bidang ekonomi membawa dampak pada kehidupan sosial, masyarakat Samudra Pasai menjadi makmur. Dan di samping itu juga kehidupan masyarakatnya diwarnai dengan semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati sesuai dengan syariat Islam.
Hubungan antara Sultan dengan rakyat terjalin baik. Sultan biasa melakukan musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama, dan Sultan juga sangat hormat pada para tamu yang datang, bahkan tidak jarang memberikan tanda mata kepada para tamu.

5.    Sebab-sebab kemunduran Kerajaan Samudera Pasai
Kedatangan bangsa Portugis ke Nusantara membawa dampak yang cukup merugikan. penyerangan Portugis ke kerajaan Samudera Pasai mengakibatkan kerajaan Samudera Pasai takluk ke tangan Portugis pada tahun 1521, dan dikuasai selama 3 tahun. Kemudian sejak 1524, kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam menguasai kerajaan ini.[5])

B.       Kesultanan Malaka/Kerajaan Malaka
1.    Pendahuluan
Kerajaan islam di semenanjung Malaka (kini: Malaysia) ini terletak sangat strategis, yaitu berada dijalur pelayaran serta perdagangan antara wilayah Asia Timur dan Asia Barat. Sebelum menjadi sebuah kesultanan, kerajaan Malaka pernah dikuasai oleh kerajaan Majapahit. Namun setelah lepas dari kerajaan itu, Malaka menjadi pusat sebuah kerajaan islam (kesultanan Malaka). Sebagai sebuah kesultanan yang kuat dan kaya, Malaka sangat berjasa dalam menyebarkan islam keseluruh negeri taklukannya, seperti ke Pahang, Terengganu, Kedah, Pattani, dan Kelantan. Disamping itu beberapa daerah di Sumatera, seperti Rokan dan Kampar serta pulau Jawa, juga menerima penyebaran agama islam dari Malaka. Kesultanan Malaka sebagai pusat politik islam berkhir ketika Portugis menaklukkan Malaka pada tahun 1511.

2.    Proses Berdirinya Kerajaan Malaka
Pramesywara adalah pendiri kesultanan Malaka pada abad ke-14. Dia berasal dari Pelembang (Sriwijaya). Ketika dikerajaan Sriwijaya terjadi perebutan kekuasaan, Pramesywara menyingkir ke Singapura, lalu menyingkir lagi ke Malaka karena wilayah itu mendapatkan serangan dari Majapahit. Disana dia membangun pemukiman besar atas bantuan sejumlah orang melayu dari palembang.
Bahkan, dia juga bekerja sama dengan perompak, dia memaksa kapal-kapal dagang yang melewati selat Malaka singgah dipelabuhannya guna mendapatkan surat jalan. Untuk mengamankan kekuasaannya dari penguasa Siam dan Majapahit, Pramesywara menjalin hubungan dengan Kaisar Ming, penguasa Cina yang mengirimkan balatentara dibawah pimpinan Cheng Ho (1409 dan 1414). Dengan begitu Pramesywara berhasil mengembangkan Malaka secara cepat dan dapat mengambil peran Sriwijaya dimasalalu.

3.    Pendiri Kerajaan Malaka
Kesultanan Malaka diantaranya dipimpin oleh:
1.     Muhammad Iskandar Syah (Pramesywara) (1400-1414);
2.    Sultan Muhammad Syah (Sri Maharaja) (1414-1444);
3.    Sri Paramesywara Dewa Syah (Ibrahim/Abu Sa’id) (1444-1445);
4.    Sultan Muzaffar Syah (Kasim) (1445-1459);
5.    Sultan Mansur Syah (Abdullah) (1459-1477);
6.    Sultan Alaudin Riayat Syah (1477-148);
7.    Sultan Mahmud Syah I (1488-1511).
Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Kasim yang bergelar Sultan Muzaffar Syah (1445-1459). Pada masa kepemimpinannya, Kasim berhasil memperluas wilayah kekuasannya ke Pahang, Terengganu, dan Pattani disemenanjung Malaka, serta Kampar dan Indragiri di Sumatera.

4.    Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai Kerajaan Malaka
Pada akhir abad ke-15, Malaka berkedudukan sebagai pusat perdagangan terpenting di Asia pada umumnya, dan Nusantara pada Khusunya. Ketika itu mata uang sebagai alat tukar-menukar barang dagangan telah digunakan[6]).
Luasnya pergaulan yang dilakukan kerajaan Malaka terhadap kerajaan lainnya, menyebabkan kerajaan Malaka bertambah makmur. Perniagaan menjadi sangat maju hingga sampai ke India, Parsi dan Arab, disamping Siam, Tiongkok dan Jawa. Jasa kerajaan islam Malaka adalah keberhasilannya menyusun adat-istiadat kerajaaan yang disesuaikan dengan ajaran islam yang tertuang dalam “Undang-Undang Kerajaan Malaka”. Sampai masa-masa terakhir, adat tata cara ini sebagiannya masih terpakai pada beberapa kerajaan melayu.

5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Malaka
Disebutkan bahwa kemunduran kerajaan Malaka adalah sebuah akibat dari perangai buruk Sultan Mahmud Syah. Keharuman dan kebesaran Malaka tidak lagi dapat dipertahankan karena sultan, tetapi karena keahlian bendahara Sri Maharaja (jabatan tertinggi setelah sultan) yang nama aslinya adalah Tun Mutahir. Kemasyhuran bendahara menyebabkan iri hati sultan Mahmud Syah dan hal ini berlangsung sampai terjadi serangan Portugis I dibawah pimpinan kapten Diego Lopez de Sequeira yang dapat dipukul mundur oleh Malaka dibawah pimpinan bendahara. Dengan kemenangan ini sultan bertambah iri dan dengan tuduhan korupsi dan penyalah gunaan wewenang, bendahara dihukum mati bersama panglima perang yang telah mempertahankan Malaka dari serbuan Portugis.
Ketika Portugis datang kembali dengan laskar yang lebih besar (+ 1000 orang) dibawah pimpinan Alfonso d’ Albuquerque (1511), sultan Mahmud tidak lagi didampingi oleh orang-orang yang cakap, berusaha untuk berdamai; tetapi karena tuntutan pihak Portugis terlalu berat, perang pun tidak dapat dihindari lagi. Hanya dalam waktu 10 hari kerajaan Malaka jatuh ketangan Portugis[7]).

C.      Kesultanan Aceh Darussalam
1.    Pendahuluan
Adalah kerajaan yang terletak di ujung pulau Sumatera. kerajaan ini dikembangkan oleh sultan Ali Mughayat Syah. Menurut hikayat Aceh pendiri Darussalam sebenarnya adalah sultan Musaffar Syah, setelah menklukkan Inayat Syah, raja Darulkamal dan menggabungkan kerajaannya, Makuta Alam dengan kerajaan taklukannya tersebut.
Kesultanan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360 ditaklukkan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

2.    Proses Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam
Aceh Darussalam adalah kerajaan islam Aceh yang dikembangkan oleh Sultan Ali Mugayat Syah. Menurut hikayat Aceh, pendiri Darussalam sebenarnya adalah sultan Musaffar Syah, setelah menaklukkan Inayat Syah, raja Darulkamal dan menggabungkan kerajaaannya, Makuta Alam, dengan kerajaan taklukannya tersebut. Musafffar syah kalah perang dengan sultan Ma’ruf Syah dari Pedir (1497). Penguasa dikerajaan Musaffar Syah (Darussalam) dipercayakan kepada Syamsu Syah ini adalah Ali Mugayat Syah yang berhasil melepaskan Darussalam dari Pedir. Sultan Ali Mughayat Syah kemudian menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil disekitar Darussalam, (yang agaknya semula bernama Lamuri), termasuk Daya, Pedir dan Pasai, dan sekaligus membebaskan Aceh dari intervensi Portugis,

3.    Pendiri Kerajaan Aceh Darussalam
Berikut adalah Sultan Kerajaan Aceh Darussalam yang pernah mengomandoi Kerajaan Aceh darussalam:
1.         Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M)
2.         Sultan Salahuddin (1528-1537).
3.         Sultan Ala‘ al-Din al-Kahhar (1537-1568).
4.         Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575)
5.         Sultan Muda (1575)
6.         Sultan Sri Alam (1575-1576).
7.         Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).
8.         Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
9.         Sultan Buyong (1589-1596)
10.     Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al
11.     Mukammil (1596-1604).
12.     Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)
13.     Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
14.     Iskandar Thani (1636-1641).
15.     Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).
16.     Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)
17.     Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
18.     Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)
19.     Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
20.     Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
21.     Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
22.     Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
23.     Sultan Syams al-Alam (1726-1727)
24.     Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)
25.     Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)
26.     Sultan Mahmud Syah (1760-1781)
27.     Sultan Badr al-Din (1781-1785)
28.     Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
29.     Alauddin Muhammad Daud Syah.
30.     Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
31.     Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
32.     Sultan Muhammad Syah (1824-1838)
33.     Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)
34.     Sultan Mansur Syah (1857-1870)
35.     Sultan Mahmud Syah (1870-1874)
36.     Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
Dari tangan raja-raja tersebutlah kerjaan dibangun dan dibesarkan, pasang surut kerajaan Aceh juga berkat jasa-jasa para sultan dan sultanah tersebut diatas.

4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak didaerah yang sekarang dikenal dengan nama kabupaten Aceh besar. di kota itulah juga terletak ibukotanya. Anas Machmud berpendapat kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M diatas puing-puing kerajaan Lamuri., oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M) dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. Menurutnya pada masa pemerintahannya Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis (1511 M). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis itu, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui selat Karimata terus ke Malaka, pindah melalui selat Sunda dan menyusur pantai barat Sumatra, terus ke Aceh dengan demikian Aceh menjadi tempat yang ramai dikunjungi saudagar dari penjuru negeri [8]).
Puncak kejayaan yang dicapai oleh kerajaan Aceh Darussalam adalah ketika Aceh dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda yang memerintah antara tahun1607-1636. Pada masa pemerintahannya dan juga penggantinya (Iskandar Sani, asli Pahan dan menantu Iskandar Muda) yang bergelar sultan Ala’uddin Mugayat Syah (1636-1641) Aceh mencapai puncak kejayaannya, perluasan wilayah, perdagangan dan hubungan internasional maju pesat. Islam semakin berkembang, terutama dengan munculnya tokoh-tokoh ulama, seperti Syamsuddin Pasai (Sumatrani) dari ulama-ulama tsawuf, Abdurrauf dari singkel dan Nuruddin Ar-Raniri dari Ulama fikih.

5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Aceh Darussalam
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.

D.      Kerajaan Demak
1.    Pendahuluan
Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (Kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan.
Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-kadang dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4 ibukota dipindahkan ke Prawata (dibaca "Prawoto")[9]).

2.    Proses Berdirinya Kerajaan Demak
Kerajaan Demak adalah kerajaan islam pertama di Jawa setelah jatuhnya kerajaan hindu Majapahit, kerajaaan islam diJawa tengah ini; semula bernama Gelagah Wangi, sebuah desa disebelah selatan Jepara, hadiah dari prabu Brawijaya V (kertabumi, raja Majapahit) kepada puteranya, Raden Patah yang juga disebut pangeran Jimbun. Disitulah didirikan  pesantren, dan dengan bantuan para wali didirikan pula mesjid yang sekarang disebut mesjid agung Demak. Oleh prabu Brawijaya, Raden Patah diangkat menjadi pangeran adipati Bintara. Tahun 147 Majapahit ditaklukkan prabu Gigindrawardana dari Kediri yang mengangkat dirinya sebagai prabu Brawijaya VI. Peristiwa ini ditandai dengan canda sengkala ”sirna Hilaang krtaning Bhumi” (1478/1400 sangka) pada kesempatan ini para wali mengangkat Raden Patah sebagai pelanjut keturunan Brawijaya V sebagai sultan di Bintara Demak (kapan Glagah Wangi beralih nama menjadi Bintara Demak belum diketahui dengan pasti) dengan gelar sultan Alam Akbar Al Fattah. Menurut sumber lain, sunan ngampel memberi nama kepada Raden Patah senapati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Gama. Raden Patah memang lahir dan menjadi besar dipalembang. Menurut sejarahnya ketika Raden Patah masih dalam kandungan ibunya yang berasal dari Cina, ibu muda ini diceraikan oleh Brawijaya V dan dihadiahkan kepada Aria Damar, adipati Palembang. Sementara itu, Girindrawardana yang memerintah Majapahit, pada 1498 dikalahkan oleh prabu Udaya yang kemudian menamakan dirinya Brawijaya VII.

3.    Pendiri Kerajaan Demak
Demak adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden Patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari Walisanga, yang terdiri atas sembilan orang ulama besar, pendakwah islam paling awal di pulau Jawa.
Secara beruturut-turut, hanya tiga sultan Demak yang namanya cukup terkenal, Yakni Raden Patah sebagai raja pertama, Adipati Muhammad Yunus atau Pati Unus sebagai raja kedua, dan Sultan Trenggana, saudara Pati Unus, sebagai raja ketiga (1524 – 1546).
4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan yang mempunyai armada perang yang cukup kuat, terdiri atas pasukan darat dan laut. Demak juga merupakan kerajaan yang paling berjasa menyebarkan agama islam di Jawa timur dan Jawa.
Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa).
Di Bintara, Raden Patah juga mendirikan pondok pesantren. Penyiaran agama dilaksanakan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan, daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan perniagaan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.

