BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epistimologi
Islam telah berhasil menyusun klasifikasi ilmu yang komprehensif dan disusun
secara hienarkis, yaitu metafisika menempati posisi tertinggi, disusul oleh
matematika, dan terakhir, ilmu-ilmu fisik.
Imuan-ilmuan muslim mengakui status antologis dari bukan
hanya objek-objek indrawi, melainkan juga objek-objek nonindrawi. Namun,
sebagaimana observasi indra bisa keliru,
dan arena itu dibutuhkan ferifikasi terhadap hasil-hasilnya, demikian juga
penelitian akal bisa saja keliru, kalau kita tidak mematuhi aturan-aturan
berpikir yang benar, yang kita sebut logika. Logika secara formal telah
dirumuskan oleh Aristoteles, merupakan metode ilmiah yang digunakan akal dalam
memahami objek-objek nonfisik.
Hasil penelitian rasional oleh para
filosof muslim luar biasa besarnya. Berjilid-jilid filosof dan ilmuan muslim
menuliskan hasil-hasil riset mereka, baik yang bersifat filosof maupun yang
ilmiah. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa akal bukan satu-satunya alat
yang bisa kita gunakan untuk menangkap realitas-realitas nonfisik karena selain
akal, manusia juga dikarunia oleh tuhan dengan hati, atau intuisi, yang bisa
digunakan untuk tujuan tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Biografi dan pandangan al-kindi
tentang filsafat?
2.
Filsafat Pengetahuan Epistemologi
Al-Kindi
3. Biografi Al-Farabi
4. Filsafat Pengetahuan Epistemologi Al-Farabi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Epistimologi Filsafat Al-Kindi
1.
Biografi Al-Kindi
Nama Al-Kindi dari nama sebuah suku, yaitu : Banu
Kindah yaitu suku keturunan kindah, yang berlokasi di daerah selatan Jazirah
Arab. Nama lengkap: Abu Yusuf, Ya’kub Ibnu Ishak, Al-Sabah, Ibnu Imron, Ibnu
Al-Asha’ath, Ibnu Kais Al-Kindi, lahir tahun 801 M di Kufa.
Al-Kindi (801-873 M), di dunia barat terkenal dengan nama Al-Kindus.
Beliau adalah keturunan bangsawan Arab dari kerajaan Kinda {yaman}lahir di Basroh
pada tahun 185 H anak Ishak Al-Sabbah, gubenur di Kufa (Iraq) pendidikannya
bermulai di basroh dan dilanjutkan di bagdad .beliau adalah seorang tabib, ahli
Bintang dan Filosof.[1]
2.
Pandangan Al-Kindi Tentang
Filsafat
Pemikiran al-kindi cukup besar dan mendasar terutama
di bidang filsafat, fisika, metafisika, epistimologi dan etika, ia berusaha
mempertemukan filsafat dan agama.menurut al-kindi filsafat adalah ilmu tentang
kebenaran atau ilmu yang termulia dan tertinggi martabatnya, agama juga
merupakan ilmu mengenai kebenaran. Dalam risalahnya yang ditujukan kepada al-muktasim
ia menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang
tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berfikir. Kata-kata ini
ditunjukkan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengikarinya, karna dianggap
sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran. Sikap mereka inilah
yang selalu menjadi rintangan bagi filosof Islam.[2]
Menurut al-kindi, Filsafat adalah ilmu tentang hakikat
(kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan,
ilmu keesaan, ilmu keutamaan, ilmu tentang semua yang berguna dan cara
memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan.
Dan
pemikiran di bidang metafisika lebih di titikberatkan kepada masalah hakikat
tuhan, bukti_bukti dan sifat Tuhan. Menurutnya Tuhan adalah wujud yang hak(benar).
Yang asalnya tidak ada menjadi ada, Ia selalu ada dan akan selalu ada jadi
Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain.[3]
Al-kindi
mengemukakan tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan yaitu:
1.
Tidak mungkin ada benda yang ada
dengan sendirinya, jadi wajib ada yang menciptakannya dari ketiadaan dan
pencipta itulah Tuhan .
2.
Dalam alam tidak mungkin ada
keragaman tanpa keseragaman atau sebaliknya. Tergabungnya keragaman dan
keseragaman bersama-sama bukanlah karna kebetulan, tetapi karna sesuatu sebab.
Sebab pertama itulah Tuhan.
3.