5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Demak
Pada masa pemerintahan sultan Trenggana yang memerintah antara 1521-1546. Pada masa pemerintahan sultan Trenggana ini, Demak mengalami masa kejayaannya, tetapi juga merupakan akhir dari perjalanan sejarahnya. Sultan terenggana bercita-cita untuk mengislamkan seluruh jawa. Untuk Jawa barat, pengislamannya diserahkan kepada pendatang yang luas pengetahuan islamnya, ahli dalam bidang strategi militer dan cakap pula mengatur pemerintahan yaitu Fatahillah atau Syarif Hidayatullah yang setelah wafatnya dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Fatahillah ketika berangkat ke Jawa barat sudah menjadi ipar sunan Trenggana ini dapat menyelesaikan tugasnya dengan sukses. Sebaliknya sultan Trenggana sendiri, dalam usaha penaklukannya kedaerah-daerah di Jawa timur, pada awal-awal usahanya memang berhasil dengan gemilang akan tetapi ketika sampai pada usahanya untuk menaklukkan Blambangan diujung tenggara Jawa Timur, ia gugur dalam pertempuran yang sengit di Penarukan. Akibatnya tidak hanya usaha penaklukannya atas Blambangan gagal, tetapi Demak lalu menjadi ajang perebutan kekuasaan antara para kerabat.
Sunan Prawata yang menjadi putra mahkota, dibunuh oleh suruhan Arya Penangsang adipati Jipang, yang juga menginginkan tahta Demak. Pangeran Hadiri yang menjadi adipati di Jepara dan suami dari anak perempuan sultan Trenggana, ratu Kalinyamat, juga dibunuh oleh putra pangeran Sekar Seda Lepen ini.
Tinggal satu orang lagi, bagi arya panangsang, yang harus dilenyapkan, yaitu adipati pajang, adiwijaya menantu sultan Trenggana yang lain . adiwijaya yang ketika kecilnya bernama Mas Krebet atau Jaka Tingkir, putra pangeran Handayaningrat (Kebo Kenanga) yang dihukum mati oleh Sunan Kudus karena menjadi penganut ajaran Syekh Siti Jenar, ternyata menjadi batu sandungan bagi arya panangsang untuk merealisasikan ambisinya.
Meskipun ia dibantu oleh sunan kudus, ternyata dalam pertempuran, ia terbunuh oleh Adiwijaya. Perangkat upacara kerajaan, diangkut ke pajang, dan dengan demikian, berakhirlah Demak sebagai pusat kerajaan islam di Jawa dan pusat dakwah islamiyah.

E.       Kerajaan Banten
1.    Pendahuluan
Rounded Rectangle: Masjid AgungBantenMerupakan kerajaan islam di ujung barat Jawa barat. Pendirinya adalah sunan Gunung Jati (Fatahillah) setelah berhasil merebut kota pelabuhan itu dari tangan bupati sunda yang menjadi penguasa kota itu berkat bantuan laskar dari Demak. Peristiwa itu terjadi pada 1525. Setelah kerajaan itu cukup kokoh, lebih-lebih setelah dapat menguasai Sunda Kelapa, pada 1522 Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon dan wafat disana. Untuk penguasa dikerajaan itu, diangkatnya putranya, Hasanuddin, sebagai raja. Ia nikah dengan putri Demak dan mendapat dua orang anak laki-laki.
Yang sulung, Maulana Yusuf, dicalonkan untuk menjadi gantinya nanti. Adiknya pangeran Aryo diasuh oleh bibi dari pihak ibunya, ratu Kalinyamat di Jepara yang tidak berputra (mungkin karena suaminya, pangeran Hadiri, terlalu cepat terbunuh oleh Arya Penangsang). Setelah bibinya meninggal, ia menjadi adipati di Jepara dan terkenal dengan nama Pangeran Jepara.

2.    Proses Berdirinya Kerajaan Banten
Ketika masih dalam penguasaan raja-raja Sunda Pajajaran atau sebelumnya daerah Banten sudah merupakan kota yang berarti dan dalam cerita Parahyangan disebut-sebut dengan cerita Wahanten Girang. Sebuah kota pelabuhan diujung barat pantai utara Jawa pada tahun 1524 atau 1225 Sunan Gunung Jati dari Cirebon mengadakan kunjungan dan meletakkan dasar-dasar agama dan kerajaan islam serta perdagangan islam di sana.
Untuk menyebarkan islam di Jawa Barat beliau menduduki pelabuhan Sunda Kuno + 1527 beliau memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lainnya yang semula masuk dalam wilayah Pajajaran.
Setelah Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon penguasaan terhadap Banten diserahkan kepada putranya Hasanuddin dan  pada tahun 1568 M, Hasanuddin memerdekakan Banten dan kemudian Hasanuddin dinobatkan sebagai Raja Pertama di Banten. Hasanuddin wafat + 1570 M dan diganti Putranya Yusuf.

3.    Pendiri Kerajaan Banten
Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut. Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang raja-raja yang memerintah di Banten, simaklah silsilah raja-raja Banten berikut ini.
1.    Sultan Hasannudin (1552 – 1570)
2.    Panembahan Yusuf (1570 – 1580)
3.    Maulana Muhammad (1580 – 1596)
4.    Abulmufakir (1596 – 1640)
5.    Abumaali Achmad (1640 – 1651)
6.    Sultan Abdul Fatah/Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 682)
7.    Abdulnasar Abdulkahar/Sultan Haji (1682 – 1687)
Dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah keuasaannya di Jawa Barat yaitu dengan menduduki Pajajaran tahun 1519.

4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Banten
Kerajaan Banten merupakan daerah perekonomian rempah-rempah yang cukup besar, Banten merupakan daerah penghasil lada, terutama ketika sultan Hasanuddin dapat meluaskan kekuasaannya di Lampung dan daerah sekitarnya, sehingga Banten merupakan kerajaan penghasil lada yang besar dan suatu komoditi ekspor yang amat penting waktu itu.
Perdagangan lada ini menjadikan Banten kota pelabuhan yang ramai, disinggahi kapal-kapal dagang dari Cina, India dan Eropa. Mungkin nama sura saji diberikan kepada kota pelabuhan Banten setelah diperbesar pada masa Hasanuddin ini yang dipimpin oleh seseorang penguasa pelabuhan. Banten lama, Banten girang, letaknya lebih kearah hulu sungai.
Setelah sultan Hasanuddin wafat pada tahun yang sama dengan ayahnya, 1570, setelah sempat memisahkan diri dari Demak. Dalam cerita Banten, ia terkenal dengan nama Anumerta Pangeran Saba Kingking, sesuai dengan tempat ia dimakamkan, tidak jauh dari Banten. gantinya Maulana Yusuf Panembahan Pangkalan Gede, memerintah antara tahun 1570-1580. Selama masa pemerintahannya, ia mendirikan masjid agung Banten, membuat perbentengan yang kuat, memperluas  perkampungan dan persawahan serta mengusahakan irigasi dan bendungan-bendungan.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1680) Banten merupakan ladang Pertanian, perdagangan begitu besar dan berkembang pesat. Begitu pula perkembangan hubungan diplomasi dengan kerajaan luar negeri seperti Mugal, Turki dan Syarif Mekah.

5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Banten.
Tatkala sultan Maulana Yusuf jatuh sakit menjelang wafatnya, Pangeran Aryo (Pangeran Jepara) datang ke Banten untuk menggantikan saudaranya (Maulana Yusuf) dengan diiringkan oleh pengawal bersenjata. Perselisihan terjadi sehingga timbul pertempuran yang berakhir dengan kembalinya pangeran Aryo ke jepara. Setelah Maulana Yusuf wafat dalam usia muda, diangkatlah putranya, Maulana Muhammad yang baru berusia 9 tahun sebagai ganti ayahnya dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Dan memerintah antara 150-1596 karena masih anak-anak, ia didampingi oleh mangkubumi yang bertindak sebagai walinya. Mungkin karena kemudaannya, tidak hanya kena pengaruh walinya, tetapi juga ia terpengaruh oleh adipati Demak yang mengungsi ke Banten.
Pangeran Mas karena kekalahannya melawan  Mataram. Ia yang lebih tua sedikit dari maulana Muhammad membujuk saudaranya itu untuk melakukan ekspedisi ke Palembang. Waktu melakukan pengepungan terhadap kota itu, maulana Muhammad yang masih muda itu  (25 tahun) gugur, dan hal itu terjadi pada  1596.  Putranya yang baru berusia 5 bulan. Abulmufakir Mahmud Abdulkadir, diangkat sebagai gantinya dengan Jayanegara yang bertindak sebagai walinya. Pada 22 juni 1596, Cournelis de Houtman dalam pelayaran pertamanya melabuhkan 4 buah kapal Belanda di Banten.
Mangkubumi Jayanegara wafat 1602 (tahun berdirinya VOC), digantikan oleh ayah tiri sultan yang ternyata lemah dan terbunuh 1608. Mangkubumi selanjutnya adalah Ranamenggala yang berusaha mempertahankan integritas Banten dari rongrongan Belanda. Belanda mengalihkan perhatian ke Jayakarta yang dipimpin oleh pangeran Wijayakarma. Karena ingin Jayakarta maju, ia membolehkan Belanda membangun loji, tetapi juga membolehkan inggris hal yang sama. Timbul perselisihan dan sementara itu, Ranamenggala tidak senang atas prakarsa Wijayakarma tanpa seizin Banten. Timbul kemelut yang akibatnya Y.P. Coen yang sudah jadi gubernur jenderal minta bantuan ke Maluku dan berhasil merebut Jayakarta yang kemudian namanya diganti menjadi Batavia.
Sultan Abulmufakkir digantikan oleh putranya Abdul Maali Rahmatullah yang keduanya lemah. Banten bangkit kembali ketika sultan Abul Fatah yang lebih terkenal dengan sebutan Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa (1651-1680). Pertanian dan Perdagangan maju, demikian pula agama islam. Ulama-ulama besar didatangkan termasuk Syekh Yusuf dari Sulawesi yang kemudian diambil menantu. Surat menyurat dan utus mengutus dilakukan sampai kekerajaan Mugal, Turki dan Syarif di Mekah. Tahun 1661, putra nya, Pangeran Ratu, diangkat menjadi raja kedua dengan gelar sultan Abunnasar Abdulkahar dan terkenal dengan sebutan Sultan Haji. Ketika terjadi perselisihan antara ayah dengan anak ini. Si anak minta bantuan VOC. Sultan yang sudah tua itu ditawan di dalam benteng Batavia dan wafat 1695. Sejak itu kedaulatan Banten dapat dikatakan hilang, tunduk kepada kemauan Belanda.

F.       Kerajaan Mataram
1.    Pendahuluan
Adalah kerajaan islam di Jawa tengah yang pendiriannya dirintis oleh ki Gede (ki Ageng) Pemanahan dan semula berlokasi di daerah yang sekaran gbernama kotagede (dekat Yogyakarta). Konon daerah itu dihadiahkan oleh sultan Hadiwijaya, raja Pajang, kepada ki Gede Pamanahan yang juga senapati Pajang, karena keberhasilannya mengalahkan Arya Penangsang yang juga berhak atas tahta Demak sepeninggal sultan Tenggana.
Setelah ki Gede Pemanahan wafat 1575, ia digantikan oleh putranya. Sutan Wijaya, yang juga putra angkat Sultan Hadiwijaya dan mewarisi jabatan ayahnya sebagai senapati Pajang. Karena kecerdikannya, para bupati disebelah barat Mataram, tidak lagi menyampaikan upeti ke Pajang, tetapi ke Mataram.

2.    Proses Berdirinya Kerajaan Mataram
Kerajaan ini berdiri ketika Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir) dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pemanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang sebagaimana telah dibahas pada kerajaan Pajang sebelumnya. Sebagai hadiahnya, Sultan menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Pemanahan pada tahun 1577 M yang selanjutnya menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.
Text Box: Peta daerah kekuasan kerajaan Mataram
Senapati anak dari Ki Pemanahan pada tahun 1584 dikukuhkan oleh Sultan Pajang sebagai Sultan Mataram pertama. Setelah pangeran Benawa anak sultan Adiwijaya menawarkan kekuasaan terhadap Pajang kepada Senapati, meskipun menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan diantaranya adalah Gong Kiai Sekar Delime, Kendali Kiai Macan Guguh, dan Plana Kiai Jatayu, namun dalam tradisi Jawa kuno, penyerahan benda-benda pusaka itu sama dengan menyerahkan kekuasaan.
Senapati meninggal dunia 1601M diganti puteranya Seda Ing Karapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M dan diganti oleh putranya Sultan Agung yang melanjutkan usaha ayahandanya sehingga pada tahun 1619 M, seluruh Jawa Timur praktis dibawah pemerintahan Sultan Agung Mataram.

3.    Pendiri Kerajaan Mataram
Dalam proses berdirinya kerajaan Mataram ditandai dengan banyak peristiwa penting diantaranya adalah:
1558   -    Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.
1577   -    Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584   -    Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).
1587  -  Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588   -    Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601   -    Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu (Jawa: krapyak).
1613   -    Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman"
1645   -    Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.
1677   -    Trunajaya merangsek menuju Ibu Kota Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung Jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
1680   -    Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibukota ke Kartasura.
1681   -    Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.
1703   -    Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III.
1704   -    Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.
1708   -    Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.
1719   -    Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723).
1726   -    Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
1742   -    Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan.
1743   -    Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC.
1745   -    Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.
1746   -    Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.
1749   -    11 Desember Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.
1752  -     Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
1754  -     Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
1755  -     13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
1757 -      Perpecahan kembali melanda Mataram. R.M. Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".
1788   -    Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
1792   -    Sultan Hamengku Buwono I wafat.
1795   -    KGPAA Mangku Nagara I meninggal.
1813   -    Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
1830   -    Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda. (wikipedia)[10]).

4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mataram
Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram berkembang sebagai kerajaan agraris yang menekankan dan mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-daerah pesisir yang mata pencahariannya pelayaran dan perdagangan.
 Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah, yang daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di samping kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija.
Sedangkan dalam bidang perdagangan, beras merupakan komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor karena pada abad 17 Mataram menjadi pengekspor beras paling besar pada saat itu.
Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang besar.
Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, maka masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem feodalisme. Dengan sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan.
Tanah lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya adalah rakyat atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah.
Dengan adanya sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasainya.
Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada masa Sultan Agung.
Untuk menambah pemahaman Anda tentang bentuk gapura Candi Bentar tersebut, silahkan Anda simak gambar berikut ini:
Candi Bentar di makam Sunan Tembayat. (Sumber: Sejarah kebudayaan Indonesia 3, Dr. Sukarno, Kanisius, Yogyakarta)
 

5.         Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Mataram
Sultan Agung wafat pada tahun 1646 M dan dimakamkan di Imogiri. Digantikan oleh putra mahkota Amangkurat I, pada masa pemerintahannya hampir tidak pernah reda dari konflik dan perpecahan dalam setiap konflik yang terjadi selalu yang tampil sebagai lawan politik adalah mereka yang didukung oleh golongan ulama yang bertolak dari keperihatinan Agama.
Tindakan pertamanya adalah dengan menumpas Pangeran Alit dengan membunuh banyak para Ulama dan santri yang dianggap berbahaya bagi kekuasaannya hingga pada masanya + 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh (1647 M) seakan tidak memerlukan titel Sultan, hingga pada tahun 1677 M dan 1678 M pemberontakan para Ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden Kajoran. Pemberontakan-pemberontakan seperti inilah yang menyebabkan kehancuran kerajaan Mataram.

G.      Kerajaan Gowa Tallo
1.    Pendahuluan
Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Untuk mengetahui letak kerajaan-kerajaan tersebut, silahkan Anda amati gambar Berikut:

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.

2.    Proses Berdirinya Kerajaan Gowa dan Tallo
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masingmasing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.

3.    Pendiri Kerajaan Gowa dan Tallo
Kerajaan Gowa didirikan oleh para raja sebagai berikut:
1.         Tumanurunga (+ 1300)
2.         Tumassalangga Baraya
3.         Puang Loe Lembang
4.         I Tuniatabanri
5.         Karampang ri Gowa
6.         Tunatangka Lopi (+ 1400)
7.         Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8.         Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9.         Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
10.     I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11.     I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12.     I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13.     I Tepukaraeng Daeng PArabbung Tuni Pasulu (1593).
14.     I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.
15.     I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653.
16.     I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670.
17.     I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681.
18.     I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna.
19.     Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681.
20.     I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709).
21.     La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711).
22.     I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi.
23.     I Manrabbia Sultan Najamuddin.
24.     I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735).
25.     I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742);
26.     I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753);
27.      Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795);
28.     I MallisuJawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769);
29.     I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778);
30.     I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810);
31.     I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825);
32.     La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826);
33.     I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893);
34.     I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895);
35.     I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906;
36.     I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946);
37.     Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978 [11]).

4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Gowa dan Tallo
Kemajuan yang dicapai Kerajaan Gowa dan Tallo; Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia Timur maupun yang berasal dari Indonesia Barat
Text Box: Kerajaan MakasarPenyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Dengan adanya daerah kekuasaan Makasar yang luas tersebut, maka seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya.
Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar.
Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Seperti yang telah Anda ketahui bahwa kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan Ade’ Aloping Loping Bicaranna Pabbalue, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal.
Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.

5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Gowa dan Tallo
Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar).
Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a.    VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b.    Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c.    Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d.   Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

H.      Kerajaan Ternate – Tidore
1.    Pendahuluan
Sebuah kesultanan yang beridiri pada abad ke – 15 dengan pusat di sampalu, pesisir tenggara pulau Ternate (kini masuk kabupaten maluku utara, propinsi maluku); mempunyai peran yang besar dalam penyebaran islam dikawasan maluku sampai ke Filipina.
Pada awalnya kesultanan ini meganut faham animisme namun setelah sultan Zainal Abidinraja Ternate yang ke -19 kbli dari giri geresik dan menyandang gelar sultan, agama islam menjadi agama kerajaan kesultanan Ternate dan tetangganya Tidore.

2.    Proses Berdirinya Kerajaan Ternate dan Tidore
Sebelum menjadi kesultanan, Ternate maerupakan sebuah kerajaan yang berdiri kira-kira pada abad ke-13 dan memeluk semacam agama syamanisme. Ternate bersama Tidore, Bacan, dan Jailolo adalah empat kerajaan bersaudara yang berasal dari keturunan yang sama.
Diduga, raja ternate yang pertama memeluk islam adalah Zainal abidin. Tetapi ada juga dugaan, umpamanya oleh f. Valetijn, bahwa raja pertama yang memeluk islam itu adalah Gapi Baguna, ayah zainal abidin, melalui dakwah datuk maulana husain, seorang saudagar dari Jawa. Setelah memeluk agama islam, Raja Gapi Baguna kemudian dikenal dengan nama Marhum.
Ketika sultan Zainal Abidin(1486-1500) memerintah di ternate, ia mengambil kesempatan untuk belajar mengenai agama islam di gersik. Di gersik sultan Zainal Abidinbertemu dengan kepala daerah Hitu dari Ambon yang beragama islam, yaitu Pate Putih, yang datang untuk tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan persetujuan yang berakibat bahwa para sultan ternate kemudian mengklaim sebagian dari pulau Ambon.
Adapun peristiwa-peristiwa penting yang berkenaan dengan Kesultanan Ternate dapat di uraikan dalam pemaparan berikut ini:
a.    (1486-1500) Sultan Zainal Abidinmemerintah;
b.    (1500-1543) Sultan Sirullah memerintah;
c.    1512 misi dagang Portugis tiba di kepulauan maluku;
d.   1522 Portugis mengikat perjanjian dengan sutan ternate;
e.    1529 ternate bersekutu dengan Portugis menyerang tidore;
f.     (1540-1570) Sultan Khairun memerintah;
g.    1565 penandatanganan perjanjian antara Portugis dan sultan ternate;
h.    1570 Sultan Khairun dibunuh di Benteng Portugis;
i.      (1570-1583) sultan Babullah menggantikan ayahnya;
j.      1575 Pasukan ternate mengusir Portugis;
k.    1660 ternate ditaklukkan VOC.

3.    Pendiri Kerajaan Ternate dan Tidore
Dalam catatan silsilah :
1. Mashur Maloma,
2. Zaman,
3. Kumalo,
4. Baguhu,
5. Ngora Maloma,
6. Masterdam,
7. Sida Arif Malamo,
8. Paji Malamo,
9. Syah Alam,
10. Tolu Malamo,
11. Kiyo Mabiji,
12. Ngolo Maja,
13. Momole,
14. Gapi Malamo,
15. Gapi Baguna,
16. Kumalo II,
17. Gise,
18. Gapi Gaguna II (zaman),
19. Zainal Abidin.


4.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Ternate dan Tidore;
Kerajaan Ternate dan Tidore dikenal sebagai penghasil rempah-rempah yang luar biasa sehingga menjadi perhatian bangsa-bangsa Portugis, spanyol dan Belanda., mulai berkembangnya ilmu-ilmu pendidikan islam,
Kesultanan Ternate merupakan salah satu pusat penyiaran islam di kawasan indonesia timur. Mubalig dari Ternate berdakwah antara lain ke seluruh kepulauan maluku, sulawesi, buton , sumbawa dan papua . bahkan pada tahu 1587 muballig Ternate berdakwah sampai ke pulau sulu dan mindanao di filipina selatan. Diwilayah-wilayah itu para muballigh dari Ternate ini mendirikan madrasah dan masjid.
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-rempah tersebut menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada abad 15 – 17. Demi kepentingan penguasaan perdagangan rempahrempah tersebut, maka mendorong terbentuknya persekutuan daerah-daerah di Maluku Utara yang disebut dengan Ulilima dan Ulisiwa.
Ulilima berarti persekutuan lima bersaudara yang dipimpin oleh Ternate yang terdiri dari Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Sedangkan Ulisiwa adalah persekutuan Sembilan bersaudara yang terdiri dari Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau yang terletak di kepulauan Halmahera sampai Irian Barat.
Secara geografi kerajaan Ternate dan Tidore berkembang sebagai kerajaan Maritim. Dan hal ini juga didukung oleh keadaan kepulauan Maluku yang memiliki arti penting sebagai penghasil utama komoditi perdagangan rempah-rempah yang sangat terkenal pada masa itu.
Dengan andalan rempah-rempah tersebut maka banyak para pedagang baik dari dalam maupun luar Nusantara yang datang langsung untuk membeli rempah-rempah tersebut, kemudian diperdagangkan di tempat lain.
Dengan kondisi tersebut, maka perdagangan di Maluku semakin ramai dan hal ini tentunya mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Maluku. Tetapi setelah adanya monopoli perdagangan oleh Portugis maka perdagangan menjadi tidak lancar dan menimbulkan kesengsaraan rakyat di Maluku.

5.    Sebab-Sebab Kemunduran Kerajaan Ternate dan Tidore.
Bermula pada tahun 1683 sultan Ternate yaitu Sultan Sibori yang dikenal dengan sebutan sultan Amsterdam mengakui kekuasaan VOC. Sejak itu pengangkatan sultan-sultan Ternate turut ditentukan oleh Belanda, dan para sultan terikat dengan penandatanganan kontrak serta perjanjian sumpah setia kepada Belanda. Yang pada akhirnya kemesraan hubungan Belanda dengan sultan tersebut menyulut pemberontakan-pemberontakan rakyat yang berkobar antara abad ke-17 dan ke- 19.
Pada tahun 1817, setelah kekuasaan inggris berakhir, Belanda kembali mengokohkan kekuasaannya di Ternate dengan menempatkan seorang residen disana. Keresidenan Ternate yang berada dibawah gubernemen maluku meliputi wilayah-wilayah kesultanan Ternate, Tidore dan Bacan. Meskipun demikian, Belanda tetap mengakui dan menghormati hak sultan atas daerahnya. Pada abad ke- 19, wilayah kesultanan Ternate meliputi pulau Ternate dan sekitarnya. Sebagian pulau halmahera, kepulauan  sula, serta kepulauan banggai dan tobungku dipantai timur sulawesi tengah. Ketika berkunjung ke Ternate, gubernur jenderal Van der Capellen membuat perjanjian dengan sultan Ternate dan Tidore pada tanggal 27 Mei 1824, yang menetapkan kekuasaan tertinggi di tangan pemerintah Belanda. Balanda mendapat hak untuk melantik sultan dan menyusun wilayah administrasi di daerah sultan, serta menempatkan amtenar disana. Sejak saat itulah kesultanan Ternate dan Tidore tidak mendapatkan perhatian yang lebih.






UJI KOMPETENSI

I.     Berilah tanda silang (X) pada Jawaban a, b, c, dan d  yang paling benar!

1.    Kerajaan Samudera Pasai berkembang pada abad?
a.    13 Masehi
b.    12 Masehi
c.    11 Masehi
d.   18 Masehi

2.    Kerajaan Samudera Pasai terletak di daerah?
a.    Pesisir Aceh
b.    Pulau Sumatera
c.    Ujung barat Pulau Sumatera
d.   Pesisir Laut timur Aceh.

3.    Peranan kerajaan Samudera Pasai dalam bidang perdagangan adalah sebagai berikut kecuali!
a.    Sebagai bandar Transito
b.    Menjamin keamanan pelayaran.
c.    Hubungan rakyat dan sultan yang  baik.
d.   Menarik Pajak dari pendatang yang singgah di Pelabuhan

4.    Apakah yang menjadi penyebab kemunduran dari kerajaan/kesultanan Malaka?
a.    Kepemimpinan didomisili oleh Bendahara kerajaan.
b.    Perangai buruk Sultan Mahmud Syah.
c.    Kacaunya perekonomian kerajaan Malaka.
d.   Diserang  pasukan Portugis.

5.    Kerajaan Aceh dikembangkan oleh?
a.    Sultan Ali Mughayat Syah
b.    Sultan Inayat Syah
c.    Sultan Musaffar Syah
d.   Sultan Ma’ruf Syah

6.    Peran para wali terhadap berdirinya kerajaan Demak antara lain adalah kecuali ?
a.    Menyusun Kekuatan Militer
b.    Membantu Menyebarkan agama Islam
c.    Membantu Sultan dalam urusan kerajaan.
d.   Mengadakan musyawarah

7.    Dalam hal perekonomian kesultanan Banten merupakan daerah penghasil rempah-rempah yang melimpah, berupa?
a.    Lada dan hasil pertanian lainnya
b.    Padi dan sayuran
c.    Lada dan jinten
d.   Kayu Manis dan merica

8.    Kerajaan yang dirintis oleh ki Gede (ki Ageng) Pemanahan adalah kerajaan?
a.    Kerajaan Pajajaran
b.    Kerajaan Mataram
c.    Kerajaan Banten
d.   Kerajaan Gowa

9.    Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang, yang artinya?
a.    Sembilan pedagang
b.    Sembilan raja
c.    Sembilan bendera
d.   Sembilan kerajaan

10.     Siapakah Sultan Ternate yang mendapatkan julukan Sultan Amsterdam?
a.    Sultan Zainal Abidin
b.    Masterdam
c.    Sultan Hasanuddin
d.   Sultan Sibori

  II.     Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar!
1.    Siapakah Sultan yang mendapatkan julukan “ayam jantan dari timur” oleh Belanda?
2.    Siapasajakah  pendiri kerajaan Malaka? Sebutkan!
3.    Perjanjian Bongaya yang terjadi pada tahun 1667 sangat merugikan kerajaan Makasar. Sebutkan isi perjanjian tersebut!
4.    Sebutkan sebab-sebab kemunduran kerajaan Mataram!
5.    Apa penyebab dijulukinya sultan Hasanuddin dengan julukan Ayam Jantan dari timur oleh VOC?

Paraf
Orang tua /Wali Murid
Nilai
Uji Kompetensi
Paraf
Guru /Wali kelas




(..............................)