Kerapian alam tidak mungkin
terjadi tanpa ada yang merapikan (mengaturkan)nya.yang mengaturnya ialah Tuhan[4]
Disamping itu al_kindi juga membuktikan wujud Tuhan
dengan menggunakan tiga jalan:
Ø
Barunya alam, alam ini baru
dan ada permulaan waktunya, karena alam ini terbatas, oleh karena itu yang
menyebabkan alam ini tercipta dan tidak mungkin ada sesuatu benda yang ada
dengan sendirinya. Maka ia di ciptakan oleh penciptanya dari tiada.
Ø
Keanakaragaman dalam
wujud, keanekaragaman disini adalah ada
yang menyebabkan, atau ada sebab. Sebab itu bukanlah alam itu sendri, tetapi
sebab yang ada berada di luar alam lebih mulia dan lebih dahulu adanya karena
sebab harus ada sebelum akibat .
Ø
Kerapian alam, bahwa alam
lahir tidak mungkin rapi dan teratur kecuali adanya zat yang tidak tampak, yang
zat tisak tampak itulah hanya dapat diketahui dengan melalui bekas-Nya.[5]
3.
Filsafat Pengetahuan
Al-Kindi
Ada
tiga macam pengetahuan manusia, yaitu :
a.
Pengetahuan Indrawi
Ini terjadi langsung ketika orang mengamati terhadap
sasuatu objek material dan dalam proses yang tanpa tenggang waktu dan tanpa
upaya berpindah ke imajinasi kemudian ketempat penampungannya yang di sebut
hafizah. Pengetahuan dengan jalan ini selalu berubah ,selalu dalam keadaan
menjadi, bergerak berlebih kurang
kuantitasnya dan berubah-ubah kualitasnya.
b.
Penetahuan Rasional
Pengetahuan tentang sesuatu yang di dapat dan
diperoleh dengan menggunakan akal bersifat universal, tidak persial, bersifat
immaterial. Objeknya bukan individu, tetapi genus dan sepecies. Orang mengamati
manusia sebagai yang di amati itu bersifat materi.dan orang tersebut mengamati
manusia dengan akal fikirannya atau menyelidiki hingga memperoleh suatu
kongklusi yaitu manusia adalah makhluk yang berfikir.
c.
Pengetahuan Israqi
Pengetahuan yang langsung diperoleh dari pancaran nur
ilahi.pengetahuan seperti ini di peroleh
oleh para nabi dengan tanpa upaya, tanpa
bersusah payah, terjadi karna kehendak Allah semata-mata, dengan jalan itu Allah
membersihkan jiwa mereka dan mempersiapkan jiwa mereka dalam untuk menerima
kebenaran-Nya. Pengetahuan ini khusus diturunkan oleh Allah kepada para nabi
yang dipilih-Nya. Pengetahuan israqi tersebut juga selain Nabi pun dapat
memperolehnya tetapi derajatnya di bawah yang diperoleh oleh para Nabi. Hal-hal
ini mungkin terjadi pada oramg-orang yang suci jiwanya.[6]
B.
Epistimologi Filsafat Al-Farabi
1.
Biografi Al-Farabi
Abunasr Muhammad Al-Farabi (870 – 950
M). beliau adalah seorang muslim keturunan Parsi, yang didirikan di kota Farab (Turkestan), Putra Muhammad Ibn Auzalgh seorang panglima
perang parsi dan kemudian diam di Damsyik. Al-Farabi belajar di Baghdad dan Harran, kemudian ia pergi ke Siria dan Mesir. Sebutan
Al-Farabi diambil dari nama kota
Farab, di mana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang Iran dan Kawin Turkestan.
Kemudian ia menjadi perwira tentara Turkestan.
Karena itu, Al-Farabi dikatakan berasal dari keturunana turkestan dan
kadang-kadang juga dikatakan dari keturunanan iran. [7]
Beliau adalah seorang tabib kenamaan,
seorang ahli ilmu pasti dan seorang filsuf yang ulung. Ia juga terkenal sebagai
seorang ahli dalam bahasa-bahasa Yunani, Arab, Parsi, Suria Dan Turki. Beliau
melebihi Al-Kindi baik memberi penjelasan dan tafsir umum maupun dalam
menerjemahkan dan menyusun kembali dari sisi kitab-kitab yunani.[8]
2.
Filsafat Pengetahuaan Al-Farabi
Dalam filsafat emanasinya, Al-farobi mengatakan bahwa
tuhan merupakan wujud pertama dan dengan pemikiran tersebut,timbullah wujud ke
dua yang memiliki substansi. Kemudian,
al-farobi menyebutnya dengan akal pertama yang immaterial. Wujud ke dua berfikir
tentang wujud pertama, yang kemudian muncullah wujud ke tiga yang disebut Akal
kedua berfikir tentang tuhan, lalu lahirlah Langit Pertama.