(..............................)





BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I

TUJUAN DAN DESKRIPSI

1. Tujuan 
Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan bagi peserta didik tentang sejarah kebudayaan islam, khususnya tentang tokoh-tokoh penyebar islam di Nusantara. Baik ajaran dan perkembangan-perkembagannya sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik terhadap pegetahuan sejarah kebudayaan islam yang telah diterima atau dipelajari di jenjang pendidikan sebelumnya
Hal diatas sesuai dengan cita-cita bangsa untuk mewujudkan manusia yang berbudi pekerti luhur dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, dan juga sebagai sebuah manifestasi kesetiaan terhadap pancasila, khususnya sila pertama yaitu ketuhanan yag maha Esa.
Dengan melalui pembahasan dalam bab ini diharapkan peserta didik dapat menarik kesimpulan dan ibrah dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Deskripsi
Adapun hal-hal yang akan dibahas pada bab ini adalah sejarah Tokoh-tokoh islam yang paling berengaruh di Nusantara, menyangkut tentang biografi, ajaran, manifestasi keilmuan dan budaya beserta perkembangan ajarannya.
Adapun tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan lebih jauh tentang konsep ajaran-ajaran tokoh islam di Indonesia sehinga dapat diterima dengan mudah sebagai agama yang mayioritas sehingga menggantikan hegemoni pengaruh Hindu dan Budha di Indonesia.











KATA KUNCI

Horizontal Scroll: Wali: Adalah Orang Suci Pemula Penyiar Agama Islam  (Pada Suatu Daerah Tertentu;

Kitab: Buku Karangan atau Buku Suci;

Syekh: Sebutan Serupa dengan Kiyai; 




































ISI


Sejarah Kebudayaan Islam



Kelas III Semester I



Ulama-Ulama Penyebar Islam di Nusantara

BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER I
ULAMA-ULAMA PENYEBAR ISLAM DI NUSANTARA

1.      Standar kompetensi
Tokoh-Tokoh Islam di Indonesia
2.      Kompetensi dasar
Mengetahui Tokoh-Tokoh Islam di Indonesia Secara Jelas.
3.      Materi Pokok
Tokoh-Tokoh  Islam di Indonesia
4.      Indikator
a) Siswa dapat mengetahui tokoh-tokoh islam di indonesia secara jelas;
b) Siswa dapat mengetahui pengaruh tokoh-tokoh Islam di Indonesia.

--------<<<<< >>>>>-------

A.      Tokoh-Tokoh Islam di Indonesia
1.    Abdurrauf  Singkel
Nama lengkapnya adalah Syekh Abdurrauf Ali Al Fansury Al Singkily Al Jawi. Beliau adalah penyair, budayawan, ulama besar, pengarang tafsir, ahli hukum, cendikiawan muslim dan seorang Sufi yang sangat terkenal di Nusantara yang lahir pada tahun 1615 atau 1620 di Singkel, sebuah kabupaten di Aceh Selatan. Dia berasal dari kalangan keluarga muslim yang taat beribadah. Ayahnya berasal dari Arab bernama Syeikh Ali dan ibunya seorang wanita berasal dari desa Fansur Barus—sebuah pelabuhan (bandar) yang sangat terkenal waktu itu.
Dimasa mudanya mula-mula Abdurrauf belajar pada Dayah Simpang Kanan di pedalaman Singkel yang dipimpin Syeikh Ali Al-Fansuri ayahnya sendiri. Kemudian ia melanjutkan belajar ke Barus di Dayah Teungku Chik yang dipimpin oleh Syeikh Hamzah Fansury. Ia sempat pula belajar di Samudera Pase di Dayah Tinggi yang dipimpin oleh Syeikh Samsuddin as-Sumatrani. Setelah Syeikh Samsuddin pindah ke Banda Aceh lalu diangkat oleh Sultan Iskandar Muda sebagai Qadhi Malikul Adil, Abdurrauf pun pergi mengembara. Beliau tidak suka menetap di kota kelahirannya. Beliau lebih suka memilih mengembara meninggalkan kota kelahirannya untuk menuntut ilmu di berbagai pelosok nusantara dan Timur Tengah.
Abdurrauf selalu merasa haus terhadap ilmu pengetahuan. Beliau pernah belajar hampir dua puluh tahun di Mekkah, Madinah, Yaman dan Turki. Sehingga tidak mengherankan kalau Beliau menguasai banyak bahasa, terutama bahasa Melayu, Aceh. Arab dan Persia. Disebutkan selama belajar ilmu agama di Timur Tengah, Syeikh Abdurrauf telah berkenalan dengan 27 ulama besar dan 15 orang sufi termashyur.
Tentang pertemuannya dengan para sufu itu, ia berkata “adapun segala mashyur wilayatnya yang bertemu dengan dengan fakir ini dalam antara masa itu…”. Pada tahun 1661 M Syeikh Abdurraur kembali ke Aceh dengan memangku jabatan selaku Qadly Malikul Adil, sebagai Mufti Besar dan Syeikh Jamiah Baitur Rahim, untuk menggantikan Syeikh Nuruddin ar-Raniry. Mengenai pendapatnya tentang faham Syeikh Hamzah Fansuri (Tarekat Wujudiah) nampaknya berbeda dengan Syeikh Nuruddin ar-Raniry. Beliau tidak begitu keras, Walaupun Syeikh Abdurrauf termasuk penganut faham tua mengenai ajarannya dalam ilmu tasawuf.
Terhadap Tarekat Wujudiah, ia berpendapat bahwa orang tidak boleh begitu tergesa-gesa mengecap penganut tarekat ini sebagai kafir. Membuat tuduhan seperti itu sangatlah berbahaya. Jika benar ia kafir, maka perkataannya itu akan berbalik kepada dirinya sendiri. Karya tulisnya yang diketahui lebih kurang dua puluh buah dalam berbagai bidang ilmu—sastra, hukum, filsafat, dan tafsir, antara lain;
1.    Umdat al-Muhtajin ila suluki Maslak al-Mufridin; dengan terjemahannya sendiri; Perpegangan Segala Mereka itu yang Berkehendak Menjalani Jalan Segala Orang yang Menggunakan Dirinya. Dalam karya ini diterangkannya tentang tasawuf yang dikembangkannya itu. Dzikir dengan mengucap La Illah pada masa-masa tertentu merupakan pokok pangkal tarikat ini. Kitab tersebut terdiri atas tujuh faedah dan bab. Sesudah faedah yang ketujuh diberinya khatimah yang berisi silsilah. Di samping memberi penjelasan tentang ajaran Abdur-Rauf, silsilah ini juga memberikan gambaran di mana dengan cara apa ulama-ulama dan pengarang-pengarang besar Melayu lainnya mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam kitab ini pula ia menyebut telah berada selama sembilan belas tahun di negeri Arab.
2.    Mir’at al-Tullab fi Tashil Ma’rifat al-Ahkam al-Syar’iyah li’l-Malik al-Wahab. Dalam kitab ini disebutnya ia mengarang atas titah Sultanah Tajul-Alam Safiatuddin Syah. Isinya ialah ilmu fikah menurut mazhab Syafi’i. Ilmu mu’amalat yang tidak dibicarakan dalam Sirat al-Mustaqim karangan Nuruddin ar-Raniri, dimasukkan disini.
3.    Kifayat al-Muhtajin ila Suluk Maslak Kamal al-Talibin. Dalam karya ini disebutnya ia dititahkan oleh Sultanah Tajul-Alam untuk mengarang. Isi kitab ini ialah tentang ilmu tasawuf yang dikembangkan oleh Abdur-Rauf.
4.    Mau’izat al-Badi’ atau al-Mawa’ith al-Badi’ah. Karya ini terdiri atas lima puluh pengajaran dan ditulis berdasarkan Qur’an, hadith, ucapan-ucapan sahabat Nabi Muhammad saw serta ulama-ulama besar.
5.    Tafsif al-Jalalain. Abdur-Rauf juga telah menterjemah sebagian teks dari Tafsir al-Jalalain, surah 1 sampai dengan surah 10.
6.    Tarjuman al-Mustafiq. Merupakan saduran dalam bahasa Melayu dari karya bahasa Arab ini. Dalam sebuah naskah Jakarta disebut ada tambahan dari murid Abdur-Rauf, Abu Daud al-Jawi ibn Ismail ibn Agha Ali Mustafa ibn Agha al-Rumi (Van Ronkel, Catalogus der Maleische Handschriften 1909 dalam ibid).
7.    Syair Ma’rifat. Syair ini terdapat dalam naskah Oph 78, perpustakaan Leiden, yang disalin pada 28 Januari 1859 di Bukit Tinggi.

2.    Wali Songo
Walisongo” berarti sembilan orang wali Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid
Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa yakni nuansa Hindu dan Budha.

a.    Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

b.   Sunan Ampel
Beliau putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut  Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

c.    Sunan Giri
Beliau memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

d.   Sunan Bonang
Beliau anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah
yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

e.    Sunan Kalijaga
Beliaulah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.

f.     Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.

g.    Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun
Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.
Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.

h.   Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

i.      Sunan Muria
Beliau putra Dewi Saroh adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

3.    Muhammad Arsyad Al-banjari
Beliau dilahirkan di desa Lok Gabang pada hari kamis dinihari 15 Shofar 1122 H, bertepatan 19 Maret 1710 M. Anak pertama dari keluarga muslim yang taat beragama , yaitu Abdullah dan Siti Aminah. Sejak masa kecilnya Allah SWT telah menampakkan kelebihan pada dirinya yang membedakannya dengan kawan sebayanya. Dimana dia sangat patuh dan ta’zim kepada kedua orang tuanya, serta jujur dan santun dalam pergaulan bersama teman-temannya. Allah SWT juga menganugrahkan kepadanya kecerdasan berpikir serta bakat seni, khususnya di bidang lukis dan khat (kaligrafi).
Silsilah keturunan: Galur nasabnya adalah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.
Riwayat: Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 – 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya ting-gal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.
Setelah dewasa beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang solehah bernama tuan “BAJUT”, seorang perempuan yang ta’at lagi berbakti pada suami sehingga terjalinlah hubungan saling pengertian dan hidup bahagia, seiring sejalan, seia sekata, bersama-sama meraih ridho Allah semata. Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muh. Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya Siti Aminah mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muh. Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya.Deraian air mata dan untaian do’a mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muh. Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Diantara guru beliau adalah Syekh ‘Athoillah bin Ahmad al Mishry, al Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al Kurdi dan al ‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abd. Karim al Samman al Hasani al Madani.
Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muh. Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muh. Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
Menurut riwayat, Khalifah al Sayyid Muhammad al Samman di Indonesia pada masa itu, hanya empat orang, yaitu Syekh Muh. Arsyad al Banjari, Syekh Abd. Shomad al Palembani (Palembang), Syekh Abd. Wahab Bugis dan Syekh Abd. Rahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan “Empat Serangkai dari Tanah Jawi” yang sama-sama menuntut ilmu di al Haramain al Syarifain.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang diarak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penentiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muh. Arsyad di kampung halamannya Martapura pusat Kerajaan Banjar pada masa itu.
Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.
Sultan Tamjidillah menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama “Matahari Agama” yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultanpun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’.
Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah “Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama”. Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah:
1.    Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,
2.    Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
3.    Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
4.    Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
Setelah ± 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muh. Arsyad ke hadirat-Nya. Usia beliau 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.



UJI KOMPETENSI

I.          Beri tanda silang (X) pada jawaban a, b, c, dan d yang paling benar !
1.  Siapakah nama tokoh yang di kenal sebagai penyair,Budayawan?
a. Syekh Abdurrauf Ali Al Fansury Al Singkily Al Jawi.
b. Imam Bonjol
c. Kiai As’ad Syamsul Arifin
d. King Abdul Aziz

2.  Dimanakah Syekh Abdurrauf Ali Al Fansury Al Singkily Al Jawi dilahirkan?
a. Bali
b. Semarang
c.  Aceh Selatan
d. Mekah

3.  Ada berapakah wali yang terkenal ditanah jawa?
a. Sembilan Wali
b. Empat
c. Dua Puluh Satu Wali
d. Satu Saja

4.  Dibawah ini adalah sebagian  nama-nama wali songo kecuali?
a. Syeh Maulana Malik Ibrohim
b. Sunan Kudus
c. Sunan Derajat
d. Syeh Abdul Qodir Jailani

5.  Selain Syekh Muhammad  Arsyad,beliau juga di sebut dengan nama?
a. Datuk Kalampayan
     b. Datuk Maringgi
     c. Kalampayan
     d. Kyai Kalampayan
           
  II.     Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar !
1. Tulislah nama lengkap tokoh yang dilahirkan di kota Aceh Selatan?
2. Ada berapa walikah yang tersebar di tanah jawa?
3. Siapa nama Sunan Derajat semasa kecilnya?
4. Di desa apakah Syekh Muhammad  Arsyad di lahirkan?
5. Jatuh pada hari apa Syekh Muhammad  Arsyad dilahirka?


Paraf
Orang tua /Wali Murid
Nilai
Uji Kompetensi
Paraf
Guru /Wali kelas




(..............................)






(..............................)

































                                  












BAB IV
PENDAHULUAN





ISI



Sejarah Kebudayaan Islam



Kelas III Semester II



Tradisi Islam Nusantara











































































BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER II

TUJUAN DAN DESKRIPSI

1. Tujuan 
Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan bagi peserta didik tentang sejarah kebudayaan islam, khususnya tentang tradisi Islam di Nusantara. Baik ajarannya, kebudayaan dan kesenian sebagai metode dakwah dalam penyebaran agama Islam di Nusantara sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik terhadap pegetahuan sejarah kebudayaan islam yang telah diterima atau dipelajari di jenjang pendidikan sebelumnya.
Dan sebagai bekal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan sekaligus untuk memberikan pengetahuan tentang kesenian yang bernafaskan Islam di nusantara. Sehingga dengan demikian dapat menambah kecintaan dan kesetiaan kepada agama Islam.

2. Deskripsi
Nusantara terdiri atas beribu-ribu pulau dengan berbagai tradisi dan budaya. Sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan. Hal itu yang membuat proses dakwah Islam pada saat itu tidak terlepas dengan adat yang sudah berlaku. Kepercayaan masyarakat yang sudah mendarah daging tidak mungkin dihilangkan secara langsung. Akan tetapi, memerlukan proses yang cukup lama. Tradisi Islam di Nusantara memerlukan akulturasi antara ajaran Islam dan adat yang ada di Nusantara. Masuknya Islam di Nusantara sedikit banyak juga mempengaruhi perkembangan tradisi dan budaya tersebut. Hal itu disebabkan ketika Islam masuk di Nusantara sudah ada tradisi dan budaya yang dijalankan.
Tradisi Islam di Nusantara merupakan metode dakwah yang dilakukan para ulama masa itu. Para ulama tidak mengapus secara total adat yang sudah berlangsung di masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam adat-adat tersebut. Dengan harapan, masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat diterima. Dengan demikian, tradisi Islam yang ada di Nusantara bukan merupakan ajararan Islam yang harus diamalkan, tetapi sebagai metode dakwah pada saat itu.
KATA KUNCI

Horizontal Scroll: Tradisi:  adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat.
Adat:  adalah aturan atau perbuatan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala.
Kesenian:adalah perihal tentang keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi kehalusannya dan keindahannya
Filosof: pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, akal, dan hukumnya.
Religi: kepercayaan akan adanya kekuatan adikodratidi atas manusia. 






































BAB III
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
KELAS III SEMESTER II
TRADISI ISLAM NUSANTARA

1.        Standar kompetensi
Memahami sejarah tradisi Islam Nusantara.
2.        Kompetensi dasar
·      Menceritakan seni budaya lokal sebagai sebagian dari tradisi Islam.
·      Memberikan apresiasi terhadap tradisi dan upacara adat kesukuaan Nusantara.
3.        Materi Pokok
Sejarah tradisi Islam di Nusantara
4.        Indikator
a.     Siswa mampu menjelaskan pengertian tradisi Islam Nusantara
b.    Siswa mampu menyebutkan macam-macam seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi Islam Nusantara.
c.     Siswa mampu menyebutkan tradisi Islam Nusantara.
d.    Siswa mampu menjelaskan upacara adat kesukuan Nusantara yang bernafaskan Islam.

--------<<<<< >>>>>-------

A.      Pengertian Tradisi Islam Nusantara
Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat. Umumnya tradisi ini memiliki kekhusuan atau keunikan. Keunikan tersebut biasanya menjadi daya tarik tersendiri. Seseorang ingin melihat atau mengamati tradisi suatu daerah, karena di daerah tersebut ada yang unik, sehingga penasaran untuk melihatnya, bahkan mempelajarinya.
Sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan. Hal itu yang membuat proses dakwah Islam pada saat itu tidak terlepas dengan adat yang sudah berlaku. Kepercayaan masyarakat yang sudah mendarah daging tidak mungkin dihilangkan secara langsung. Akan tetapi, memerlukan proses yang cukup lama. Tradisi Islam di Nusantara memerlukan akulturasi antara ajaran Islam dan adat yang ada di Nusantara.
Tradisi Islam di Nusantara merupakan metode dakwah yang dilakukan para ulama masa itu. Para ulama tidak mengapus secara total adat yang sudah berlangsung di masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam adat-adat tersebut. Dengan harapan, masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat diterima. Dengan demikian, tradisi Islam yang ada di Nusantara bukan merupakan ajararan Islam yang harus diamalkan, tetapi sebagai metode dakwah pada saat itu.

1.    Pembentukan Islam Nusantara
Sebagaimana sering disinggung dalam buku sejarah bahwa Islam datang ke Nusantara disiarkan oleh para Saudagar dari Gujarat dan Kurdistan, bahkan dari Champa dan Cina, bukan langsung dari Arab. Kenyataan ini sering disalahartikan, dianggap Islam yang datang ke Nusantara tidak murni bahkan dekaden, karena tercemar oleh berbagai tradisi yang dilalui.
Para alumni Mekah itu kemudian kembali membuat jaringan Islam Nusantara mereka saling mengarang Kitab dan saling mengajarkan di Pesantren masing-masing. Misalnya kitab karangan Syekh Burhanuddin Ar-Raniri dikembangkan oleh Syekh Arsyad Al-Banjari kemudian kitab itu dicetak secara luas oleh Syekh Salim Al-Fathani di Mekah dan diajarkan pada muridnya di Patani, Brunei, Malaysia dan Filipina

2.    Pemangku Islam Nusantara
Tradisi keagamaan dan keilmuan Nusantara itu dikembangkan di pesantren yang ada di Nusantara. Melalui jaringan keulamaan dan kepesantrenan itulah tradisi Islam Nusantara dikembangkan. Langkah ini membuat seluruh masyarakat Nusantara menjadi pendukung tradisi Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang bermahzab empat. Kalangan ini tidak ekslusif dan pasif. Terbukti ketika Portugis, Belanda dan Inggris datang menjajah kawasan ini dengan memaksakan sistem pendidikan Eropa dengan merongrong pendidikan lokal, maka kalangan ulama pesantren dengan tegas mempertahankan sistem pendidikan mereka sendiri. Pesantren bersikap non kooperatif, menolak segala bentuk kerja sama dengan kolonial untuk melegitimasi penjajahannya. Dari pendidikan pesantren itulah jaringan keilmuan Nusantara berkembang semakin intensif, sehingga bisa mengatasi segala tekanan kolonial, bahkan akhirnya bisa menjadi basis perlawanan terhadap penjajahan.

3.    Karakter Dasar Islam Nusantara
Islam Nusantara disebut sebagai sesuatu yang unik karena memiliki karakteristik yang khas yang membedakan islam di daerah lain, karena perbedaan sejarah dan perbedaan latar belakang geografis dan latar belakang budaya yang dipijaknya. Selain itu, Islam yang datang kesini juga memiliki strategi dan kesiapan tersendiri. Pertama, Islam datang dengan mempertimbangkan tradisi, tidak dilawan tetapi mencoba diapresiasi kemudian dijadikan sarana pengembangan Islam. Kedua, Islam datang tidak mengusik agama atau kepercayaan apa pun, sehingga bisa hidup berdampingan dengan mereka. Ketiga, Islam datang memilih tradisi yang sudah usang, sehingga Islam diterima sebagai tradisi dan diterima sebagai agama. Keempat, Islam menjadi agama yang mentradisi, sehingga prang tidak bisa meninggalkan islam dalam kehidupan mereka.

4.    Makna Keberadaan Islam Nusantara
Hadirnya Islam Nusantara ini memiliki pengaruh besar dan mendalam terhadap kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Ditandai antara lain pertama dengan kuatnys hubungan agama dengan tradisi dan bumi yang dipijak (tanah air) maka sejak awal islam ini gigih menolak kehadiran imperialisme atau penjajahan bangsa asing. Bahkan pesantren dijadikan basis perlawanan terhadap penjajahan Barat. Kedua, sejak awal Islam Nusantara turut aktif dalam membela kemerdakaan, mendirikan negara termasuk ikut menyusun konstitusi yang bersifat nasional dan tetap berpijak pada agama dan tradisi sehingga lahirlah Pancasila sebagai konsesus bersama menjelang bangsa ini merdeka. Ketiga, dengan kecintaannya pada tradisi dan tanah air, Islam terbukti dalam sejarah tidak pernah memberontak terhadap pemerintahan yang sah, karena pemberontakan ini dianggap pengkhianatan terhadap negara yang telah dibangun bersama.

B.       Seni Budaya Lokal Sebagai Bagian dari Tradisi Islam
Banyak kesenian atau budaya lokal yang berkembang di Nusantara bernafaskan Islam. Semua itu dalam rangkaian dakwah Islam yang dilakukan pada masa itu.

1.    Wayang
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.Walisongo muncul saat runtuhnya dominasi kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Yang menarik dari kiprah para Walisongo ini adalah aktivitas mereka menyebarkan agama di  bumi pertiwi tidaklah dengan armada militer dan pedang,tidak juga dengan menginjak-injak dan menindas keyakinan lama yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang saat itu mulai memudar pengaruhnya,Hindu dan Budha.Namun mereka melakukan perubahan sosial secara halus dan bijaksana.Mereka tidak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan lama masyarakat namun justru menjadikannya sebagai sarana dalam dakwah mereka.Salah satu sarana yang mereka gunakan sebagai media dakwah mereka adalah wayang.
Pementasan wayang konon katanya telah ada di bumi Nusantara semenjak 1500 tahun yang lalu. Masyarakat Indonesia dahulu memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.Pada mulanya sebelum Walisongo menggunakan media wayang,bentuk wayang menyerupai relief atau arca yang ada di Candi Borobudur dan Prambanan.Pementasan wayang merupakan acara yang amat digemari masyarakat.Masyarakat menonton pementasan wayang berbondong-bondong setiap kali dipentaskan.
Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media mereka,sempat terjadi perdebatan diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan aqidah,doktrin keesaan tuhan dalam Islam.Selanjutnya para Wali melakukan berbagai penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran Islam.Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru.Wajahnya miring,leher dibuat memanjang,lengan memanjang sampai kaki dan bahannya terbuat dari kulit kerbau.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.
Dalam sejarahnya,para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan di Indonesia. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Bahkan para wali di Tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu “Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) dan mana yang harus dicari (Wayang Golek)”.
Kesenian wayang di Nusantara merupakan hasil karya seorang ulama yang terkenal, yaitu Sunan Kalijaga. Wayang dimanfaatkan Sunan Kalijaga sebagai sarana dakwah menyebarkan agama islam di Nusantara. Masyarakat Jawa Tengah, khususnya, menganggap kesenian wayang tidak sembarang kesenian. Wayang mengandung nilai filosofis, religius, dan pendidikan.
Dengan kesenian wayang, Sunan Kalijaga berhasil menarik perhatian masyarakat luas. Hal itu membuat mereka tertarik untuk memeluk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri. Sunan Kalijaga terkenal sebagai ulama yang kreatif dan pandai menarik simpati masyarakat. Beliau banyak menciptakan cerita pewayangan yang bernafaskan Islam. Misalnya, cerita yang yang berjudul Jamus Kalimasada, Wahyu Tohjali, Wahyu Purboningrat, dan Babat Alas Wonomarto.
Di samping menciptakan cerita-cerita pewayangan, Sunan Kalijaga juga berhasil menciptakan peralatan perlengkapan dalam wayang. Kelengkapan yang menyertai pementasan wayang adalah seperangkat gamelan, dan gending-gending jawa.
Pada masa itu, setiap akan diadakan pentas atau pagelaran wayang, terlebih dahulu Sunan Kalijaga memberikan wejangan atau nasehat keislaman. Kemudian, mereka diajak mengucapkan kalimat syahadat. Dengan demikian, berarti mereka sudah menyatakan diri masuk islam. Lama-kelamaan mereka pun mau menjalankan ibadah shalat.  Dengan cara demikian itu, Sunan Kalijaga dapat memikat hati masyarakat sehingga Islam cepat tersebar di masyarakat Jawa, khusus Jawa Tengah.

a.    Jenis-Jenis Wayang
Wayang terdiri dari banyak jenis. Tidak hanya wayang kulit atau golek saja yang dikenal populer dalam masyarakat. Jenis-jenis tersebut adalah :
1.        Wayang kulit,
2.        Wayang golek,
3.        Wayang Thengul Bojonegoro,
4.        Wayang Krucil,
5.        Wayang Purwa,
6.        Wayang Beber,
7.        Wayang Orang,
8.        Wayang gedog,
9.        Wayang Sasak,
10.    Wayang calonarang,
11.     Wayang wahyu,
12.     Wayang menak,
13.     Wayang klitik,
14.     Wayang suluh,
15.     Wayang papak,
16.     Wayang madya,
17.     Wayang Parwa,
18.     Wayang sadat, dan
19.     Wayang kancil.


b.   Fungsi Wayang
1.    Fungsi Religius.
Pada awalnya wayang diciptakan oleh manusia adalah sebagai alat pemenuhan kebutuhan religiusnya. Manusia zaman dahulu, mementaskan wayang (yang bentuknya tidak seperti kita kenal sekarang) untuk memuja dan mempertemukan mereka dengan roh-roh nenek moyang. Kepercayaan yang seperti demikian disebut Animisme. Lalu untuk zaman sekarang, wayang masih dikaitkan dengan nilai-nilai religius. Masih sering kali sebelum pementasan wayang ada sesajen tertentu yang harus dibuat. Contoh yang lebih nyata lagi dengan adanya upacara ruwatan dengan tujuan membuang sial yang mengharuskan adanya pertunjukan wayang.

2.    Fungsi Pendidikan.
Wayang digunakan juga oleh masyarakat sebagai media pendidikan. Dengan wayang transformasi nilai-nilai luhur budaya dapat berlangsung secara efektif. Banyak nilai-nilai kebaikan yang bisa diambil dari cerita atau lakon yang ada dalam wayang. Transformasi ini bersumber dari dalang yang biasanya adalah orang penting di masyarakat, kepada masyarakat baik itu kalangan atas atau bawah. Pada masa Sunan Kalijaga pun wayang dijadikan media pendidikan dan wakwah. Melaluinya, ajaran-ajaran Islam disisipkan agar lebih mudah dimengerti oleh masyarakat Jawa waktu itu.