Akal ke dua berfikir tentang tuhan, lalu muncul akal ketiga
dengan tafakkur kepada dirinya mewujudkan alam bintang. Begitulah rangkaian pemancaran
itu berlangsung hingga sampai pada akal kesepuluh.[9]
Al-Farabi menyuguhkan awal hidup
adalah akal, bahkan tuhan adalah subtansi sebagai akal pertama. Pemikiran
tentang tuhan sebagai wujud pertama melahirkan subtansi suatu wujud yang
kemudian di sebutnya sebagai akal kedua, semuanya bukan materi, melainkan
subtansi yang nantinya saling memikirkan dan memunculkan berbagai tingkatan
akal.adapun akal yang ada dalam daya berfikir manusia dibaginya menjadi tiga
tingkatan yaitu:
1.
Al-‘aql al-hayulani, yaitu akal
potensial atau material intellect. Akal serupa ini baru berada dalam potensi untuk
melepaskan arti-arti atau bentuk-bentuk dari materinya
2.
Al-aql bi al-fi’li, yaitu akal
actual atau actual intellect. Akal serupa ini
telah melepaskan arti-arti dari materinya serta dapat mewujudkan akal
potensial menjadi wujud actual yang sebenarnya.
3.
Al-aql al –mustafad atau acquired
intellect, yaitu akal yang telah mampu menangkap bentuk-bentuk semata-mata
dikaitkan dengan materi, dan telah dapat berkomunikasi dengan akal kesepuluh
serta mampu menangkap ide-ide atau gagasan-gagasan
Pemikiran Al-Farabi yang paling
menarik , berkaitan dengan akal ini adalah pandangannya bahwa akal potensial
baru dapat mengerti arti dan bentuk dari materi dengan bantuan panca indra artinya bahwa tanpa bantuan panca indra, akal
potensial masih belum memiliki kemampuan menangkap arti dan bentuk materi
dengan demikian panca indar sebagai alat bantu bagi akal potensial yang
dimiliki manusia. Adapun akal aktual telah memiliki kesanggupan menangkap arti
dan konsep, sekalipun tanpa bantuan panca indra. pandangan ini sepadan dengan
pandangan Rene Descartes, yang menyatakan bahwa panca indra yang mengalami
sesuatu atau empirical movement, gerakan empiris hanyalah perangsang bagi
pikiran dalam membentuk ide-ide yang konseptual .sementara al-farobi
melanjutkan bahwa akal mustafad telah sanggup mengadakan hubungan langsung
dengan akal ke sepuluh atau akal aktif yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk
segala sesuatu yang ada semenjak azali[10]
Jika di bandingkan antara paham
rasionalisme dan paham tentang emanasi Al-Farabi, khususnya pandangan tentang
kedudukan akal pandangan al-Farabi lebih luar biasa di bandingkan dengan
pandangan Rene Descartes.
Dapat di tarik kesimpulan bahwa
sumber pengetahuan yang paling ideal adalah akal yang dapat di golongkan pada
jenis-jenis dibawah ini:
Ø
Akal Awwam
Ø
Akal Khawash
Ø
Akal Potensial
Ø
Akal Aktual
Ø
Akal Mustafad.
Ø
Orang-orang Awwam hanya
memiliki akal potensial.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa terdapat tiga cara atau metode dalam epistemology Islam untuk menangkap atau
mengetahui objek-objek ilmu. Pertama, melalui indra yang sangat kompeten untuk
mengenal objek-objek fisik dengan cara mengamatinya (Pengetahuan Indrawi).
Kedua, melalui akal yang mampu mengenal bukan saja benda-benda indriawi dengan
cara mengabtraksi makna universal dari data-data indrawi, melainkan objek-objek
nonfisik dengan cara menyimpulkan dari yang telah diketahui menuju yang tidak
diketahui (Pengetahuan Rasional). Ketiga, hati yang menangkap
objek-objek nonfisik atau metafisika melalui kontak langsung dengan
objek-objeknya yang hadir dalam jiwa seseorang (Pengetahuan Israqi). Dengan
demikian, seluruh rangkaian wujud yang menjadi objek-objek ilmu pemgetahuan
yang fisik dan nonfisik dapat diketahui oleh manusia.