3.    Fungsi Penerangan dan Kritik Sosial.
Dalam pertunjukan wayang, masyarakat bisa diinformasikan tentang peristiwa apa yang penting untuk diketahui oleh para dalang. Misalnya dengan mementaskan lakon-lakon tertentu yang sesuai dengan keadaan masyarakat pada waktu itu. Lalu juga bisa dijadikan sarana kritik sosial. Masyarakat bisa mengkiritik kebijakan pemimpin mereka tanpa resiko kemarahan pemimpin melalui wayang. Dengan lakon-lakon tertentu pula atau fragmen wayang goro-goro´ dalang bisa bebas mengkritik kebijakan pemimpin.

4.    Fungsi Hiburan.
Wayang di sini murni merupakan hiburan bagi masyarakat. Tidak ditujukan untuk maksud-maksud religi tertentu. Tapi hanya untuk menghibur masyarakat yang gemar akan seni pertunjukan ini. Seperti pada acara khitanan, resepsi pernikahan, acara besar desa, yang dipentaskan untuk menghibur khalayak ramai.

2.    Kasidah
Kasidah berasal dari bahasa Arab qasidah. Artinya, puisi yang lebih darai empat bait. Kasidah merupakan jenis seni suara yang bernafaskan islam. Lagu-lagu yang dinyanyikan berisikan unsure-unsur dakwah islamiah dan nasehat-nasehat yang sesuai ajaran Islam. Lagu-lagu kasidah biasanya dibawakan dengan irama gembira dan diiringi rebana.
Rebana pada awalnya adalah instrumen yang mengiringi lagu-lagu keagamaan, seperti pujian-pujian terhadap Allah swt., selawat kepada Nabi Muhammad saw., atau syair-syair Arab. Karena fungsi yang dimainkan itulah, alat ini disebut rebana. Rebana berasal dari kata rabbana yang berarti wahai Tuhan kami (semua bentuk pujian kepada Allah swt.).
Kasidah biasanya dibawakan oleh sebuah grup yang terdiri atas sepuluh hingga dua puluh orang. Mereka membawakan lagu-lagu tersebut dengan berdiri  dan berpakaian kerudung atau kebaya panjang, Dalam pelaksanaannya, biasanya ditunjuk seseorang sebagai vokalis. Anggota yang lain berperan juga sebagai penyanyi dalam syair-syair yang dinyanyikan dengan kor.
Kesenian kasidah mulai tumbuh seiring berkembangnya kesenian tradisional Islam yang ada ditengah masyarakat Indonesia, seperti zikir dan selawat. Lagu-lagu yang berasal dari zikir dan selawat itu biasanya disajikan dalam acara-acara perayaan, seperti Maulid Nabi, Isra, Mikraj, atau pernikahan. Masuknya lagu-lagu Arab modern ke Indonesia membuat para seniman Islam Indonesia memadukan antara kesenian tradisional dan lagu-lagu tersebut. Dari sinilah muncul kesenian kasidah. Kasidah mulai populer sekitar tahun 1970-an, kasidah sudah berkembang secara luas. Bahkan, sudah mulai tampil dalam acara televisi.
Perkembangan kesenian kasidah didasari adanya kesepakatan ulama-ulama hukum Islam bahwa seni adalah mubah (boleh). Mereka berpendapat bahwa pemanfaatan seni suara yang dimaksudkan untuk tujuan kebaikan dan disajikan secara baik, hukumnya boleh. Dengan catatan, hal tersebut tidak melanggar aturan-aturan agama serta tidak mendorong orang melalaikan perintah-perintah agama. Bahkan merupakan anjuran jika kesenian itu bertujuan untuk dakwah. Sejak itulah bermunculan grup-grup kasidah di Indonesia, seperti Nasidah Ria, Nida Ria, dan el-Hawa.

3.    Hadrah
Hadrah adalah suatu kesenian dalam bentuk seni tari  dan nyanyian yang bernafaskan Islam. Lagu-lagu yang digunakan adalah lagu-lagu yang berisi ajaran Islam, sedangkan musiknya menggunakan rebana dan genjring. Hadrah biasanya dipentaskan dalam acara syukuran atas kelahiran anak, khitanan, pernikahan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan keislaman. Selain kesenian, syair-syair yang dilantunkan dalam hadrah juga berisi nasehat-nasehat atau piwulang-piwulang luhur.
Dalam beberapa acara, seperti khitanan dan pernikahan, hadrah biasanya diselenggarakan dalam bentuk arak-arakan. Hadrah merupakan hiburan untuk menyemarakkan upacara yang sedang berlangsung.

4.    Sekaten
Di Yogyakarta ada sebuah budaya yang hingga saat ini masih terus dilestarikan yaitu Sekaten yang diselenggarakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad saw. yang lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad saw. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama. Selain di Keraton Yogyakarta juga diselenggarakan di Keraton Surakarta.
Kata sekaten itu sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yaitu syahadatain (dua kalimah syahadat). Syahadatain merupakan wujud pengakuan keislaman seseorang. Pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras swara yang merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.

Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Yogyakarta, dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Keraton berseragam lengkap. Sekaten di Demak mulai diperkenalkan oleh Raden Patah pada abad XVI. Pada saat itu ribuan orang Jawa beralih agama Islam dengan mengucapkan syahadatain. Oleh karena itu, penggunaan istilah sekaten menjadi populer.
Di Yogyakarta dan Surakarta, sekaten menjadi lambang kekuatan dan kebenaran pendiri Kerajaan Mataram Islam. Tepat pada hari Maulid Nabi Muhammad saw. (12 Rabiulawal), semua pusaka kerajaan dibersihkan secara khusus. Setelah itu, diarak mengelilingi jalan-jalan kota untuk dipertunjukkan kepada masyarakat luas. Perayaan sekaten itu diadakan setiap satu tahun sekali, yang dikenal dengan sebutan Muludan. Maksudnya adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Pada saat itu diadakan ceramah-ceramah keislaman di serambi masjid keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta atau Mataram.
Masyarakat yang akan melihat perayaan sekaten tidak dipungut biaya sedikit pun. Mereka hanya diminta supaya mengucapkan dua kalimah syahadat sebelum masuk ke arena sekaten (alun-alun kerajaan). Bagi yang belum bisa, ada petugas yang membimbing membaca dua kalimah syahadat. Dengan perayaan sekaten itu, agama Islam cepat tersiar dan dianut oleh masyarakat Jawa Tengah, terutama di Surakarta, Yogyakarta, dan sekitarnya.
Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah “grebeg maulid”, yaitu keluarnya sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama Kraton. Masyarakat percaya bahwa siapapun yang mendapatkan gunungan tersebut, biarpun sedikit akan dikaruniai kebahagiaan dan kemakmuran. Kemudian tumpeng tersebut diperebutkan oleh ribuan warga masyarakat. Mereka meyakini bahwa dengan mendapat bagian dari tumpeng akan mendatangkan berkah bagi mereka.
Pada umumnya , masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugerahi awet muda. Sebagai ” Srono ” (syarat) nya, mereka harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten.
Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih bersama lauk-pauknya di halaman Kemandungan, di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung Yogyakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panennya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka memberi cambuk (pecut) yang dibawanya pulang.
Sedangkan keramaian penunjang berisi kesenian rakyat tradisional yang menyertai upacara tradisional seperti penjaja makanan tradisional, mainan tradisional serta kesenian rakyat tradisional. Kemudian untuk keramaian pendukung berupa pameran pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah maupun instansi sektoral dan vertikal, promosi pemasaran barang produksi dalam negeri dan meningkatkan barang ekspor nonmigas serta keramaian lainnya seperti permainan anak-anak, rumah makan dan cinderamata.
Selama lebih kurang satu bulan sebelum upacara Sekaten dimulai, Pemerintah Daerah Kotamadya, memeriahkan perayaan ini dengan pasar malam, yang diselenggarakan di Alun-alun Utara Jogjakarta. Melalui Sekaten sebagai peristiwa budaya yang juga sebagai peristiwa religius dan merupakan ikon sekaligus identitas Jogjakarta. Dan hal itu sudah sepantasnya kita pertahankan dan kita kembangkan nilai-nilai hakikinya sebagai warisan keaneka ragaman budaya bangsa.

C.      Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
Adat merupakan aturan atau perbuatan yang lazim dilakukan sejak dahulu kala, antara lain:

1.    Ada Melayu
Kehidupan orang Melayu (Riau) selalu diwarnai dengan upacara adat sebagai warisan tradisi nenek moyang mereka. Masuknya agama Islam, sedikit banyak mempengaruhi dalam pelaksanaan upacara tersebut. Misalnya, kelahiran anak hingga masuk usia dewasa.
Anak yang baru lahir, jika bayi itu laki-laki segera diazankan, sedangkan bayi perempuan diiqamahkan. Khususnya bayi perempuan, lidahnya ditetesi madu dengan menggunakan kain. Hal itu dimaksudkan agar anak tersebut memiliki kata-kata seperti madu.
Beberapa hari setelah kelahiran, dilakukan acara akikah sesuai ajaran islam. Bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan diakikahi dengan satu ekor kambing. Selain diakikahi, juga dilakukan pemotongan rambut sekaligus pemberian nama kepada bayi tersebut.
Ketika bayi itu berusia tiga bulan, diadakan upacara yang disebut mengayun budak. Bagi bayi perempuan, diadakan pelubangan di telinganya atau disebut batindik untuk dipasang perhiasan. Pada usia enam bulan, diadakan upacara turun tanah yaitu ketika bayi itu menjejakkan kakinya pertama kali di tanah.
Pada usia anak tujuh tahun, orang tuanya akan mengantarkannya kepada guru ngaji untuk belajar Al-Qur’an, bersilat, dan menari Zapin. Pada saat itu tiba waktunya seorang anak dikhitan (bersunat), baik laki-laki maupun perempuan. Dalam acara bersunat, pesta perayaannya dimeriahkan dengan kesenian gazal dan langgam. Khusus anak laki-laki, khitan dilakukan setelah ia tamat (khatam) Al-Qur’an yang ditandai dengan upacara berkhatam ngaji. Kebanggaan bagi orang tua jika anak yang dikhitan sudah khatam dalam membaca Al-Qur’an. Sebaliknya, aib bagi rang tua jika anak yang dikhitan tidak dapat khatam membaca Al-Qur’an.
Khitan merupakan tanda bahwa seorang anak laki-laki dianggap telah memasuki usia dewasa. Mereka mulai memisahkan diri dengan orang tua dengan cara tidur di surau atau masjid. Anak laki-laki yang sudah dewasa disebut bujang, sedang anak perempuan disebut dara atau gadis.
Disamping itu juga dalam adat Melayu terdapat tarian yang bernafaskan Islam, yaitu tari Saman atau tari tangan seribu (athousand hand dance) adalah tarian tradisional melayu yang berasal dari daerah Aceh Tenggara, tepatnya di dataran tinggi Gayo. Nama “saman” diambil dari orang yang menciptakan dan mengembangkan tarian ini, Syeikh Saman, yaitu salaah seorang ulama yang menyebarkan agama Islam di Aceh. Bahasa syair atau lagu yang digunakan adalah bahasa Arab dan Aceh yang memuat pesan-pesan dakwah, sindiran, pantun nasehat dan pantun percintaan. Tarian ini dikenal dengan bebrapa jenis nama, antara lain Saman Gayo, di Aceh Tenggara dan Tengah, Saman Lokop di Aceh Timur dan Saman Aceh Barat di Aceh Barat. Namun, belum ditemukan penjelasan yang lebih rinci mengenai persamaan dan perbedaan tarian saman dan masing-masing daerah tersebut.
Pada zaman dahulu, tarian ini dipertunjukkan dalam upacara adat tertentu, diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Selain itu, khususnya dalam konteks kekinian, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat kenegaraan, seperti kunjungan tamu-tamu Negara, atau pada saat pembukaan sebuah festival dan acara lainnya.
Tarian sama diduga berasal dari tarian Melayu kuno. Munculnya dugaan tersebut karena tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian melayu kuno. Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga ketika menyebarkan agama Islam, Syeikh Saman mempelajari tarian Melayu Kuno, kemudian mengahdirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk penyampaian pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.
Pada umumnya, tarian Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini dimainkan pula oleh kaum perempuan atau campuran antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, pendapat lain mengatakan bahwa tarian ini ditarikan kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Untuk mengatur berbagai gerakannya ditunjukkan seorang pemimpin yang disebut Syeikh. Selain mengatur gerakan para penari, syeikh juga bertugas untuk menyanyikan syair-syair lagu saman ini.
Para penari saman memakai kostum seragam khas aceh, dengan bulang teleng di kepala, penutup leher serta gelang dikedua pergelangan tangan. Dalam pelaksanaannya, para penari duduk berbaris memanjnag kesamping dengan lutut ditekuk. Syeikh duduk di tengah-tengah para penari lainnya. Syeikh menyanyikan syair atau lagu diikuti dengan berbagai gerakan oleh penari yang lain. Gerakan dan lagu yang dinyanyikan memiliki hubungan yang dinamis, singkron dan memperlihatkan kekompakan. Tarian ini diawali dengan suatu gerakan lambat, dengan tepuk tangan, tepuk dada dan paha, serta mengangkat tangan ke atas secara bergantian. Semakin lama, gerakan tarian ini semakin cepat hingga tarian ini berakhir.

2.    Adat Minang
Menurut adat Minang, anak laki-laki yang sudah menginjak usia akil balig harus segera dikhitan dan belajar mengaji. Masyarakat Minang mempunyai adat kebiasaan dalam rangka mengantarkan anak laki-lakinya menuju masa kedewasaan. Misalnya, upacara khitanan. Upacara tersebut sebagai tanda bahwa anak laki-laki tersebut sudah dianggap dewasa, sekaligus untuk mengislamkan dirinya. Adapun untuk anak perempuan yang masuk usia dewasa diadakan upacara merias rambut (menata konde). Upacara itu diadakan ketika anak perempuan tersebut mendapat haid pertama.
Dilihat dari segi sejarah, seni bernafaskan islam pada awalnya berkembang di surau-surau, yaitu berfungsi sebagai media dakwah dalam perkembangan agama dan ajaran islam oleh ulama-ulama kepada murid-murid di surau. Kesenian gaya surau yang cukup populer misalnya salawat, dulang, dikie rabano, albarzanji, indang dan sebagainya. Kesenian berawal dari lingkungan murid-murid surau dalam mempelajari agama Islam. Lewat kesenian itulah dipantulkan pula ajaran islam, seperti puji-pujian kepada Allah swt, sanjungan kepada Nabi dan riwayatnya, sanjungan pada Al-Qur’an dan sebagainya.
Peranan kesenian Islam dengan nilai-nilai estetika yang tinggi telah mampu menembus celah pengembangan Islam di Minangkabau. Kesenian surau pengaruh budaya Islam beradaptasi dengan seni yang sudah berkembang terlebih dahulu di Minangkabau. Peristiwa akulturasi menjadi ciri khas seni Islam Minangkabau. Artinya, spirit estitika seni pertunjukan yang berkembang pada masyarakat etnis Minangkabau merupakan perpaduan dari berbagai estetika seni budaya yang datang dengan estetika yang sudah berkembang sebelumnya. Kemudian menjadi karakteristik dan membentuk jati diri seni bernafaskan islam etnis Minangkabau. Contoh jelas kebudayaan lain yang berpengaruh estetika seni nuansa islam etnis minangkabau antara lain Persia, Gujarat, aceh, India, barat dan budaya populer.
Seni pertunjukan yang mendapat pengaruh besar dari kebudayaan islam itu memiliki ciri-ciri yang cukup berbeda dengan kesenian yang hidup dan berkembang sebelum berkembangnya islam di daerah ini. Syair-syair yang dinyanyikan selalu menonjolkan warna islam dengan jelas. Bila tidak mencerminkan riwayat nabi Muhammad, mungkin menceritakan seluk beluk agama. Contoh jelas kesenian ini amat terlihat pada salawat dulang, indang, dikiarebana, dan barzanji. Jenis kesenian islam yang memerlukan tari, maka kecendrungan geraknya dalam posisi duduk bersaf, sambil memukul-mukul rebana (kesenian indang, dikiye rebana).
Kesenian nuansa islam yang semula sangat kental dengan misi ajaran keagamaan, namun lama kelamaan mengalami perkembangan dengan memasukkan fenomena budaya zamannya, baik masalah-masalah yang disampaikan, maupun lagu-lagu. Dalam perkembangannya, masih ada kesenian bernuansa islam yang menjaga keseimbangan antara misi dakwah islamiah dan hiburan seperti dikiya rabano dan salawat dulang. Namun adapula yang sudah berubah menjadi seni pertunjukan hiburan, tidaklagi mengutamakan atau menseimbangkan antara penyampaian masalah keagamaan dengan hiburan. Jenis kesenian ini lebih terlihat pada kesenian indang.
Harapan kita semua, walaupun berbagai perubahan atau pengembangan kesenian bernafaskan islam di Minangkabau tidak dapat dihindarkan pada era globalisasi ini, namun masalah etika dan estetika adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah seharusnya tetap menjadi indicator perubahan itu.

3.    Adat Bugis
Negara kita terdiri atas berbagai suku bangsa. Setiap suku mempunyai tradisi atau adat istiadat masing-masing. Di Bugis, ada jenis tarian adat yang disebut tari pergaulan. Tarian itu dapat dimainkan, baik oleh penari tunggal maupun kelompok. Tarian yang dimainkan secara berkelompok, biasanya dimainkan oleh sekelompok perempuan atau sekelompok laki-laki. Jadi, tidak ada kelompok laki-laki dan perempuan menjadi satu. Tarian yang dimainkan oleh sekelompok laki-laki disebut Pakarena Burakne. Adapun tarian yang dimainkan oleh sekelompok perempuan disebut tari Pakarena Baine. Kedua jenis tarian itu menggambarkan kehalusan putra/putrid Bugis. Tari pergaulan sering kali disajikan dalam berbagai upacara, seperti pernikahan, khitanan atau hajatan lainnya. Tarian itu bertujuan untuk memeriahkan jalannya upacara.
Suku bugis atau to ugi’ adalah salah satu suku diantara sekian  banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di sulawesi bagian selatan. Namun dalam perkembangannya, saat ini komunitas bugis telah menyebar luas ke seluruh nusantara.
Penyebaran suku bugis di seluruh tanah air disebabkan mata pencaharian orang-orang bugis umumnya adalah nelayan dan pedagang. Sebagian dari mereka yang lebih suka merantau adalah berdagang dan berusaha (massompe’) dinegeri orang lain. Hal lain juga disebabkan karena factor history orang-orang bugis itu sendiri di masa lalu.
Konsep ade’ (adat) merupakan tema sentral dalam teks-teks hokum dan sejarah orang bugis. Namun, istilah ade’ itu adalah pengganti istilah-istilah lama  yang terdapat didalam teks-teks pra islam, kontrak-kontrak social serta perjanjian yang berasal dari zaman itu. Masyarakat tradisional bugis mengacu kepada konsep pang’ade’reng atau adat istiadat, berupa serangkaian norma yang terkait satu sama lain.
Namun, setelah diterimanya islam dalam masyarakat bugis, banyak terjadi perubahan-perubahan terutama dalam tingkat ade’ (adat) dan spiritualitas. Upacara-upacara penyajian, kepercayaan akan roh-roh, pohon yang dikeramatkan hamper sebagian besar tidak lagi melaksanakannya karena bertentangan dengan pengalaman kaum islam. Pengaruh islam ini sangat kuat dalam masyarakat bugis, bahkan turun menurun orang-orang bugis hingga saat ini semua menganut agama islam.
Pengalaman ajaran islam oleh mayoritas masyarakat bugis menganut pada faham madzhab Syafi’i serta adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syari’at islam itu sendiri. Budaya dan adat istiadat yang banyak dipengaruhi oleh budaya islam tampak pada acara-acara pernikahan, ritual bayi yang baru lahir (aqiqah), pembacaan surat yasin dan tahlil terhadap orang-orang yang meninggal serta menunaikan kewajibah haji bagi mereka yang berkemampuan untuk melaksanakannya.
Factor-faktor yang menyebabkan masuknya islam pada masyaarakat bugis kala itu juga melalui jalur perdagangan dan pertarungan kekuasaan kerajaan-kerajaan besar kala itu. Setelah kalangan bangsawan bugis banyak yang memeluk agama islam, maka seiring dengan waktu akhirnya agama islam bias di terima seluruh masyarakat bugis. Penerapan syari’at islam in juga dilakukan oleh raja-raja bone, diantaranya napatau’ matanna’tikta’ sultaan alimuddin idris matindroe’ rinaga uleng, lama’ daremmeng, dan andi makpanyukki.
Konsep-konsep ajaran islam ini banyak ditemukan persamaannya dalam tulisan-tulisan lontara. Konsep norma dan aturan yang mengatur hubungan sesama manusia, kasih sayang, dan saling menghargai, serta saling mengingatkan juga terdapat dalam lontaran. Hal ini juga memiliki kesamaan dengan prinsip hubungan sesama manusia pada ajaran agama islam.
Budaya-budaya bugis sesungguhnya  yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan akhlak sesame, seperti mengucapkan tabe’ (permisi) sambil berbungkuk setengah badan bila lewat didepan sekumpulan orang-orang tua. Yang sedang bercerita,  mengucapkan iye (dalam bahasa jawa enggeh), jika menjawab pertanyaan sebelum mengutarakan alasan, ramah, dan menghargai orang yang lebih tua. Serta menyayangi yang muda. Inilah diantaranya ajaran-ajaran suku bugis yang sesungguhnya yang termuat dalam lontara yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat bugis.

4.    Adat Madura
Madura mempunyai beberapa kesenian adat, seperti sandur. Sandur mempunyai beberapa arti. Di Madura Timur, sandur berarti nyanyian ritual, meniru suara gamelan dengan mulut, dan tat cara bersenandung menghibur diri. Di Madura Barat, khususnya di Bangkalan, sandur mempunyai arti pertunjukan teater komedi yang dahulu disebut slabadan. Namun, belakangan ini lebih populer dengan sebutan sandur Madura.
Sandur dikenal sebagai teater rakyat yang seluruhnya dimainkan oleh kaum laki-laki. Tema cerita yang diangkat berkisar tentang konflik rumah tangga. Sandur dipresentasikan dengan penuh kesahajaan, blak-blakan, lugas, dan komedi. Sandur mempunyai kemiripan dengan kesenian di Jawa, seperti ketoprak, ludruk, dan teater daerah.
Di lingkungan madura, budaya pesantren adalah ranah tempat jenis-jenis kesenian yang bersumber atau berakar pada tradisi Islam pernah hidup dan berkembang. Jenis-jenis kesenian itu antara lain syi’ir (santra), diba’ hadrah, gambus, samroh (musik), samman, ruddad, zaf (tari), dan drama al-badar (teater). Akar kesenian tersebut tertanam jauh dijantung kebudayaan Islam, jika bukan isi setidaknya bentuk yang ditransmisi, ke lingkungan budaya madura melalui berbagai jalan, yaitu pendidikan, budaya, dan tasawuf (tarekat). Syi’ir bentuk puisi tradisional Arab yang biasanya bermitrum aaaa atau aabb, misalnya, diajarkan di pesantren-pesantren melalui contoh-contoh puisi karya para ulama’ terkenal. Karena itu, bagi masyarakat lingkungan budaya pesantren, bentuk syi’ir Madura terasa lebih akrab di banding pantun atau puisi bebas. Jenis-jenis kesenian lainnya (musik, tari, teater), jika tidak secara langsung menimba inspirasi dan khazanah islam, pastilah bertalian atau mendapat pengaruh dari tradisi islam itu sendiri.
Karena semua jenis kesenian tersebut merefleksikan wawasan atau pengaruh Islam, maka ia tumbuh dalam lingkungan budaya pesantren di mana lingkaran sosial ulama lokal menyentuh lapisan sosial yang relative jauh dari sentrum instrusi ulama itu sendiri. Semakin jauh lingkaran sosial budaya pesantren dari sentrum instrusi ulam di mana kesenian mendapatkan tempatnya, maka kesenian tersebut mendapatkan asimilasinya dengan kebudayaan pesantren dan non pesantren di Madura. Di samping mementaskan scenario atau kisah yang tidak ditemukan akar dilingkungan budaya pesantren, merekan mementaskan kisah-kisah nabi yang jelas mengakar dilingkungan pesantren. Yang sangat terkenal diantaranya adalah cerita Nabi Yusuf a.s, sebuah kisah tragis seorang nabi, lengkap dengan kisah abadi tentang cinta antara Siti Zulaikha, dan secara keseluruhan memperlihatkan kemenangan iman atas kezaliman.
Sebagaimana telah dikatakan, sistem simbol lingkungan budaya non pesantren adalah kesenian Madura. Yakni kesenian yang hidup di Madura sejak pra-Islam, diperkaya pengaruh kesenian jawa, dan relatif steril dari pengaruh Islam. Jenis-jenis kesenian yang hidup dalam lingkungan budaya non pesantren ini antara lain pantun, mamaca, kol-kol (santra), ludruk, tandha’, ketoprak topeng (teater), saronen, gamelan, okol (musik/nyanyian), tayub, sandur (tari). Tentu saja, polarisasi kesenian ini tidak selalu definitive. Dalam beberapa hal, terjadi tumpang tindih antara kesenian dalam lingkungan budaya pesantren dan non pesantren. Terjadinya tumpang tindih itu untuk sebagian menunjukkan terjadinya proses asimilasi kultural antara kedua lingkungan budaya yang masih terus berlangsung.
Disamping kesenian, di Madura juga memiliki kebudayaan atau adat yang berasaskan Islam yaitu, perkawinan keluarga. Perkawinan ini merupakan adat Madura, dengan cara melakukan perkawinan dengan sesama keluarga besar. Sistem keluarga besar telah menyebabkan tradisi yang turun temurun, sehingga dominasi perkawinan dalam keluarga didominasi oleh orang tua. Anak tidak memiliki power untuk menentukan dengan siapa mereka akan menjalani perkawinan. Unsur-unsur perkawinan meliputi benda, perilaku, norma dan makna. Benda-benda dalam perkawinan yaitu : buah kelapa, pisang, bahan makanan (beras, gula, minyak tanah), seperangkat alat sholat (mukena, al-Quran, sajadah), seperangkat pakaian dan alat kecantikan.
Perilaku perkawinan dengan cara pihak laki-laki menghantarkan barang kepada pihak perempuan, upacara penyerahan, permintaan dan penerimaan, penentuan perkawinan, upacara akad nikah, resepsi perkawinan, dan sungkeman, serta anjang sana kepada keluarga besar.
Pernikahan keluarga mengandung norma-norma sebagai berikut,
1)   Tidak boleh menerima tawaran orang lain kalau sudah diikat/dilamar,
2)   Segala pemberian harus dipakai sendiri oleh calon penganten perempuan
3)   Menambah erat ikatan keluarga besar,
4)   Membangun kekuatan/kekuasaan di masyarakat melalui ikatan keluarga,
5)   Menyambung ikatan keluarga.
Makna yang terkandung didalamnya, yaitu nilai tanggung jawab, mempersatukan dua keluarga besar, silaturrahmi, menjalankan sunnah rasul, memperbanyak keturunan, dan memperluas kekuasaan dan pengaruh di masyarakatnya.
Simbol-simbol yang digunakan, memakai cincin lamaran sebagai tanda bahwa terikat dengan seseorang dan tidak boleh menerima tawaran orang lain. Simbol menghias penganten, kamar penganten ditempatkan dikamar tengah, dengan indah menunjukkan bahwa ada sakralitas sebagai raja dan ratu dalam resepsi tersebut. Upacara akad nikah di masjid sebagai tempat ritual agama yang tinggi kedudukannya karena mengadakan perjanjian suci kepada Allah dan disaksikan oleh keluarga dan masyarakat. Setelah itu acara sungkeman kepada orang tua sebagai cara penghormatan yang tulus dan hormat, kemudia orang tua membawa keliling penganten ke hadapan para tamu melambangkan mempercepat adaptasi, dan bermasyarakat.
Ada nilai dehumanisasi yang bersistem kekerasan, apabila anak atau penganten yang dijodohkan oleh orang tua tersebut belum tentu mendapat persetujuan oleh anak. Apabila terjadi keretakan hubungan dalam perjalanan hidupnya, maka akan terjadi segregasi sosial antara keluarga, misalnya putusnya hubungan keluarga, dan berakhir dengan permusuhan. Dalam intensitas yang tinggi, maka terjadi kekerasan seperti budaya “carok” akibat harga dirinya dihina. Persoalan keretakan keluarga akibat ketidak harmonisan hubungan mengancam hubungan keluarga besar.
Mengambil ilustrasi dari perkawinan keluarga adat Madura dari, unsur-unsur lokal kultur berupa mata pencaharian dengan kepercayaan bahwa pernikahan itu akan meningkatkan ekonomi keluarga. Ekonomi orang yang berkeluarga akan semakin kokoh karena ada nilai tanggung jawab. Pesta merupakan simbol untuk mengerti kekuatan keluarga, dan ritual untuk membaca doa syukur dan dimensi sosial, bahwa pasangan tersebut sudah ada yang punya. Alat perlengkapan dalam keseluruhan penikahan merupakan sesuatu yang harus dipenuhi, dan diyakini akan mengekalkan hubungan pernikahan mereka. Seperti seperangkat alat sholat harus lengkap untuk mengingatkan agar, taat beragama dan menjalankan ibadah solat. Didalam pernikahan keluarga terdiri dari serangklaian orang yang terorganisasi melalui ikatan perkawinan. Dengan adanya pernikahan tersebut maka akan menambah jumlah anggota keluarga baru yang terjalin dalam kekerabatan. Pernikahan keluarga juga mengembangkan sistem bahasa Madura dan bahasa daerah yang lain. Sistem pengetahuan yang ada didalam pernikahan keluarga adalah saling kenal mengenal dan memahami karakter masing-masing pasangan, dari perkawinan tersebut mempertemukan adat dan suku yang berbeda sehingga memperoleh kehidupan yang baru.

5.    Adat Sunda
Masyarakat Jawa Barat sebagian besar menganut agama Islam. Meskipun demikian, banyak adat yang masih berlaku. Sunda memiliki berbagai macam adat yang bernafaskan Islam., di antaranya setelah kelahiran hingga menjelang dewasa.
Kelahiran bayi merupakan suatu peristiwa yang didambakan oleh kedua orang tuanya. Di Sunda, apabila bayi yang lahir laki-laki, ia akan segera diazankan di telinga kanan dan diiqamahkan di telinga kiri. Apabila bayi itu perempuan, ia cukup diiqamahkan. Dengan harapan, bayi yang baru lahir sudah mendengar kebesaran Allah swt. Sehingga kelak menjadi anak yang saleh, bijaksana, pandai, dan taat menjalankan perintah agama. Kelahiran bayi ditandai dengan penyembelihan akikah sebagai rasa syukur kepada Allah swt.
Kedewasaan seorang anak laki-laki, ditandai dengan upacara yang disebut khitanan atau sunatan. Khitan biasanya dilakukan ketika anak berusia 7-8 tahun. Anak yang akan dikhitan disuruh berendam terlebih dahulu.  Hal itu dimaksudkan agar pada saatnya dikhitan tidak banyak darah yang keluar. Kemudian, anak yang akan dikhitan mengenakan sarung.
Khitan dilaksanakan di halamaan rumah. Anak yang akan dikhitan, kedua kakinya diangkat oleh seorang laki-laki dewasa. Hal itu untuk mempermudah tukang sunat (paraji sunat) melakukan tugasnya. Setelah khitan selesai dilaksanakan, diadakan perayaan untuk menghibur anak yang dikhitan.
Keakrapan Sunda dengan Islam tercermin pula pada aspek lainnya. Dalam sastra di luar cerita rakyat terdapat fiksi seperti wawancara Purnama Alam yang aslinya dibuat oleh orang Sunda,  di samping Wawacan Rengganis yang merupakan terjemahan dari sastra jawa, atau Wawacan Nabi Muhammad yang merupakan salinan dari kisah Nabi Muhammad
Demikian pula pada lagu, di Pasundan terkenal pujian atau nadoman, diantaranya yang amat terkenal ialah pepujian yang berjudul Nabi Ruang Sarerea (Nabi kita semua) yang merupakan terjemahan bebas dari Maulid asl-Berzanji. Tampaknya terjemahan bebas itu disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sunda, sehingga keakrapan orang Sunda dengan Nabi Muhammad lebih terasa. Bila pada Berzanji dukisahkan takkala Nabi Muhammad berumur tiga bulan, ia sudah dapat berdiri tegak, waktu usia lima bulan sudah dapat berjalan sendiri, dan sembilan bulan sudah dapat berbicara dengan lancar, maka dalam pujian Nabi Urang Sarerea ditambah dengan lirik.
Yuswana sapuluh bulan
Tiasa ameng papanahan
Ngelehkeun budah nu lian
Tapi tara kamagung
Artinya,
Pada sepuluh bulan usianya
Telah mahir bermain panah
Ia mengalahkan anak-anak sebayanya
Namun tidaklah ia besar kepala.
Pada Barzanji tidak disebutkan keadaan Nabi pada saat berusia sepuluh bulan, apalagi perihal Nabi bermain panah-panahan. Permainan panah-panahan itu adalah permainan yang amat disukai oleh orang-orang Priangan Timur, antara lain Tasikmalaya. Diperkirakan pepujian tersebut, yang merupakan terjmahan bebas berzanji itu, dibuat oleh orang Tasikmalaya, karena sudah dibukukan dengan penerbit tokoh kairo, Tasikmalaya (tanpatahun) dan ditulis dengan huruf arab.
Sementara itu, penyelenggaraan upacara yang diadatkan atau yang bersifat tradisional disesuaikan waktunya dengan hari-hari yang dimuliakan agama islam, seperti panjang jimat di Cirebon, membersihkan tetinggal leluhur di Ciburuy (Garut) pada bulan maulid.






UJI KOMPETENSI

I.          Beri tanda silang (X) pada jawaban a, b, c, dan d yang paling benar !
1.      Kesenian wayang di Nusantara merupakan hasil karya seorang ulama yanag terkenal, yaitu!
a. Sunan Bonang
b. Sunan Kalijaga
c. Sunan Gunung Jati
d. Sunan Muria

2.      Kasidah bersal dari bahasa Arab qasidah, yang artinya!
a. Puisi yang terdiri dari delapan bait
b. Puisi yang terdiri dari enam bait
c. Puisi yang terdiri dari dua bait
d. Puisi yang terdiri dari empat bait

3.      Sekaten adalah perayaan peringatan Maulid Nabi Muahammad saw yang diadakan di!
a. Yogyakarta dan Riau
b. Yogyakarta dan Surakarta
c. Surakarta dan Riau
d. Madura dan Aceh

4.      Pada adat Melayu, ketika anak laki-laki sudah berumur tiga bulan diadakan upacara yang disebut!
a. Khitanan
b. Akikah
c. Turun tanah
d. Mengayun budak

5.      Sebagai tradisi nenek moyang kehidupan orang Melayu (Riau) selalu diwarnai dengan!
a. Upacara adat
b. Berbagai macam bahasa
c. Upacara keagamaan
d. Berbagai macam kehidupan

6.      Kelahiran anak hingga masuk usia dewasa dalam pelaksanaan adat  masih sangat kental oleh karena itu yang memberikan sedikit pengaruh untuk menguranginya adalah!
a. Datangnya penguasa adat
b. Membuat kader-kader agar adat tetap eksis
c. Masuknya agama Islam
d. Berdirinya sekolah-sekolah

7.      Dalam adat sunda kedewasaan anak laki-laki ditandai dengan khitanan, khitan biasanya dilakukan ketika anak berusia!
a. 2 tahun
b. Baru lahir
c. 10 tahun
d. 8 tahun

8.      Tarian pergaulan termasuk dari adat istiadat!
a. Melayu
b. Bugis
c. Madura
d. Sunda

9.      Di Madura terdapat kesenian yang bernama syi’ir, yang mana kesenian ini menceritakan tentang kisah-kisah para nabi, adapun kisah nabi yang terkenal adalah!
a. Kisah keteladanan Nabi Muhammad
b. Kisah tongkat Nabi Musa yang berubah jadi ular
c. Kisah Cinta zulaikha dan Nabi yusuf
d. Kisah Nabi Ibrahim yang diperintah menyembelih putranya

10.  Bagi adat Melayu jika anak yang baru lahir itu laki-laki maka!
a. Segera di khitan
b. Segera di azankan
c. Ketika itu juga dipotong
d. Langsung diakikahi

11.  Jika yang lahir itu anak perempuan, lidahnya ditetesi madu dengan menggunakan kain dengan harapan!
a. Agar anak tersebut nantinya bias berbulan madu
b. Agar anak tersebut memiliki madu
c. Agar anak tersebut disenangi banyak orang
d. Agar anak tersebut memilki kata-kata semanis madu


12.  Beberapa hari setelah kelahiran, bagi orang Melayu diadakan acara!
a. Sesuai dengan ajaran Islam
b. Sesuai dengan adat setempat
c. Sesuai keinginan orang tua
d. Sunatan

13.  Bagi bayi perempuan diadakan pelubangan ditelinga ketika bayi tersebut berusia!
a. Dua bulan
b. Tiga bulan
c. Empat bulan
d. Lima bulan

14.  Di Minangkabau penyebaran agama Islam melalui seni, yang berkembang di!
a. Masjid
b. Rumah-rumah
c. Surau-surau
d. Pesantren

15.  Di Pasundan dikenal pepujian atau nadoman, diantaranya yang amat terkenal ialah pepujian yang berjudul!
a. Nabi Urang Sarerea
b. Salawat Dulang
c. Nabi Muhammad
d. Masyarakat Sunda

  II.     Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar !
1.    jelaskan kesenian wayang sebagai dakwah penyiaran agama islam….!
2.    Apa yang di maksud dengan kasidah….?
3.    Apa sajakah kandungan- kandungan yang ada dalam kasidah..?
4.    Bagaimanakah adat melayu tentang kelahiran anak ? Jelaskan.!
5.    Apa yang di maksud dengan menganyam budak menurut adat melayu ( Riau )?
6.    Dalam adat minangan ada istilah menata konde apa maksudnya…?
7.    Apakah nama tarian untuk adat bugis…?
8.    Jelaskan beberapa arti dari sandur,yang merupakan salah satu dari kesenian adat madura…!
9.    Dalam adat bugis ada istilah pakarena Burakne dan Pakarena Baine apa perbedaan keduanya…?
10.                        Mengapa dalam adat sunda bagi anak laki-laki yang berusia 7-8 tahun sebelum di khitan diharuskan mandi terlebih dahulu…?


Paraf
Orang tua /Wali Murid
Nilai
Uji Kompetensi
Paraf
Guru /Wali kelas




(..............................)






(..............................)






DAFTAR PUSTAKA

Armando, Ade. Dkk. 2002. Ensiklopedi Islam untuk Pelajar. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve.




Latif,  Chalid & Irwin Lay, 1993. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: PT Pembina Peraga.

Nasution, Harun.Dkk. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: PT. Djambatan.

R. Soekmono. 1985. Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius.

Tim Penyusun. 2002. Pengantar Studi Islam. Surabaya :IAIN Sunan Ampel Press.

Zuhairini, Dkk. 1995. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.



Rodhi, Abdul, 2010. An Najah untuk MTs. Klaten: CV. Gema Nusa.

Chakim, Lukman, 2009. Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs. Semarang: CV. Aneka Ilmu.

Yatim, Badri, 2007. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sumarsono, 2001. Pendidikan Sejarah Budayaan Islam . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alfandi, Widoyo, 2002. Reformasi Indonesia: Bahasan dari Sudut Pandang Kebudayaan Nusantara. Yogyakarta:Gadjah Mada University.

Suradinata,Ermaya, 2005. Seni Kebudayaan Nusantara. Jakarta: Suara Bebas.





[1]) Seperti Snouck Hungronye, JP. Molguette, Jl. Monens, J.Hushoff Poll, GP. Rouffer, HKJ. Cowan, Dll.
[2]) Tim Penyusun. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Press: Surabaya. Thn. 2002. Cet. I. Hal: 253-254.
[3]) Dra. Zuhairini, Dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Thn. 1995. Ed. I. Cet. IV. Hal: 136.
[4]) Prof. Dr. H. Harun Nasution. Dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: PT. Djambatan. Thn. 1992. Cet I. Hal: 843.
[5]) Ade Armando, dkk. Ensikllopedia Islam untuk Pelajar. Jakarta:  PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Thn. 2002. Cet. II. Hal: 71.
[6]) Ade Armando, dkk. Op.Cit. Hal: 11.
[7])  Dikembangkan kembali dalam Prof. Dr. H. Harun Nasution. Dkk. Op.Cit. Hal: 606.
[8]) Tim Penyusun. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Press: Surabaya. Thn. 2002. Cet. I. Hal: 253-254.
[9] )  http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Demak
[10]) http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram
[11] ) http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Gowa