Al-Farabi menyuguhkan awal hidup adalah
akal, bahkan Tuhan adalah subtansi sebagai akal pertama. Pemikiran tentang
tuhan sebagai wujud pertama melahirkan subtansi suatu wujud yang kemudian di
sebutnys sebagai akal ke dua. semuanya bukan materi, melainkan subtansi yang
nantinya saling memikirkan dan memunculkan berbagai tingkatan akal.adapun akal
yang ada dalam daya berfikir manusi dibaginya menjadi tiga tingkatan: Al-‘Aql
Al-Hayulani, Al-Aql Bi Al-fi’li dan Al-Aql Al –Mustafad.
DAFTAR PUSTAKA
Muzairi. 2009. Filsafat
Umum. Yogyakarta: Teras
Soebandi, Beni
Ahmad. 2009. Filsafat Islam. Bandung:
CV. Pustaka Setia
Sudarsono. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta
Revisi Makalah
MENGENAL EPISTEMOLOGI FILSAFAT
AL-KINDI DAN
AL-FARABI
Di
susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Prodi
PAI Jurusan Tarbiyah
Oleh :
Khoiri Fadli : 084 081 168
Dosen Pembimbing:
Khoirul Faizin, M,Ag
NIP.19710612 2006-04
1 001
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER
Desember 2009
|
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrohim
Segala puja dan puji syukur
saya panjatkan kehadiran Allah SWT. Tuhan semesta alam penguasa dan pencipta
alam semesta. Beribu-ribu bingkisan shalawat dan salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada junjunngan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah mana
beliau membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman terang-benderang yaitu Ad-Dinul
Islam.
Dengan taufiq dan hidayah-Nya,
Allhamdullilah kami bisa menyelesaikan tugas makalah Program Study filsafat
ilmu dengan judul epistimologi al-kindi dan al-farobi dapat kami
selesaikan walaupun dengan jangka waktu yang cukup lama dan masih banyak
terdapat kekurangan. Hal ini dapat dimaklumi karena kemampuan kami sangatlah
terbatas dan kodrat kami sebagai manusia yang tak lepas dari salah dan lupa.
Penyelesaian dan penulisan makalah ini melalui proses yang cukup panjang dan
telah banyak melibatkan bantuan oranag lain. Oleh karna itu, dengan rasa
hormat dan kerendahan hati, saya menghaturkan untaian terima kasih kepada:
1.
Orang tua yang telah memberi
motifasi kepada saya
2.
Dosen pembimbing yang telah
membimbing saya.
3.
Dan segenap pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Hanya kepada Allah SWT jualah saya menyerahakn semua kebaikan yang telah
diberikan, karena hanya Dialah yang dapat membalas kebaikan hamba-Nya dengan
kebaikan yang setimpal. Amin!
Akhirnya, saya menyadari bahwa
banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini, atas itu semua dengan tangan
terbuka dan rasa hormat saya membuka diri unutk berdialog dan menerima saran
dan kritik siapa saja demi kesempurnaan tugas-tugas selanjutnya. Semoga Allah
SWT selalu memberikan hidayah-Nya bagi kita semua. Amin!
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .................................................................................
KATA
PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR
ISI .............................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Epistimologi Filsafat Al-Kindi ......................................................... 2
B.
Epistimologi Filsafat Al-Farabi......................................................... 5
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ...................................................................................... 8
|
[1] Sudarsono. Filsafat Islam, PT Rineka
Cipta, Jakarta, 2004, Hal : 21
[2]
Beni Ahmad Saebandi, Filsafat Ilmu, CV Pustaka Setia, Bandung, ,
Hal : 84
[3] Sudarsono , Filsafat Islam, PT Rineka
Cipta, Jakarta, 2004 Hal : 25
[4] Ibid,
Hal : 26
[5] Sudarsono , Filsafat Islam, PT Rineka Cipta, Jakarta,
2004 Hal : 26
[6] Sudarsono , Filsafat Islam, PT
Rineka Cipta, Jakarta, 2004 Hal : 28
[7] Sudarsono , Filsafat Islam, PT Rineka
Cipta, Jakarta, 2004 Hal : 30
[8] Muzairi, Filsafat Umum, Teras,
Yogyakarta, 2009, Hal : 111
[9] Sudarsono , Filsafat Islam, PT
Rineka Cipta, Jakarta, 2004 Hal : 38
[10] Beni Ahmad Saebandi, Filsafat Ilmu,
CV Pustaka Setia, Bandung, 2009, Hal : 90
[11] Ibid
Hal : 92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar